Share

Bab. 4

last update Last Updated: 2024-03-31 00:35:18

Pov. Pras

***

Awalnya aku cukup terganggu dengan kehadiran Aini.

Kalau dilihat-lihat teman Dewi itu seperti wanita nelangsa yang membawa beban hati.

Kedatangannya yang minta dibantu mencarikan pekerjaan, membuatku sedikit prihatin sekaligus jengkel.

Prihatin sebab dia seorang janda yang hidup sendiri, tapi juga membuatku jengkel sebab di hari sabtu dan minggu ia kerap datang mengganggu waktu kebersamaanku dengan Dewi.

Tinggal hanya berdua saja, membuatku bebas melakukan kemesraan bersama istriku dimana saja.

"Eh kok malah kebablasan sih, Mas?"

Terngiang saat Dewi protes atas kemesraan yang kupinta di depan tv malah membuat kami berakhir dengan mandi wajib setelahnya.

Dimana saja Dewi akan pasrah pada setiap inginku.

Dan sabtu minggu adalah waktu khusus untuk kami bermesraan.

Sebab dua hari itu adalah hari libur kami. Walau kadang-kadang di akhir bulan Dewi kadang lembur untuk menyiapkan laporan di kantornya.

Aku dan Dewi saling mencintai begitu dalam dan sedikit menggebu.

Dua tahun pernikahan kami dan belum dikaruniai anak membuat kemesraan kami semakin bertambah.

Pelukan dan kecupan kapan saja kulayangkan padanya. Begitu juga dengan Dewi.

Namun, sejak seringnya Aini datang bertamu membuat Dewi tak bisa seleluasa dulu.

Kalau aku? Nekat saja. Bahkan pernah kusengaja memeluk Dewi saat Aini datang bertamu. Entah perempuan itu melihat kemesraan kami atau tidak.

Kalau pun dia melihat, baguslah. Agar dia cepat pulang.

Aku benar-benar risih dengan kehadiran Aini yang terlalu sering datang bertamu.

"Mas, udah malem ini hujan juga. Tolong anterin Aini pulang. Kasihan dia."

Dewi masuk ke kamar dan membangunkanku yang sudah hampir terlelap.

"Siapa suruh bertamu di rumah orang sampai selarut ini. Nggak tahu diri banget."

Aku menggerutu, sebab siang tadi perempuan itu sudah datang. Alasan sepi di kamar kostnya membuatnya datang dan ikut makan siang sekaligus makan malam bersama kami.

Bahkan sepanjang makan siang tadi ia aktif menanyakan makanan kesukaan aku dan Dewi.

"Kasihan, Mas."

Dewi memelukku. Membujuk agar aku bangkit dari pembaringan dan bersedia mengantar kawannya pulang.

Memang akhirnya aku bangun dan bersedia mengantarkan Aini pulang.

Namun Dewi kukerjai dulu cukup lama barulah aku keluar kamar.

"Kamu nakal banget sih, Mas. Kasihan Aini menunggu!" sungut Dewi setelah kuobrak abrik pakaiannya tadi.

"Biarin! siapa suruh datang mengganggu."

Aku tak mau kalah. Bahkan ini sangat terpaksa kulakukan. Mengantar wanita lain di malam-malam begini.

"Taksinya belum datang, ya?"

"Belum, Mas. Mungkin karna hujan deras."

Aini seperti memang sengaja berharap untuk di antar.

Bahkan wajahnya begitu memelas.

Kupalingkan wajah agar tak menatap lama netra yang seolah sengaja menatap ke arahku.

"Ayo, biar mas Pras yang anter. Jangan sampai kemalaman. Mas Pras besok kerja pagi. Kamu juga, kan?"

"Ya. Kalau gitu aku pamit ya. Maaf merepotkan mas Pras, Wi."

"Ya mau di apalagi taksinya nggak datang. Nggak mungkin juga kamu nginap kan?"

Suara Dewi jelas sekali kalau kesalnya sama denganku.

Lalu kulajukan mobil, membelah malam di tengah gemuruh hujan yang curah begitu deras.

"Enak ya jadi Dewi, Mas."

"Maksudnya?"

Aini membuka percakapan di tengah suasanan dingin dan hening di antara kami.

"Ya, punya suami yang sayang dan setia seperti mas Pras."

"Kami saling mencintai!"

"Sangat beruntung. Tak seperti aku. Pernah punya suami tapi hanya siksa lahir batin yang kudapat."

"Mudah-mudahan nanti ada jodoh yang baik. Gimana kamu kerasan nggak, kerja di koperasi itu?"

"Alhamdulillah kerasan, Mas. Gajian bulan kemarin aku kirimin buat ibu di kampung. Beliau sudah sakit-sakitan dan tinggal sendiri."

"Kenapa nggak tinggal di kampung saja biar bareng ibu kamu?"

"Disana susah cari kerjanya, Mas. Lagian mantan suamiku juga tinggal tak jauh dari daerahku, dia sering datang mengganggu."

Lalu mengalirlah semua cerita kehidupan yang sedikit memilukan dari wanita berjilbab ini.

Ah tentang jilbab ini. Aku sungguh berharap Dewi akan memakainya suatu hari nanti.

"Kenapa Dewi nggak disuruh pakai jilbab, Mas. Itu tanggung jawab mas lho!"

"Dia belum siap katanya."

"Wajib bagi wanita berhijab, Mas. Jangan-jangan kalian belum punya anak karna nunggu Dewi berhijab dulu."

Benar juga kata Aini. Sudah beberapa kali kupinta pada Dewi untuk menutup kepala jika keluar rumah. Namun alasan belum siap dan shalat yang masih bolong-bolong membuat Dewi belum mengenakan jilbab.

"Mas,"

Aku memalingkan wajah. Menatap Aini yang memanggil namaku sambil menyentuh pergelenganku.

Berani sekali dia.

"Ada apa?"

"Aku suka sama, Mas Pras. Aku bisa memberimu anak, Mas!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Meliala Kolompoy
seharusny istri menemani.. kanbukan muhrimnya yoo masa di biarin suami sma perempuan lain di mobil ujan2 lagii..yaa..salah istrinya laah...istrinya mmbeeikan kesempatan.. jdinjgn salahkn suami..wkkwkwk..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 81

    Hujan di luar semakin deras, membasahi genting tua rumah ini. Winda berdiri di hadapan Gavin dengan wajah memerah karena amarah yang tertahan. Matanya berkilat penuh luka.Jemarinya menyentuh layar, memutar video yang Winda maksud. Suara itu... suara dirinya sendiri yang sedang mengigau dalam tidur.“Kania …, Kania, … maafkan aku, Kania.”Gavin terpaku. Tubuhnya kaku mendengar betapa pilunya ia menyebut nama almarhum istrinya. Suara yang penuh sesal, penuh rindu, namun tak pantas diucapkan ketika ada Winda di sisinya.“Apa ini, Winda?” Gavin berusaha mempertahankan kendali, tapi nada suaranya bergetar jelas disesaki oleh rasa bersalah.“Ini yang aku dengar hampir setiap malam, Mas,” balas Winda dingin. “Dan lebih parahnya lagi, Mas pernah...” Winda menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata.“Pernah apa?” Gavin mendesak.Winda mengalihkan pandangan, tapi bibirnya meluncurkan kebenaran yang menghantam Gavin tanpa ampun. “Mas pernah menyebut nama Kania saat kita.

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 80

    Gemuruh di langit semakin nyaring, hujan kini turun dengan deras. Gavin duduk di kursi makan. Sendok di tangan kirinya mengetuk-ngetuk piring, tanda pikirannya sedang tidak fokus. Uap dari mie instan di hadapannya mengepul, tetapi selera makannya sudah lebih dulu lenyap, terkalahkan oleh perasaan jengah yang tiba-tiba menyeruak di dada.Ada yang Gavin tak lihat, tapi itu terjadi. Sama halnya saat Kania dulu tak melihat apa-apa yang dilakukannya bersama Aline di belakang istri pertamanya itu.Bahkan Kania sudah pergi pada alam yang berbeda. Namun, rasa sakitnya masih terngiang pada semesta yang memberi balas.Namun, Gavin mungkin tak sadari itu, seperti tak sadarnya dulu saat terlena dalam bara zina yang ditawarkan oleh selingkuhnannya.Lelaki bermata tajam ini menatap jendela yang mengembun oleh hujan. Matanya terasa berat, seperti menanggung beban dari kenangan-kenangan yang kini melintas tanpa diundang. Kania. Nama itu terlintas begitu saja. Istrinya yang dulu. Almarhumah yang dia

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 79 KEHIDUPAN KEDUA GAVIN

    Kilas Hidup yang Kedua**Seberapa kuat Gavin melangkah sendiri di antara umurnya yang masih ingin ditemani. Seberapa kuat ia menahan diri dalam sesalan, tapi hidup memang terus berjalan dan lelaki empat puluh delapan tahun ini memang butuh teman.Usia yang makin banyak, benar-benar membuatnya tak hanya bisa menyesali kesalahannya di masa lalu. Gavin butuh kawan. Bukan hanya sekadar tentang pelampiasan hasratnya di atas ranjang, tapi ia butuhkan kawan berbagi cerita.Rasanya waktu terus meneror kesendiriannya. Seolah masa inginkan ada kehidupan kedua yang harus ia jalani setelah kehidupan menyakitkan telah ia berikan untuk Kania di masa lalu.Tok! Tok!“Masuk!”Hujan turun rintik-rintik di sore itu, membawa aroma tanah basah yang menusuk hidung. Di rumah peninggalan orang tua Gavin, bayangan masa lalu terasa begitu pekat. Ruang tamu yang dipenuhi perabotan mulai menuai menjadi saksi bisu kesepian seorang pria yang pernah melakukan kesalahan fatal di masa lalu. Seorang wanita yang ma

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 78

    Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai. Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya. Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email. Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer. Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 77

    "Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 76

    "Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status