“In, besok kamu mau jalan jam berapa? Besok aku sif siang. Kalau kamu jalannya pagi, nanti aku akan mengantarmu ke terminal!” serunya membuatku terharu memiliki sahabat yang baik dan peduli.“Pagi jam 9 Sin, biar enggak kesorean di jalan,” balasku.“Ya sudah, besok aku ke situ!” timpalnya cepat.Menjelang subuh, seperti biasa aku menjalankan tugasku sebagai ART hingga semua selesai tepat waktu. Tiba-tiba Tuan Mike sudah berdiri di belakangku, aku terlonjak saat dia berdehem.“Dira ...,” apa benar hari ini kamu mau berhenti kerja? Apa karena sikapku membuatmu buru-buru mau pergi dari sini?” cecarnya dengan tatapan yang serius seraya langkahnya semakin maju mendekatiku meskipun aku mundur beberapa langkah.Dengan sigap dan tak membuang-buang waktu, Tuan Mike langsung memelukku dengan erat hingga rasanya sulit untuk melepaskan tangan kekarnya. Aku terperangkap dalam dekapannya, bibirnya terus melancarkan aksinya menciumi wajah dan bibirku. Aku tak bisa berbuat apa-apa, tenagaku kalah jau
Wanita berjilbab itu sekarang merapikan dan memasukkan baju-bajunya ke dalam lemari. Sesaat dia duduk terdiam di pinggir dipan, netranya menatap ke langit-langit kamar dan termenung. Tiba-tiba ibunya sudah berdiri di ambang pintu kamarnya yang tidak ditutup. Lalu berdehem, sontak membuatnya kaget dan wajahnya menoleh ke sumber suara.“Ibu, ... bikin aku kaget saja!” serunya dengan senyum dan wajah yang pias.“Kamu kenapa melamun? Apa yang sedang kamu pikirkan, Nak? Oh, ya, dua minggu lalu, Revan datang ke sini memberikan surat cerai, memangnya apa yang terjadi sampai kalian memutuskan untuk bercerai? Apa tidak bisa dibicarakan baik-baik?!” cecar Ibu dengan sendu dan tangannya mengelus pundak putrinya.Air matanya menetes seketika, dadanya begitu sesak, tenggorokan seperti tercekat dan lidahnya kelu untuk mengutarakan semuanya. Kini wanita yang sekarang menyandang status janda itu menangis dipelukan sang Ibu, pelukan yang menghangatkan dan mendamaikan jiwanya. Selama ini dia tidak pern
Di kediaman Pak Gunadi HermawanRumah megah dengan tiga lantai bak Istana Raja Sulaiman, dengan halaman yang begitu luas dan mobil-mobil mewah berjejer memenuhi garasi, ada kolam renang di halaman belakang serta beberapa pegawai yang melayani mereka setiap hari.Beliau adalah pengusaha kelas kakap di bidang pertambangan. Lelaki paruh baya itu memiliki istri yang bernama Sukma Atmaja, wanita yang berparas cantik meskipun usianya mendekati setengah abad.Pagi hari saat mereka sedang sarapan, tiba-tiba ponsel Pak Gunadi berdering. Beliau lantas membukanya untuk melihat siapa yang pagi-pagi sudah meneleponnya. Saat dibuka ternyata dari Rumah Sakit.“Assalamualaikum, selamat pagi! Apa ini Bapak Gunadi Hermawan?”“Walaikumsalam, selamat pagi, iya, benar, saya sendiri.”“Ini, Pak, saya mau mengabarkan kalau hasil tes DNA Bapak sudah keluar! Bapak bisa datang sekarang untuk mengambilnya.”“Oke, terima kasih, ya!”“Iya, sama-sama, Pak!”Wanita yang duduk di depannya sedari tadi mendengarkan ob
“Selamat datang, anakku. Sekarang kamu akan tinggal di sini bersama kami, rumah ini milikmu!” sapa papihnya dengan sumringah seraya merentangkan kedua tangannya seakan mempersilakan kehadiran Indira.“Terima kasih,” jawabnya dengan senyum yang menyungging sambil dan menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat.“Kalau kamu perlu sesuatu langsung saja ngomong sama kami, tidak usah sungkan, ya!” serunya dengan tatapan yang bahagia.“Iya, sekali lagi terima kasih,” balasnya malu seraya tersenyum.“Jangan terima kasih terus, dong, ini sudah menjadi kewajiban kami untuk membahagiakan kamu. Apalagi sudah puluhan tahun kami tidak menunaikan kewajiban atas nafkah untukmu karena kita terpisah. Dan sekarang kita sudah dipertemukan lagi, makanya kami akan penuhi semua kewajiban yang sempat tertunda kepadamu,” isak Tuan Gunadi seraya mengusap air mata yang sempat jatuh.“Sudah, Pih, jangan nangis, harusnya sekarang kita bahagia sudah bertemu anak kita,” timpal Ibu Sukma seraya menggandeng
Malam hari di kediaman orang tua kandung IndiraDi meja makan sudah terhidang beraneka macam makanan dan hidangan penutup. Semua tersaji lengkap bagai di restoran bintang lima. Ini semua untuk menyambut kedatangan Ibu Mala dan Pak Galang selaku orang yang berjasa merawat dan membesarkan putrinya dengan tulus. Sopir pribadinya sudah meluncur ke panti untuk menjemput mereka.Setiap hari, setiap saat, anak kandung Tuan Gunadi ini selalu berucap syukur atas semua nikmat-Nya.Suara Ibu Mala dan Pak Galang_ orang tua angkat Indira sudah terdengar menggema di ruang tamu. Wanita yang kini tampil cantik dan anggun dengan mengenakan gamis berwarna pich senada dengan jilbabnya berjalan menghampiri mereka. Dan dia digandeng oleh papih dan mamihnya di samping.“Bu, Pak,” sapanya seraya mencium punggung tangannya dan memeluknya.“Nak, MasyaAllah ... kamu cantik banget, sampai Ibu dan Bapak hampir tidak mengenali kamu!” pujinya dengan ekspresi wajah yang kaget.“Ah, Ibu sama Bapak bisa aja, nih!
“Bu, sudah, ya, jangan bersedih lagi, aku janji akan mencari cucu Ibu sampai ketemu.”Ibu hanya diam, tak mau membalas ucapannya. Rindu yang sudah begitu mencapai puncaknya terhadap Manaf, tak dapat ia luapkan.“Bu, lebih baik Ibu istirahat saja! Ayo, aku antar Ibu ke kamar,” ajaknya seraya tangannya menggandeng pundak ibunya untuk ke kamarnya.“Nak, apa kamu mau pulang sekarang?” tanyanya dengan sendu dan kedua matanya sembab karena menangis.“Tidak, Bu, besok saja aku pulangnya sekalian berangkat kerja dari sini, lagian di sini masih ada bajuku buat ganti,” balasnya seraya menatap matanya penuh rasa iba.“Ya, sudah, Ibu istirahat dulu, ya!” ujarnya sambil merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk.“Iya, Bu. Aku keluar dulu, ya, mau cari angin di depan,” pamitnya pada Ibu sambil berjalan keluar.Revan duduk di bangku teras rumah ibunya sembari tangannya memainkan gadget. Lalu dia menelefon kekasih hatinya, tidak lama, suara dari seberang telefon terdengar. Suara perempuan dengan nada
“Nak, sini duduk di sebelah Mamih. Papihmu mau ngomong sesuatu!” Mamih duduk di sebelah Papih sambil menonton acara kuis di televisi.“Iya, Mih.” Aku berjalan mengikuti panggilannya kemudian duduk di sebelahnya.“Sayang ..., kamu kan, anak kami satu-satunya. Jadi ... Papih mau kamu yang urus perusahaan, ya!” Papih menatapku penuh harap dan dengan senyum yang hangat.“Tapi ..., aku belum mengerti soal perusahaan, Pih!” Pandanganku tertunduk ke lantai karena malu, merasa diri ini belum pantas dan bodoh.“Kamu tenang saja, soal itu Papih sudah pikirkan matang-matang.”Kami ngobrol panjang lebar sambil diselingi canda dan tawa ringan. Aku merasa senang mempunyai keluarga lengkap seperti yang ku impikan sejak kecil. Mereka mengharapkanku, sebagai anak tunggal bisa meneruskan perusahaannya. Papihku memang pebisnis handal, terbukti dengan banyaknya perusahaan yang berdiri di bawah naungannya. Salah satunya di bidang pertambangan dan properti. Diri ini merasa bingung dan ragu untuk menerima
“Aku maunya jadi ...,” Indira menjeda ucapannya dan membuat mereka serius mendengarnya. ” Cleaning Service,” lirihnya dengan wajah tertunduk takut mereka marah dan tidak terima keputusannya.“Apa ...!? Kamu jangan becanda, sayang, masa Cleaning Service?! Kan, masih banyak jabatan yang pantas buat kamu tempati,” mereka batuk karena tersedak makanan mendengar penuturan putrinya yang gak masuk akal dan mengagetkan.Mereka awalnya menolak dengan berbagai pertimbangan dan alasan yang diutarakan, tapi setelah mendengar penjelasan yang detail dan logis dari putrinya, bahwa demi untuk mengamankan perusahaan dari para koruptor dan juga ingin menilai etos kerja para karyawannya. Akhirnya mereka menerimanya dengan legowo.“Terus bagaimana kalau orang-orang di kantor tahu kalau kamu putri Papih? Nanti Papih bisa malu, Nak?” tanya Papih dengan perasaan bingung dan raut muka yang tegang menatap putrinya. Dirinya tidak mau sampai orang-orang kantor tahu kalau putrinya bekerja sebagai CS di kantorny