Share

Bab 6

Author: Nay Azzikra
last update Huling Na-update: 2023-12-20 13:30:34

Part 6

Aku bukan tipe orang yang cepat emosian. Meluapkan kekesalan dengan teriak-teriak. Bagiku, jika hal itu masih bisa diselesaikan dengan bicara baik-baik, maka tidak perlu adu mulut. Maka, kuputuskan untuk meredam kesal karena bagaimanapun sedang ada acara yang berlangsung untuk selamatan calon bayi.

Namun, tetap saja, hati rasanya tidak tenang. Apalagi, Mas Fahmi belum pulang sampai detik ini. Menunggu saat yang tepat dan sepi untuk berbicara empat mata dengan Dewi, rasanya susah sekali. Tamu datang silih berganti. Mereka umumnya teman Ibu yang mengembalikan sumbangan. Seperti itulah adat di tempat kami.

Kamar kututup rapat. Aku benar-benar sudah gelisah karena hampir zuhur, Mas Fahmi tidak kunjung datang. Tiba-tiba, terlintas dalam benak, kenapa aku tidak membawa Dewi masuk ke kamar saja. Lalu, kaki ini melangkah keluar mencari keberadaan Dewi. Kenapa dia, bukan Mbak Santi yang kucari? Karena usia kami seumuran. Aku merasa lebih leluasa jika berbicara dengan dia.

“Wi,” panggilku. Sebisa mungkin emosi dan gelisah ku redam. Namun, tetap saja suaraku bergetar karena apa yang kurasa di dalam dada.

“Ya, Mbak,” jawabnya sambil meletakkan baskom.

“Ikut aku sebentar ke kamar,” ajakku.

Dewi menurut. Aku langsung menutup pintu dan menguncinya begitu adik bungsu Mas Fahmi sudah ada di dalam kamar.

“Dimana Mas Fahmi? Kenapa sampai saat belum datang dan nomornya tidak aktif?” tanyaku menginterogasi. Napasku sudah naik turun.

“Aku tidak tahu, Mbak,” jawab Dewi.

“Wi, siapa yang membeli jajan-jajan yang dibawa kemari?” aku menatapnya tajam.

“Mbak Hanum ….”

“Aku sudah mendengar percakapan kalian tadi. Jawab yang jujur, Wi! Siapa yang membelikan Mas Fahmi jajan? Kamu tahu? Mas Fahmi meminta uang dariku untuk acara tujuh bulanan. Dia bilang Ibu yang akan mengurus semuanya. Tapi tadi kamu bilang kalau Mas Fahmi semalam tidak ada di rumah kalian?” Dewi terlihat pucat. Seperti menyesali perkataan yang disampaikannya saat di teras.

“Mbak, aku tidak tahu sama sekali. Maaf, Mbak, aku tidak tahu jika Mbak Hanum mendengarnya tadi,” kata Dewi ketakutan.

“Jika aku tidak mendengarnya, berarti kamu akan menyembunyikan hal ini? Atau, banyak hal lagi yang kalian sembunyikan, Wi?”

“Mbak, apa maksudnya?” tanya Dewi semakin ketakutan.

“Dewi, jawab jujur! Apa Mas Fahmi punya perempuan lain selain aku?” Aku langsung bertanya pada inti kecurigaan.

“Mbak Hanum bilang apa sih, Mbak? Mbak, Mbak Hanum istri Mas Fahmi bukan? Mbak Hanum yang dinikahi Mas Fahmi dan setelah menikah dengan Mbak Hanum, Mas Fahmi ada hal-hal aneh apa tidak? Mbak, jika Mbak Hanum ke rumahku, tidak ada apa-apa yang terjadi ‘kan? Maksudnya, apa Mbak menemui hal-hal yang aneh?” Meski terlihat ketakutan, Dewi bisa berkata lancar.

“Kalau begitu, dimana mas mu sekarang?”

“Aku tidak tahu, Mbak. Tadi bilang mau antar bahan.”

Aku terdiam sesaat.

“Mbak, tenangkan hati dan pikiran! Aku tahu, Mbak Hanum sedang emosi. Tapi, ini sedang ada acara besar. Tidak baik kalau Mbak Hanum marah-marah. Tentang makanan yang dibawa Mas Fahmi, aku juga tidak tahu dari mana. Nanti, aku akan mencari tahu. Kalau sudah tahu, aku pasti memberitahu Mbak Hanum. Mbak, kami semua menerima Mbak Hanum. Menyayangi Mbak Hanum, jadi tidak mungkin kami akan menyakiti Mbak … Sabar, ya? Kalau Mbak Hanum seperti ini, kasihan dedek bayinya. Dia sedang diselameti. Tenang, aku pasti bantu cari tahu ….” Dewi berjanji dan terdengar sungguh-sungguh. “Aku juga nanti akan marahi Mas Fahmi karena cepat datang kesini. Istirahat ya, Mbak! Aku akan keluar takut anakku menangis,” ujar Dewi sambil mengusap pelan punggungku.

Apa yang dikatakan Dewi ada benarnya juga. Aku harus tenang setidaknya sampai acara selesai.

Tak lama setelah Dewi keluar, Mas Fahmi datang dan masuk kamar. Diikuti adik bungsunya.

“Ini Mbak Hanum. Mas kemana saja sih? Ini acara penting. Mas malah pergi. Kasihan Mbak Hanum. Dah, temani dia di sini,” ujar Dewi kesal pada Mas Fahmi.

“Aku tadi antar kain. Tapi orangnya sedang keluar rumah jadi harus menunggu agak lama,”

“Ya sudah. Mas gak usah keluar. Di sini saja! Nanti malah disalahkan orang banyak,” ujar Dewi. Dia lalu pamit keluar.

“Mana uangnya kalau tadi antar kain?” tanyaku sudah tidak tahan.

“Ya Allah, Hanum! Uangnya tentu saja mau buat belanja lagi.”

“Setidaknya kamu dapat untung, ‘kan?”

“Buat beli bensin, Hanum. Bukankah sekarang kamu melarangku untuk jualan lagi? Jadi, aku tidak punya penghasilan lain.”

“Kalau kamu pergi buat mengantar dagangan, terus untungnya hanya cukup buat beli bensin, kenapa harus keluar? Meninggalkan acara penting untuk calon anak kita.” Aku terus mencecarnya.

“Hanum! Jika aku tidak mengantar pesanan yang cuma sedikit ini, dia akan lari pada pedagang lain. Aku harus mempertahankan pelangganku.” Entah benar atau salah yang dikatakan Mas Fahmi, tapi aku salut, dia bisa menjawab semua pertanyaanku meski terlihat sudah tersudutkan.

“Siapa yang belanja jajan yang dibawa kesini tadi? Bukan ibu kamu, ‘kan? Bukan juga saudara-saudara perempuan kamu. Lalu siapa? Kenapa kamu minta uang sama aku katanya mau dikasih ke ibu kamu nyatanya enggak?” Aku ingin berteriak, tapi sadar kalau banyak orang di luar. Terkadang, lantunan ayat suci yang dibacakan oleh hafidz Qur’an, sedikit meredakan emosi.

Bayiku menendang-nendang di dalam sana. Seolah tahu, ibunya sedang tidak baik-baik saja.

“Dan kenapa semalam kamu tidak pulang?” Belum dijawab pertanyaan yang tadi, Aku sudah bertanya lagi.

Mas Fahmi menunduk. Entah sedih, atau kesal. Aku sudah bersiap menunggu jawaban. Menanti sebuah kejujuran. Ah, apakah dia sudah jujur? Ataukah dia sedang berbohong? Apa aku saja yang terlalu sensitif?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • AKU HANYALAH SELIR   Season 2

    Tangis bayi membuatku membuka mata perlahan. Meski terasa berat, aku memaksakan diri untuk bangkit. “Aww,” pekikku saat menyadari perutku sakit. “Jangan bangun! Kamu habis dioperasi.” Sayup terdengar seseorang menjawab. Itu suara Bapak. Kepalaku pusing, bumi seakan berputar karena terkena gempa. Pikiran melayang seperti aku terbang di atas taman bunga. Aku berpikir apakah aku akan mati? Lalu aku kembali lupa. Saat terbangun lagi, keadaan sudah lebih baik. Ternyata apa yang kurasakan tadi hanyalah efek bius. “Mas Fahmi mana, Pak?” tanyaku saat melihat bapak duduk di samping ranjang. “Fahmi belum datang,” jawab bapak dengan mata berkaca-kaca. Aku hanya bisa menunduk sedih, ingat kalau sejak pertama kontraksi, Mas Fahmi tidak mendampingi. Selama menikah beberapa bulan dengannya, aku hanya didatangi ke rumah kontrakan berapa hari sekali saja. Sering menjalani kehamilan seorang diri tanpa ada suami yang mendampingi, membuatku merasa kalau pernikahan dengan Mas Fahmi tidak membuat ap

  • AKU HANYALAH SELIR   EKSTRA PART 3

    Part 45Pagi itu, Rahmi kembali sehabis membeli sayuran pada tukang sayur keliling. Wajahnya nampak kemarahan yang menyala-nyala.“Kamu kenapa?” tanya Herman saat istrinya sampai di rumah.“Orang-orang menggunjing Ema, Pak,” jawabnya.Herman yang berada di depan mesin jahit menghentikan aktivitas kerjanya. “Apa kita mengalah saja, menemui Fahmi ke rumahnya dan meminta pertanggungjawaban darinya?” ucapnya pelan. Ada rasa tidak ikhlas yang melanda hati saat mengucap kalimat demikian.Rahmi diam di tempat duduknya. “Tidak ada pilihan lain, Pak. Kita tidak bisa membiarkan Ema menanggung semuanya sendiri. Bagaimanapun, anak yang dikandungnya butuh seorang ayah,” katanya seolah setuju dengan apa yang diusulkan oleh Herman.Ema sudah berkali-keli menghubungi Fahmi. Akan tetapi, pria itu sama

  • AKU HANYALAH SELIR   EKSTRA PART 2

    Part 44Plak!Sebuah tamparan keras mengenai pipi Ema saat ia baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu. Tubuhnya terhuyung hampir jatuh. Untung saja satu tangannya dengan sigap memegang tembok sebagai tempat bertumpu. Satu tangan yang lain memegang pipi yang terasa panas.“Dari mana saja kamu, anak nakal?” tanya ayahnya dengan wajah yang merah padam penuh kemarahan.“Ema, apa yang kamu lakukan berhari-hari ini? Kemana kamu pergi?” tanya ibunya tidak sedikitpun berminat menolong anak perempuannya yang terlihat kesakitan menahan tangis.“Kalau aku pergi, apa kalian akan peduli?” Alih-alih menjawab pertanyaan dari orang tuanya, Ema malah balik bertanya dengan suara yang sedikit tinggi. Pertanyaan yang seolah menyudutkan orang tua yang sedari dulu tidak pernah menyetujui hubungannya dengan Fahmi.“Kalau beg

  • AKU HANYALAH SELIR   ESTRA PART 1

    Part 43 (Ekstra Part 1)POV HANUMTidak mudah menjalani hari setelah bercerai dengan Mas Fahmi. Kenangan indah, kenangan buruk, datang silih berganti menorehkan sejuta luka. Aku selalu mengatakan pada saudara-saudaraku jika hati ini bahagia dan lega dengan keputusan yang telah kuambil.Namun, tentu saja aku berbohong.Hati wanita mana yang tidak sakit bila harus mengalami kenyataan pahit menjadi seorang selir? Ibarat sebuah sayatan pisau di tubuh yang menancap dalam, tentu saja tidak bisa sembuh dengan seketika. Butuh waktu yang lama, butuh obat yang banyak untuk bisa sembuh, meski setelahnya tetap saja menorehkan bekas.Bak sebuah sayatan tadi, ketika sembuh tetap ada bekas lukanya bukan?Cinta tidak akan hilang begitu saja dalam sekejap, meski orang yang kita cintai telah berbuat hal yang menyakitkan.Perceraian tentu juga

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 42

    Part 42 (ENDING)Wahyu dan adik-adiknya pulang dengan tangan kosong. Sejak naik mobil dari rumah Hanum, mereka saling diam."Berarti, sudah tidak ada harapan kah bagi mereka untuk bersama? Rasanya aku sangat tidak rela jika Mbak Hanum keluar dari anggota keluarga kita," ujar Dewi memecah keheningan.Santi yang duduk di samping Wahyu, hanya menatap pepohonan di luar yang sekarang berjalan melewatinya."Ya mau bagaimana lagi, Hanum sudah tidak mau bersama kembali dengan Fahmi," sahut Wahyu pasrah."Padahal, Mas Fahmi sedikit terangkat harga dirinya karena menikah dengan Mbak Hanum. Aku seperti tidak rela jika posisi Mbak Hanum digantikan oleh Mbak Ema," kata Dewi lagi.Semua kembali terdiam karena larut dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang mau jika Hanum bercerai dengan Fahmi. Namun, bagaimanapun juga, lelaki

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 41

    Part 41Wahyu dan adik-adiknya pulang dengan tangan kosong. Sejak naik mobil dari rumah Hanum, mereka saling diam."Berarti, sudah tidak ada harapan kah bagi mereka untuk bersama? Rasanya aku sangat tidak rela jika Mbak Hanum keluar dari anggota keluarga kita," ujar Dewi memecah keheningan.Santi yang duduk di samping Wahyu, hanya menatap pepohonan di luar yang sekarang berjalan melewatinya."Ya mau bagaimana lagi, Hanum sudah tidak mau bersama kembali dengan Fahmi," sahut Wahyu pasrah."Padahal, Mas Fahmi sedikit terangkat harga dirinya karena menikah dengan Mbak Hanum. Aku seperti tidak rela jika posisi Mbak Hanum digantikan oleh Mbak Ema," kata Dewi lagi.Semua kembali terdiam karena larut dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang mau jika Hanum bercerai dengan Fahmi. Namun, bagaimanapun juga, lelaki itu telah bersalah. Siapapun yang berad

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 40

    Part 40 Satu hari menjelang sidang, Hanum yang sudah mulai berangkat bekerjadan hendak pulang--didatangi Fahmi. Lelaki itu benar-benar tidak mau bercerai darinya. “Kasihan Abhi, Hanum. Pikirkanlah sekali lagi! Jangan egois hanya mengambil keputusan berdasarkan dengan pandangan kamu dan juga saudara-saudaramu saja. Siapapun anaknya, dia pasti ingin ayah dan ibunya bersatu. Apa yang akan kamu jelaskan kelak jika Abhi dewasa, Hanum? Apa kamu ingin dia mentalahkan kamu karena menceraikan ayahnya?” tanya Fahmi yang masih duduk di atas kendaraan. “Pikirkan sekali lagi, Bunda! Jangan gegabah,” katanya lagi. Dahi Hanum mengernyit. ‘Bunda?’ Begitu pertanyaan yang terlintas dalam pikirannya. Selama ini, Fahmi tidak pernah memanggilnya dengan panggilan yang spesial. Kali ini adalah kali pertama Hanum mendengar panggilang yang begitu manis. ‘Dia pikir aku akan luluh hanya karena dipanggil seperti itu?’ kata Hanum dalam hati. “Apa yang akan terjadi di masa depan, itu adalah urusanku, Mas. Ak

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 39

    Ema masih tetap bertahan dalam beberapa hari di rumah Fahmi, meskipun mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. Hanya ibu Fahmi yang sesekali masih menawarinya makan. "Aku tidak nafsu makan, Bu," jawab Ema selalu menolak. Siang itu, sudah seminggu lebih Ema berada di rumah Fahmi. Berkali-kali kepala sekolahnya menelpon menanyakan keberadaan nya mengapa tidak berangkat. "Saya sedang ada masalah, Bu. Izinkan saya menyelesaikan masalah ini. Setelah selesai, saya pasti akan ke sekolah dan bercerita sama Ibu. Maaf jika saya tidak bisa bercerita sekarang," kata Ema melalui sambungan telepon. Siang itu, Ema menemui Santi di rumahnya. Tatapan tidak suka langsung diarahkan padanya begitu ia masuk. "Ema, kenapa kamu kesini? Warga sudah banyak yang bergosip tentang kamu, Ema. Aku mohon, pulanglah! Jika kamu mau menyelesaikan masalah ini, maka cukup sama Fahmi. Jangan libatkan kami! Kami sudah cukup pusing dengan banyak sekali akibat yang ditimbulkan dari perbuatan kalian. Maka, tolong,

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 38

    AHS 38Ema terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Berhari-hari tidak ada makanan yang bisa masuk ke perut. Setiap kali memaksa makan, maka ia akan memuntahkannya."Kamu hamil?" tanya ibunya. "Jawab saja dengan jujur, Ema!" tekan sang ibu lagi saat masuk ke kamar putrinya.Ema hanya menangis dari balik selimut yang menutup tubuh."Bukankah dia sudah menikah, Ema? Dia menikah dengan orang lain dan kamu sekarang hamil?" Kesal, ibunya sedikit meninggikan nada suara. Meski masih dalam batas yang wajar karena tidak mau jika terdengar keributan oleh para tetangga.Isakan Ema semakin jelas terdengar."Jika dulu Ibu tidak melarangku, maka aku tidak akan mengalami semua ini. Jika saja Ibu dan Bapak mengakui pernikahan kami, aku pasti yang menjadi istri dah Mas Fahmi," kata Ema lirih."Kenapa kamu mau dimad

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status