AKU HANYALAH SELIR

AKU HANYALAH SELIR

By:  Nay Azzikra  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings
46Chapters
10.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Hanum, sosok alim dan lugu yang harus mengalami nasib yang sangat tragis. Ia mengira telah menikah dengan lelaki yang alim pula dan bisa dijadikan imam dalam hidup. Akan tetapi, sebuah pesan dari nomer misterius membuat dunianya runtuh. Dalam pesan itu tertulis ucapan terima kasih karena telah menjaga suami dari Si Pengirim pesan. Sejak saat itu, kecurigaan Hanum mulai muncul. Diangkat dari kisah nyata, Aku Hanyalah Selir ditulis dengan nama tokoh yang disamarkan.

View More
AKU HANYALAH SELIR Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Handyz Irawan
karya author ini memang bagus2
2024-03-30 23:12:50
0
user avatar
Fatma Ika
sangat menarik dan gregetan sama fahmi
2024-03-11 20:45:27
0
user avatar
Sarpah Alwiyah
aku suka bacanya ......
2024-01-19 15:44:25
0
46 Chapters
Bab 1
Part 1Tahun 2011, menjadi sejarah yang membahagiakan dalam hidupku. Bagaimana tidak? Aku telah dipersunting oleh lelaki yang sangat kucintai dan juga mencintaiku. Dia yang kupilih sendiri untuk menjadi imam untuk menuju jannah-Nya. Dia yang kuharapkan akan menapaki mahligai rumah tangga yang indah hingga maut memisahkan kami.Lelaki yang sangat baik dan perhatian. Aku beruntung memilikinya, meski ia hanya seorang guru di sebuah sekolah SMP swasta, sementara aku sudah diangkat menjadi PNS di sebuah rumah sakit. Pernikahan bukanlah tentang sebuah pekerjaan dan status sosial. Namun, lebih dari itu, kami memiliki komitmen untuk saling melengkapi satu sama lain.Aku sangat mencintaimu, Mas Fahmi ….Meski kamu memiliki masa lalu dengan banyak wanita, tapi itu hanyalah masa lalu. Nyatanya, akulah pemenangnya. Aku berhasil mendapatkanmu dan menjadi tulang rusukmu di atas hubungan yang sah dan insya Allah diridhoi Allah.Dari sekian banyak perempuan di masa lalunya itu, aku tahu, ada satu na
Read more
Bab 2
Part 2Aku tidak berani menanyakan perihal pesan misterius itu pada Mas Fahmi. Karena saat ini, ia masih terbaring lemas.“Jangan pernah percaya terhadap orang luar yang tidak kamu kenal,” pesan dari Ibu selalu terngiang kala aku menemui sebuah permasalahan yang berkaitan dengan hal itu.Maka aku memutuskan untuk berpikiran positif saja.Setelah sembuh, seperti biasanya, Mas Fahmi selalu menggunakan waktu seharinya pada hari Jumat untuk berdagang. Ia akan pulang setelah hari Sabtu.Di usia pernikahan yang ke empat bulan, aku dinyatakan positif hamil. Betapa bahagianya hati ini. Juga Mas Fahmi yang memang melarangku untuk menggunakan alat kontrasepsi.“Aku mau ziarah besok dua hari, ya? Aku pulang hari Minggu. Ini sebagai wujud rasa syukur kapada Allah. Aku akan berziarah ke makam-makam ulama yang memperjuangkan Islam. Kamu bisa pulang ke rumah ibumu. Aku akan berdoa semoga kamu diberi kesehatan selama mengandung anak kita,” ucap Mas Fahmi setelah luapan kebahagiaan kami reda.Bibir in
Read more
Bab 3
Part 3Aku menatapnya curiga. Karena apa yang disampaikan barusan benar-benar bertolak belakang dengan kondisi Mas Fahmi?“Mau bersih-bersih badan? Kamu kelihatannya sudah mandi. Sudah wangi. Aku malah belum,” kataku dengan pandangan menyelidik.Mas Fahmi langsung tersenyum lalu memukul dahi. “Aku mau bersih-bersih rumah maksudnya. Lupa malah bilang mau bersih-bersih badan. Aku sudah mandi tadi di Masjid. Rasanya lelah dan penat keliling makam untuk berziarah,” ucapnya meralat, tapi aku justru bertambah curiga.Tubuhku masih berdiri mengamatinya yang tersenyum dan mencoba meyakinkan. Entah apa yang sedang diyakinkannya padaku. Tapi, hati ini merasa begitu.“Kamu kenapa? Apa ada yang salah dengan aku? Ayo, kita masuk rumah. Kandungan kamu baik-baik saja, ‘kan?” ajaknya sambil merangkul pundakku.“Kamu mandi dimana?”“Aku tadi sudah bilang bukan? Aku mandi di masjid. Menginap di sana juga. Karena aku sampai di kota sebelah sudah malam.”“Kenapa gak langsung pulang kalau sudah sampai kot
Read more
Bab 4
Part 4Begitulah seterusnya. Mas Fahmi selalu marah saat aku menanyakan perihal Ema. Bukan tanpa sebab. Bukan sebuah tuduhan yang aku buat secara membabi buta. Akan tetapi, semua memiliki dasar yang sangat kuat. Pesan yang dikirim dari nomor yang tidak kukenal, seakan masih menghantui pikiran ini. Bahkan meski kejadian itu sudah beberapa bulan berlalu, dan Mas Fahmi nyatanya ada setiap hari untukku. Hanya hari Jumat saja dia pergi, dan pulangnya pun pasti membawa uang. Pernah sekali waktu aku memeriksa ponsel Mas Fahmi, tapi nomor tersebut tidak ada dalam daftar kontaknya. Hendak memeriksa foto? Ponselnya bukan ponsel canggih seperti saat ini yang memiliki fitur kamera.“Kamu gak mau ganti hape, Mas?” Pernah aku bertanya demikian. Karena tidak ingin dikira aku tidak peduli padanya.“Buat apa? Aku sudah melihat kamu setiap hari. Aku bersama kamu terus. Jadi, tidak perlu ponsel cantik. Cukup kamu saja yang tercantik di hati ini,” godanya sambil mencolek daguku.“Ya, buat foto-foto kala
Read more
Bab 5
Part 5Usia kandunganku sudah menginjak tujuh bulan sekarang. Sesuai adat orang Jawa, akan diadakan tasyakuran mitoni. Keluarga Mas Fahmi yang mengurus semuanya. Namun, acara akan dilangsungkan di rumah ibuku. Jika di rumah kontrakan kami jelas tidak akan cukup. Karena tempatnya sangat sempit.Setelah perdebatan ku dengan Mas Fahmi tempo hari, aku tidak menemukan kejadian yang membuat curiga. Saat ke rumah keluarganya, semua bersikap biasa saja. Ia empat bersaudara. Kakak pertamanya Mas Wahyu. Kedua Mbak Santi, Mas Fahmi nomer tiga dan terakhir Dewi yang seumuran denganku dan sudah menikah serta memiliki anak. Aku lebih sering bertemu dengan saudara perempuannya.“Nduk, apa tidak sebaiknya kamu pulang kesini saja? Kandunganmu sudah besar itu lho. Lagipula, kamu ini ‘kan kerjanya lebih dekat kalau dari rumah Ibu,” ucap Ibu saat aku mampir ke rumah ketika pulang kerja.“Tidak, Bu. Aku gak mau ngerepotin Ibu,” tolakku halus. Karena yang sebenarnya adalah Mas Fahmi tidak mau jika tinggal
Read more
Bab 6
Part 6Aku bukan tipe orang yang cepat emosian. Meluapkan kekesalan dengan teriak-teriak. Bagiku, jika hal itu masih bisa diselesaikan dengan bicara baik-baik, maka tidak perlu adu mulut. Maka, kuputuskan untuk meredam kesal karena bagaimanapun sedang ada acara yang berlangsung untuk selamatan calon bayi.Namun, tetap saja, hati rasanya tidak tenang. Apalagi, Mas Fahmi belum pulang sampai detik ini. Menunggu saat yang tepat dan sepi untuk berbicara empat mata dengan Dewi, rasanya susah sekali. Tamu datang silih berganti. Mereka umumnya teman Ibu yang mengembalikan sumbangan. Seperti itulah adat di tempat kami.Kamar kututup rapat. Aku benar-benar sudah gelisah karena hampir zuhur, Mas Fahmi tidak kunjung datang. Tiba-tiba, terlintas dalam benak, kenapa aku tidak membawa Dewi masuk ke kamar saja. Lalu, kaki ini melangkah keluar mencari keberadaan Dewi. Kenapa dia, bukan Mbak Santi yang kucari? Karena usia kami seumuran. Aku merasa lebih leluasa jika berbicara dengan dia.“Wi,” panggilk
Read more
Bab 7
Part 7 “Hanum, jangan membatasi gerakku, tolong! Aku ini lelaki. Apakah setiap usahaku untuk mencari rezeki harus aku ceritakan sama kamu? Aku malu, Hanum. Aku malu sampai meminta uang pada kamu untuk acara mitoni ini. Makanya, semalam aku berusaha mencari bantuan kemanapun. Mencari usaha baru pada teman-teman. Aku hanya bisa menggunakan waktu malam tadi karena kamu sudah mengijinkan aku untuk keluar. Kamu mau tahu aku dimana? Baiklah. Aku akan menelpon temanku. Kamu bicara sama dia, ya? Kamu tanya semalam aku ada dimana.”Mas Fahmi mengeluarkan ponsel dan menelpon seseorang. Aku masih belum melarangnya. Aku ingin tahu, apa dia berkata jujur tentang keberadaannya tadi malam.Telepon tersambung. Mas Fahmi berbicara pada orang yang ditelpon. “Tolong katakana pada istriku, Hanum, kalua semalam aku ke rumahmu untuk membahas bisnis baru,” katanya lalu menyerahkan ponsel padauk.Aku langsung menerimanya dan orang itu menjelaskan jika Mas Fahmi semalam ada di sana. Bersama orang itu juga is
Read more
Bab 8
Part 8Tanpa terasa tangan ini meremas benda pribadi milik perempuan yang aku pegang. Kulihat Mas Fahmi sudah tertidur pulas. Aku meletakkan dengan hati-hati, bra dan juga celana dalam di atas bantal guling. Harapanku, saat bangun nanti Mas Fahmi kaget dan mengetahui jika benda-benda itu sudah ketemu oleh aku. Setelahnya, aku memilih tidur di kamar lain yang masih kosong. Tidak lupa, sebelum tidur, aku membaca Surah Yusuf. Selama hamil, setiap malamnya aku membaca surah Yusuf dan Surah Maryam secara bergantian. Setelah membaca Al-Quran, hati terasa lebih tenang. Sejenak aku memandangi tembok yang ada di hadapan. "Ya Allah, jika memang aku salah, tunjukkan kesalahanku. Jika memang aku benar, maka tunjukkanlah kesalahan suamiku. Aku tidak ingin terus hidup dalam kecurigaan ini," ujarku lirih. Dulu, aku bukan orang yang mudah emosi. Namun, sejak hal-hal yang berhubungan dengan Mas Fahmi terasa janggal, aku jadi lebih sensitif. Apa karena aku sedang hamil? Meski lelah melanda, sulit
Read more
Bab 9
Part 9“Kamu mau makan apa?” tanya Mas Fahmi berbisik.Aku hanya diam saja enggan menanggapi.“Hanum,” panggilnya lirih.“Aku mau sendiri. Tolong tinggalkan aku,” jawabku lirih.“Kamu kenapa?” bisiknya mesra di telinga. Jika tidak dalam keadaan marah, tentu saja aku akan tergoda."Ada apa sebenarnya, Hanum?" tanya ibuku yang tiba-tiba masuk ke ruang dimana aku dirawat.Kata dokter, setidaknya aku harus dirawat paling tidak semalam. Untuk mengobservasi keadaan."Hanum terlalu lelah dan banyak pikiran sepertinya," jawab Mas Fahmi yang langsung berdiri. "Ibu mau ambil makanan yang ketinggalan di motor dulu, ya?" kata Ibu kemudian. Kami berdua kembali di ruangan yang hanya berisi pasien aku seorang saja. "Pergilah, Mas! Aku sama Ibu. Barangkali kamu sudah ada yang menunggu di tempat lain. Aku tidak mau membatasi gerakmu sekarang," kataku sambil menitikkan air mata."Hanum, kamu bicara apa? Dokter sudah bilang jangan banyak pikiran! Kamu terlalu stress dan terbebani dengan prasangka kam
Read more
Bab 10
Part 10 Saat mendengar langkah kaki mendekat, aku pura-pura tidur. Namun, sesekali mengamati gerak-gerik Mas Fahmi dengan membuka kelopak sedikit. Saat ini, aku merasa buntu sekali untuk mencari tahu yang sebenarnya terjadi. Namun, mengingat kondisi yang sedang hamil dan ada bayi yang harus kujaga, maka memilih berpikir positif saja. Bukan karena bodoh, bukan karena lemah, tapi, keselamatan bayi yang tengah ku kandung yang menjadi alasan. 'Mas Fahmi tidak punya selingkuhan! Mas Fahmi suami yang bertanggung jawab. Mas Fahmi adalah calon ayah yang baik.' Hatiku terus menekan kalimat itu. Kalaupun itu terjadi, maka aku akan tetap bertahan. Untuk anakku. Jika benar mereka selingkuh, Ema hanyalah pacar di masa lalu. Ia tidak boleh memiliki suamiku. * Malam itu, aku mendekati Dewi yang tengah bersantai duduk di teras samping rumah. Dia tersenyum saat aku duduk di sampingnya. "Sudah baikan, Mbak?" tanyanya. "Sudah, Alhamdulillah. Anakmu sudah tidur?" "Sudah, Mbak ...." Aku d
Read more
DMCA.com Protection Status