Home / Rumah Tangga / AKU BUKAN MENANTU IMPIAN / part 3. Perdamaian yang hanya berjalan tiga bulan.

Share

part 3. Perdamaian yang hanya berjalan tiga bulan.

Author: Anjani
last update Last Updated: 2022-06-24 14:18:47

Aku Bukan Menantu Impian

part 3. Perdamaian yang hanya berjalan tiga bulan.

"Fara, kamu bawa uang tiga ribu aja ya," ucapku pagi itu ketika mereka akan berangkat sekolah." Ini tinggal dua ribu untuk adik mu."

Fara tidak menjawab, hanya saja mukanya masam dan ditekuk.

"Iya dah, Fara pergi, Assalamualaikum," pamitnya.

"Waalaikumsalam," jawabku.

Fara berangkat sekolah di antar Mas Ridwan, dengan motor butut, harta peninggalan kami yang tersisa.

Sementara si bontot sekolah dengan jalan kaki setelah aku beri uang jajan dua ribu rupiah, sekolahnya dekat.

Aku pandangi kepergiannya. Lima ribu rupiah memberi kehidupan dan cerita tersendiri dalam hidup baru kami.

Aku masih ingat sisa uang 15 ribu yang di pegang Ibu. Mungkin ibu sudah tak mengingatnya lagi.

****

Beberapa hari, aku berpikir keras. Aku tidak tega melihat anak anakku. Untuk mendapatkan uang jajan ke sekolah pun sangat sulit. Hingga aku berpikir untuk membuka kembali usaha salonku yang kebetulan alat alatnya masih lengkap. Aku ingin membantu suamiku, meringankan beban ekonomi keluarga kecil kami.

Aku membuka salon kecil-kecilan di ruang tamu. Entahlah, Mas Ridwan dapat ijin atau tidak dari ibunya. Yang pasti kaca sudah terpasang di sana dan juga sudah ada beberapa orang tamu, langganan baru.

Sudah ada sedikit rejeki yang kudapat. Ibu mertua mulai melirik dengan tatapan yang menurutku mengerikan. Aku tahu, tatapan itu mengandubg sebuah makna.

Sebisa mungkin aku memenuhi kebutuhan dapur, tanpa Ibu minta. Karena bila Ibu berucap, kalimat yang keluar dari mulutnya sangat tajam dan menyayat hatiku. Mulutnya sunggu berbisa, maka itu aku selalu melakukan yang terbaik. Agar dia tidak dapat berkata-kata lagi.

*******

Hari pun berganti,,

Pagi ini ketika Ibu akan pergi kepasar untuk membeli keperluan warungnya, aku menitip minyak goreng ukuran dua liter, sambil memberikan uang 100 ribu. Karena di warung Ibu tidak ada yang ukuran besar.

Tapi setelah Ibu pulang dari pasar, Ibu hanya memberikan minyak goreng yang ku pesan. Lagi-lagi ibu lupa dengan kembaliannya.

Kenapa aku lupa pengalamanku hari kemarin, ketika Ibu tidak memberikan uang kembalian,dan sekarang aku mengulanginya?

Padahal lagi-lagi uang itu untuk ongkos sekolah anak-anakku dan juga keperluan yang lain.

Ternyata Mertuaku adalah seorang yang matre, fikirku.

Dari bibirnya hanya ucapan dan sumpah serapah. Harusnya memberi semangat kepada anaknya yang sedang mengalami kesusahan ekonomi, tapi hanya caci maki yang ku dengar hampir setiap hari.

Aku menangis setiap mendengar kata kata pedas Ibu.

Genap tiga bulan aku tinggal di rumah mertua, entah sudah berapa ratus kali aku menangis. Sementara ketika aku merantau dan mengontrak dengan suami yang sudah hampir 15 tahun,sekalipun Mas Ridwan tak pernah membuat aku menangis.

Tiga bulan kehidupan yang hampir membuat aku stres. Waktu yang terbilang singkat namun sangat membekas.

"Jangan di dengerin kalo Ibu ngomong," begitu pesan suamiku.

"Kalo kedengaran gimana Mas, masa nggak didengerin?"

"Tinggalin aja. Pergi kemana kek."

Begitulah suamiku selalu berpesan. Akhirnya aku selalu ingat kata kata itu..Daripada aku stres mendengar cerocosan yang menyakiti hatiku, maka ku tinggalkan saja setiap Ibu ingin berbicara.

'Biarlah ngomong sama tembok, tembok kan nggak bisa sakit hati, ujarku dalam hati.

Kalau tak perlu sekali, aku hampir tak mau bicara. Aku menghindarinya. Sedang kalau Ibu yang mau bicara, langsung aku tinggal pergi. Biarkan saja. Yang penting aku tak berbuat dosa. Aku juga tak perlu sakit hati.

Tapi itulah mertuaku, surganya suamiku. Semakin ku jauhi, sepertinya makin keki. Dia semakin mencari cari kesalahanku, walau pun aku juga berusaha untuk tidak membuat kesalahan.

Aku sudah cukup rajin mengerjakan pekerjaan rumah. Sudah seperti seorang pembantu. Nyapu,nyuci, ngepel tiap hari.Tak lupa membersihkan kamar mandi. Sangat menguras tenaga karena rumah ini cukup besar. Kalau ukuran standar rumah, bisa bikin tiga atau empat rumah.

Tapi Ibu masih juga ngedumel. Jorok. Males. Jijik. Miskin. Nyusahin.

Kata kata itu yang hampir ku dengar tiap hari.

Tak ada kata kata bijaksana yang enak untuk di dengar.

Usianya sudah senja.Tubuhnya ringkih. Berdiri pun tak tegap lagi. Tapi nyatanya tidak juga mampu memberi kedamaian layaknya orang tua pada umumnya.

"Jijik!" teriaknya pagi itu ketika keluar dari kamar mandi. Padahal aku juga baru membersihkan lantainya.

Ada apa lagi ini?

Aku benar benar di tampar emosi. Kupingku panas. Aku mendekat.

"Kenapa Bu!?" tanyaku agak keras.

"Jijik!" jawabnya lebih angkuh.

"Apanya yang jijik. Bukannya aku sudah membersihkan lantainya. Pasti Ibu juga dengar aku gosrak gosrek tadi membersihkan kamar mandi."

"Itu tembok kamar mandi masih hitam, harusnya di sikat biar bersih. Nanti kalo ada tamu biar ngga malu!"

Dadaku naik turun menahan emosi. Apa sebenarnya keinginan ibu mertuaku ini? Apa tidak bisa jika sedikit saja membuatku tenang, tanpa makiannya.

"Kenapa ibu ga bersihkan sendiri. Itu ada sikat WC.Tinggal ibu sikat sendiri sudah bersih. Ga jijik lagi." aku membantah.

"Lha saya ini sudah tua. Ada yang masih muda masih kuat membersihkan. Kok malah nyuruh orangtua!" jumawanya keluar. Wajah tuanya memerah.

"Kalo Ibu merasa sudah tua, Ibu harus lebih nerima Bu,banyakin ikhlas. Ngga baik banyak menuntut,"ucapku sedikit menasehatinya. Saya tahu, saat ini dia pasti sangat kesal karena aku terus membalas ucapannya.

"Oh ya Bu, maaf saya bukan pembantu Ibu. Lagi pula selama saya ada di sini, saya belum pernah melihat ada tamu."

Memang aku belum pernah melihat saudara atau tamu jauh yang datang. Kecuali Dewi dan tetangga kanan kiri.

Wanita tua itu pergi meninggalkanku, sambil membanting pintu.

Dubrakkkkk!!!

Dia nampak sangat kesal.

'Dah biasa begitu, biarin aja. Mau di banting atau di bakar sekalipun toh ini rumahnya. Bodo amat. Suka suka dia. Emang gue pikirin.'

Bersamaan dengan itu,Mas Ridwan muncul.

"Ada apa ini?" tanyanya kecut. Mungkin ia tau kalo aku dan Ibu habis adu argumen.

"Ini Mas. Ibu kamu marah-marah. Katanya jijik. Kamar mandinya jorok. Padahal kan abis aku bersihkan. Katanya temboknya item minta di sikat.Tapi ngomongnya sambil marah. Emang aku pembantunya? Enak aja." Aku menggerutu.

"Sudah, yang sabar Dek," begitulah suamiku.

Hanya menenangkan, dan terdiam dengan berbagai fikirannya sendiri. Emosiku sedikit luruh demi melihat Mas Ridwan yang bertubuh kian kurus.

Sesaat kemudian,

"Oh ya Dek, Mas sudah dapat kerja," ucap nya penuh semangat.

"Kerja dimana Mas!?" tanya ku antusias. Ada rona merah di wajahku. Begitu juga Mas Ridwan.

"Di kandang ayam Pak Baron. Deket sungai kecil itu Dek. Gajinya lumayan."

"Oh ya?"

Sesaat kami sibuk membahas pekerjaan Mas Ridwan. Penuh semangat dan juga harapan. Aku juga sedikit melupakan perlakuan Ibu padaku barusan.

Bersambung,,

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part71. Anton pulang kampung.

    Aku Bukan Menantu Impian part71. Anton pulang kampung.Mama Yani dan ayah Ridwan juga Fara menyambut kedatangan sang tamu.Tpi mereka sempat heran. Bawaan keluarga ini banyak sekali."Begini, Ridwan dan Yani, sebelumnya saya minta maaf," ucap Anton ketika mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya saya akan pindah kekampung ini lagi. Sejak saya kena PHK, saya sudah tidak bekerja lagi. Rumah saya sudah di jual. Jadi saya membawa keluarga saya untuk tinggal di sini."Mereka semua terkejut dengan keputusan Anton. Mereka dulu yang ngotot menjual rumah dan sawah milik orangtuanya untuk biaya kuliah anaknya dan untuk membeli mobil. Sekarang mereka sudah tak punya apa-apa lagi di kampung. Tapi malah mau tinggal di kampung. Mobil mereka juga sudah terjual."Ya, sudah. Enggak papa. Untuk sementara waktu, kalian tinggal di sini," ucap ayah Ridwan."Tapi, gimana ya. Kita nggak ada kamar lagi," tutur mama Yani ragu.Meskipun kamar Fara dan Novi akan sering kosong karena kemungkinan juga merek

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 70, Novi menikah.

    Aku Bukan Menantu Impian part 70, Novi menikah.Menyadari perubahan sifat mertuanya, hati Fara makin berbunga. Wanita itu kini memang berubah lebih perhatian pada Fara dan kedua anaknya. Seminggu sekali Bu Manda pasti datang dengan berbagai alasan. Membawa segala macam makanan untuk Galih dan Gania. Fara juga dapat jatah. Bu Manda sering membawakan Fara berbagai macam olahan ikan gurame. Kadang di asama manis, kadang di goreng, kadang juga di bakar. Bahkan sekarang, pak Angga sudah membuat kolam ikan di belakang rumah. Supaya tidak perlu membeli jika ingin masak ikan.Walau begitu memang perhatian Bu Manda lebih cenderung ke Gania. Maklumlah, Bu Manda tak punya anak perempuan. Jadi kasih sayangnya di tumpahkan untuk cucu perempuan nya. Setiap datang selalu saja membawa baju yang cantik buat Gania. Katanya modelnya lucu lucu. Sedang untuk galih, hanya sesekali Bu Manda memberikannya. Kata Bu Manda modelnya bikin bosan. Itu itu saja. Ya, memang itu adanya. Tapi sudahlah. Tak apa. Ba

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 69. Dua hari di rumah mertua.

    Aku Bukan Menantu Impian part 69. Dua hari di rumah mertua.Besok hari Minggu. Jadi hari ini mereka akan menginap. Dari pagi hingga siang hari rumah pak Angga memang ramai. Dua orang cucunya sudah membuat kedua kakek nenek itu heboh.Galih begitu senang bisa berlarian dengan riang. Sedang Gania lebih banyak tidur. Bik Sumi uplek saja di dapur. Banyak sekali yg akan di masaknya hari ini. Gurame asam manis, goreng ayam. Soto juga sudah di siapkan bumbunya untuk besok. Semua adalah masakan kesukaan Andi dan Fara. Hari ini mereka di jadikan tamu istimewa atas perintah Bu Manda. Bu Manda juga tak pernah jauh dari Gania. Di dekapnya sepanjang hari. Hanya akan di serahkan pada Fara jika sedang ingin menyusu saja.Fara juga tidak boleh mengerjakan apapun. Setelah menoyusui Gania ia hanya boleh menonton tv dan tiduran. Kalau terlihat membantu bik Sumi, maka Bu Manda akan ngomelin bik Sumi. Pokoknya kontras dengan sikap Bu Manda beberapa waktu yang lalu.Sedang pak Angga juga sibuk dengan Gali

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 68. Bersatunya menantu dan mertua.

    Aku Bukan Menantu Impian part 68. Bersatunya menantu dan mertua.Silih berganti hari hari datang dan pergi. Kehidupan Fara berlalu dan mengalir begitu saja. Dua bulan kini usia Gania.Dua bulan juga lamanya Bu Manda tak menampakkan diri di hadapan Fara. Sedangkan mama Yani, ayah Ridwan juga Novi hampir setiap minggu mereka menjenguk Galih dan Gania. Keduanya tumbuh dengan lucu.Suatu pagi, di mana Andi sedang menikmati hari bersama istri dan kedua anaknya.Ponsel Andi berbunyi nyaring."Asalamualaikum ayah," sapa Andi melihat nama ayah nya di layar handphone."Waalaikum salam. Andi, bisakah kamu datang dengan istri dan anak anakmu, ibumu sedang sakit. Tapi nggak mau di bawa kerumah sakit. Dia hanya ingin di tengok kamu,""Yah, maaf ya. Ibu hanya menginginkan Andi. Sementara Andi sekarang sudah beristri dan punya anak. Kalo ibu tak menginginkan keluarga Andi, berarti ibu tak perlu berharap kedatangan Andi. Andi nggak bisa ninggalin mereka, Yah. Mereka tanggung jawab Andi,""Makanya

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 67. Gania Putri Anggara

    Aku Bukan Menantu Impian part 67. Gania Putri Anggara Beberapa menit yang lalu, ponsel Andi yang di silent itu bergetar. Tapi saat itu masih jam kerja. Andi mengacuhkannya.Sekarang sudah jam istirahat. Andi sudah duduk di kantin untuk makan siang. Ia juga sudah pesan makanan yang di inginkan. Hari ini hari pertama masuk kerja sejak pulang dari rumah sakit. Kondisinya juga sudah cukup baik. Biaya rumah sakit kemarin menguras seluruh uangnya. Untung ayah Ridwan dan ayahnya ikut membantu. Kalau tidak, mungkin uangnya sendiri tidak akan cukup untuk membiayai biaya mereka berdua. Untuk saat ini, Andi memang belum mau menggunakan uang istrinya. Walau ia tau tabungan Fara juga cukup lumayan karena usahanya maju akhir akhir ini.Mengingat sekarang sudah tambah anak berarti tambah pula biaya hidupnya. Semangat kerja Andi pulih berkali lipat. Walau baru kemarin pulang dari rumah sakit ia juga tak mau berlama-lama libur.Andi mengambil ponselnya dan membukanya. Sebuah pesan wa masuk dari

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 66. Pulang.

    Aku Bukan Menantu Impian part 66. Pulang.Novi mengambil Galih dari gendongan Andi."Kak Fara sudah siuman ya?" tanya Novi."Iya. Sudah. Tau dari mana?""Ayah yang telpon,""Apa nggak papa Galih kita bawa masuk keruang ibunya?""Nggak papa kak. Sebentar saja. Kasian dia kangen ayah ibunya. Galih nanyain kalian terus. Tapi untung dia nggak rewel, pintar lho dia. Sepertinya ngerti ayah ibunya dalam kesusahan,""Oh iya. Kamu pintar ya nak? pinter lah. Kan sudah punya adik. Itu adik nak,"Andi menunjukkan pada Galih kalau di dalam sana ada adiknya. Lucunya anak itu malah tak merespon, membuat Andi gemas sendiri. Di ciumnya kembali anak sulungnya itu. Tak percaya sudah punya anak dua. Sepasang lagi. Siapa yang tak bahagia cobak?"Kita jenguk kak Fara," usul Novi."Ayok,"Di depan ruang rawat Fara mama Yani, ayah Ridwan dan pak Angga sudah ada di sana. Sepertinya mereka baru keluar dari ruangan rawat Fara."Sudah tengok kak Fara?" tanya Novi."Sudah, tapi tak boleh lama lama. Waktunya di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status