Share

AKU BUKAN BENALU
AKU BUKAN BENALU
Penulis: Bubuk Kacang

Chapter 1 Fitnah Ibu Mertua

“Ning ini uang bulanannya.” Ujar Mas Dimas sambil menyerahkan amplop coklat padaku.

“Bisa ditambahin ga mas uang bulanannya? Ibu kan makannya pilih-pilih mas.”

“Ga bisa Ning kan kamu tahu sendiri gaji Mas berapa, yang dua setengah buat bayar cicilan mobil sama uang bensin dek.”

“Ya gimana dong mas? Kan ibu ga mau makan dirumah kalau aku masaknya ga sesuai keinginan ibu.”

“Udah ga papa kamu masaknya sesuai uang yang mas kasih aja, ibu biar beli kalau ga mau makan. Ibu ada pegangan uang dari pensiunan Bapak.” Jelas Mas Dimas kala itu ketika aku meminta tambahan uang bulanan.

“Tapi uang ibu habis buat keperluan ibu sendiri mas.”

“Udahlah Ning Mas udah pusing di kantor masa dirumah juga ngurusin hal kayak gini juga sih?”

“Ya udahlah terserah Mas Dimas, aku minta tambahan uang karena uang tabungan aku udah habis mas. Aku udah ga punya pegangan.”

“Masak seadanya aja Ning, lauk ayam kan juga udah enak jangan masak aneh-aneh.”

Aku menikah dengan Mas Dimas karena kami saling mencintai. Awal pernikahan kami sangat royal untuk kehidupan sehari-hari. Semua berubah saat Mas Dimas memaksakan diri untuk membeli mobil dengan angsuran.

“Ning Mas kayaknya perlu beli mobil deh, kalau musim hujan pulang malem hujan, belum lagi bebrapa titik jalan yang banjir.”

“Emang tabungan Mas Dimas ada berapa?”

“Empat puluh juta Ning, sudah bisa buat DP. Nanti angsuran perbulannya dua juta Ning selama lima tahun.”

“Mas Dimas yakin mau ambil mobil? Biaya perawatan sama bensin kan mahal Mas kalau pake Mobil.”

“Nanti mobilnya ga cuma buat berangkat kerja Ning. Mas mau join ojek online, lumayan pulang kerja bisa lanjut narik. Sabtu Minggu kan mas juga ga ngapa-ngapain Ning jadi bisa Narik.”

“Gimana kalau aku kerja Mas? Sebagai editor atau penulis novel gitu.”

“Ga usah Ning masalah uang itu urusan Mas Dimas, kamu focus aja ngurus rumah sama ibu. Aku maunya setelah pulang kerja kamu layani dengan baik. Kalau kamu kerja nanti dirumah udah capek, ga optimal ngurusin aku dirumah.”

“Ya udah kalau itu mau Mas Dimas, tapi mas ya yang bilang ke Ibu buat makan seadanya!” pintaku sambil memasang senyum lebarku.

“Iya masalah ibu gampang, kamu tenang aja.”

Ucapan Mas Dimas tempo hari ternyata tidak terbukti, Ibu masih tetap marah-marah jika lauk yang tersedia di meja makan tidak sesuai dengan keinginannya.

“Kok kamu masak ayam lagi sihh Ning? Kemarin ayam sekarang ayam memangnya tidak ada lauk lain. Memang dipasar cuma ada penjual ayam. Jauh-jauh ke pasar kok cuma beli ayam. Cumi atau udang kan lebih murah daripada daging. Kamu bisa beli cumi atau udang.”

“Maaf bu tadi uangnya kurang kalau mau beli cumi atau udang. Ibukan tahu ini sudah akhir bulan.”

“Ya udah nanti ibu makannya beli aja dehh di Mbak Ijah. Ibuk pengen makan Rendang hari ini. Ibu pergi kewarung dulu Ning.”

“Iya buk hati-hati yaa.” Aku menghela nafas atas kelakuan ibu mertuaku.

Mobil yang kata Mas Dimas mau didaftarkan join aplikasi ojek online pun tidak juga dilakukan. Mas Dimasselalu banyak alasan jika kutanya.

“Mas Dimas ga jadi daftar anggota ojek online?”

“Ga bisa Ning, prosesnya ribet persyaratannya banyak Mas belum sempet ngurusnya.”

“Loh katanya Mas Dimas mau kerja sampingan buat nyari tambahan.”

“udah kamu tenang aja, yang penting kan kamu ga kekurangan apa-apa.”

“Iya tapi aku pusing ngatur keuangannya mas, uang dikit kebutuhan banyak. Kalau mas ga nyari sampingan aku aja yang kerja.”

“Iya nanti aku kasih uang tambahan buat kebutuhan kita. Tapi kamu jangan pernah berfikir aku bakal ijinin kamu kerja.”

Sungguh keterlaluan Mas Dimas katanya mau kerja sampingan malah minta uang Ibunya. Akibat perbuatannya aku yang menerima getahnya, disalahin terus sama ibu.

“Ning kamu jadi istri yang pengertian dong sama suami. Masa suami ditekan biar ngasih uang belanja banyak. Emang tanggungan Dimas Cuma kamu aja, ibu yang harusnya dirawat oleh Dimas malah masih ngurusin keperluan Dimas.”

“Mas Dimas ga mau Nining kerja bu, makanya Nining minta uang bulanan tambahan. Kan ibu tahu sendiri keperluan rumah tangga kita banyak.”

“Ya kamu harus mikir dong gimana kebutuhan rumah kita terpenuhi dengan uang seadanya dari Dimas. Pokoknya bulan depan ibu udah gam au ngasih uang pensiunan ibu buat Dimas. Punya anak udah kerja masih ngerusuhin ibunya.” Gerutu ibu mertua sambil berlalu ke kamarnya.

Awalnya aku menikmati peranku menjadi Ibu rumah tangga, akan tetapi ibu mertuaku yang selalu menjelek-jelekkanku di depan para tetangga membuatku sangat sakit hati.

“Saya heran bu Lilis sama menantu saya itu, dirumah ga pernah ada makanan. Gaji Dimas juga semua diserahkan ke dia, makannya tiap hari suma sama tempe tahu paling mewah Cuma sama telur. Padahal Dimas kan kerjanya punya jabatan tinggi, gaji besar dan diberikan ke Nining semua. Saya heran buat apa uang sebanyak itu kalau bukan buat menyenangkan orang tua, saya kan orang tua satu-satunya Dimas masa tiap hari cuma dikasih makan tempe.”

“Loh bukannya selama ini Nining selalu ke pasar yaa bu tiap pagi? Masa ke pasar cuma beli tempe tahu bu Siti?”

“Maka dari itu bu Lilis saya juga heran, digunakan untuk apa gaji Dimas yang dia pegang selama ini? Tabungan juga tidak ada apa buat dia beli baju sama skincare yaa bu Lilis?”

“Bisa jadi bu Siti, Nining kan mukanya glowing, cantik baju-bajunya juga banyak yang bagus.”

“Ya kalau mau boros yaa jangan pakai uang Dimas dong bu Lilis harusnya, yang kena imbasnya kan saya dan Dimas. Cuma dikasih makan makanan yang tidak bergizi. Mana kalau dirumah kerjaannya cuma dikamar seharian, main HP mungkin biar ga ketahuan saya kebiasaan buruknya.”

Padahal aku selalu memasak sesuai dengan keinginan ibu mertuaku itu, setiap pagi sebelum belanja aku selalu bertanya kepada beliau hari ini ingin makan apa. Dan selalu menyiapkan segala kebutuhan ibu sebelum aku masuk ke kamar untuk mengerjaakan freelace jobku.

“Hari ini ingin makan apa? Nining mau berangkat kepasar sekalian mau beli bumbu dapur, udah pada abis”

“Hari ini ibu lagi pengen makan Soto Daging Ning, kayaknya sama bikin Sate paru enak deh Ning”

“Ya udah nanti Nining beli dagingnya yaa bu, sekalian parunya mudah-mudahan ga kehabisan. Ibu pengen sekalian sate Babat ndak bu?”

“Boleh deh ning, udah lama ibu ga makan Babat”

Ibu mertuaku memang penyuka jeroan sapi, dan kita selama ini baik-baik saja. Sebelum aku tahu bahwa ternyata selama ini beliau menjelek-jelekkanku didepan teman-teman ngerumpinya.

“Baik bu kalo itu mau ibu, sesuai dengan apa yang ibu bicarakan pada para tetangga mulai hari ini aku ga akan melayani ibu lagi. Selama ini aku sudah menganggap ibu seperti ibu kandungku sendiri. Tapi ternyata penghinaan ini yang ibu lemparkan ke wajahku.” Batinku.

Aku memutuskan untuk pergi mencari pekerjaan. Tak kuhiraukan lagi urusan rumah tangga ini, dan nanti aku akan mengembalikan sisa gaji Mas Dimas biar dikelola oleh ibunya sendiri.

Aku mendatangi sebuah kantor majalah harian yang ada di kotaku, kebetulan ada lowongan pekerjaan sebagai editor. Dengan pengalamanku menterjemahkan novel dari luar aku yakin bisa menjadi salah satu editor di majalah itu.

“Selamat siang mbak? Apakah lowongan perkejaan sebagai editor masih buka?” tanyaku pada seorang resepsionis.

“Masih mbak, Mbak mau memasukkan surat lamaran? Bisa ditinggal disini mbak, silahkan mengisi form penitipan berkas-berkas lamaran.” Ucapnya seraya menyerahkan kertas HVS yang berisi list nama pelamar dan sebuah pulpen.

Aku segera mengisi formulir itu menuliskan nama email dan nomer HP “Ini mbak makasih yaa mbak, saya permisi dulu.”

“Iya mbak sama-sama.”

Semoga proses rekruitmen di kantor tersebut cepet dan ga berbelit-belit. Aku udah ga tahan jika harus terus dirumah dan melihat wajah penuh tipu muslihat ibu mertuaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status