Share

BAB 2

“Nabila! Bagaimana caranya aku bisa memaafkanmu dan melanjutkan pernikahan kita apabila ada sesuatu yang disembunyikan di dalam pernikahan kita”.

“Mas, tapi aku takut berdosa apabila melanggar janjiku dengan Nadia.”

“Ada beberapa janji yang secara hukum boleh untuk dilanggar diantara nya adalah berjanji untuk melakukan maksiat atau dosa, coba kamu renungkan apakah janjimu kepada Nadia termasuk janji yang boleh dilanggar?”

“Baiklah Mas aku akan menceritakannya kepadamu karena aku menilai akan banyak mudharat nya apabila aku menyembunyikan ini darimu, tapi aku mohon mas tidak marah dan tidak semakin membenciku karena hal ini, dan semoga Allah SWT mengampuniku.”

“Baiklah, aku akan berusaha sebaik mungkin supaya Allah SWT memberiku kekuatan untuk bersikap bijaksana menyikapi setiap permasalahan.”

“Jadi ketika aku menolak untuk melepaskanmu kemudian Nadia mengancam akan mengakhiri hidupnya dan menggugurkan Bayi yang ada dalam kandungannya.”

“Ba..ba..yi?! Apa maksud kamu Bil??”

“Iya mas, Nadia saat itu sedang hamil dan usia kandungannya sudah empat bulan.”

“Nadia Hamil? Siapa ayah dari Bayi itu? Kenapa kamu tidak menceritaan hal sepenting ini kepadaku?!”

“Maafkan aku mas, aku dibutakan oleh cinta waktu itu, aku tidak sanggup apabila harus melepaskanmu, selain itu aku tidak sanggup menahan malu dan aib apabila batal menikah, undangan sudah beredar dan pernikahan tinggal satu hari lagi, ibu punya penyakit jantung aku khawatir batalnya pernikahan kita akan membahayakan kesehatan ibu mas, maafkan aku mas…hik..hik...”

Airmata Nabila yang sudah ditahan akhirnya tak terbendung juga, Reihan memeluk Nabila dan mengusap punggung istrinya yang akhir-akhir ini terasa semakin tipis.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan sayang, waktu itu kamu pasti dalam posisi yang sulit.”

“Nadia mengatakan kalau ayah dari anak yang ada dalam kandungan nya adalah kamu mas, maafkan aku mas seharusnya aku melepaskanmu saat itu.”

“Tidak mungkin, Aku dan Nadia tidak pernah melakukan hubungan suami istri bagaimana mungkin itu adalah anakku? Bagaimana situasi bisa serumit ini.”

Reihan menjadi semakin bingung dengan situasi yang mereka alami.

“Tapi saat itu aku tidak melihat tanda-tanda kalau dia berbohong, Mas”

“Baiklah kita abaikan sementara, dalam waktu dekat aku harus menemui Nadia untuk meminta penjelasan darinya, sekarang kita kembali ke cerita tadi, apa yang kemudian terjadi sehingga akhirnya Nadia membatalkan untuk mengakhiri hidupnya dan bayi dalam kandungannya?”

“Aku mengatakan padanya aku kan melakukan apapun yang Nadia minta asalkan jangan menyuruhku membatalkan pernikahan dan jangan mengakhiri hidupnya dan Bayinya.”

“Kemudian apa yang dia minta?!”

“Nadia kemudian memintaku untuk menunda memiliki anak sebelum dia menikah, dan aku menyetujuinya, maafkan aku mas saat itu aku tidak bisa berfikir jernih, aku tidak sanggup membayangkan Nadia mengakhiri hidupnya, bagaimanapun Nadia adalah orang yang banyak membantuku dan keluargaku saat kami dalam kesulitan, dia pernah menyelamatkan ayah ketika ayah dituduh membawa uang kantor, Nadia yang menutup semuanya.”

“Iya sayang aku memahami semuanya, maafkan aku, aku yang salah, aku yang terlalu bodoh memahami perhatian Nadia selama ini. Aku terlambat menyadari kalau sikapku ternyata disalah artikan oleh Nadia.”

“Mas, seandainya waktu bisa diputar dan saat itu mas tau kalau Nadia memiliki perasaan yang sedalam itu apakah Mas akan tetap memilihku atau memilih Nadia?”

“Sayang, apa yang kamu katakan, kita dilarang berandai-andai karena itu berasal dari syaitan, yang jelas sejak pertama kali aku melihatmu aku langsung tertarik padamu dan tidak bisa mengalihkan perhatianku padamu.”

Nabila dan Reihan saling berpelukan dengan erat.

*****

“Ya Tuhan, dimana engkau saat aku membutuhkanmu, aku sudah tidak tahan lagi Ya Tuhan!”.

Nadia merebahkan tubuhnya diatas sofa didepan TV.

“Mom, mami sudah pulang?”.

Bella tiba-tiba sudah datang memeluk Nadia dari belakang dan menciumi pipinya kanan kiri.

“ Iya sudah nak sini duduk disebelah mami”

“Mami kenapa pipi nya bengkak, terbentur apa lagi kali ini ma?”

“Bella, Sudah pulang nak, katanya tadi pamitan mau ke rumah temanmu?”.

Nadia buru – buru mengusap air mata yang menetes dipipi dan membuat intonasi suara seceria mungkin dihadapan anak sulungnya itu.

“Sudah mi, sebentar aja kok mi ngumpulin tugas aja td diantar Pak Amin, terus pulang”.

“Mau coklat panas nak, mami buatin?!”.

“Enggak mi, ini aja punya mami aku habiskan yaa?!”.

Kuacak lembut rambut anak gadisku itu dan kukecup di puncak kepalanya.

“Kebiasaan yaa kamu nyerobot minum nya mami”.

“Mom, Mami belum Jawab pertanyaan Bella, kenapa pipi mama bengkak, Mami berantem lagi sama Pipo?!”.

Bella ini meskipun umurnya masih belum genap sepuluh tahun namun pemikiran nya seperti orang dewasa.

“Enggak nak, kami baik-baik saja kok”

“Mami nggak usah menyembunyikan sesuatu dari Bella, Bella tau Mami pasti tadi di pukul sama Pipo, pipi Mami masih biru, bibir Mami bengkak!”.

Wajahku pucat mendengar bela menjawab dengan tepat apa yang telah terjadi padaku.

“Bella, Mami tidak apa-apa, jangan khawatirkan Mami yaa anak, mami juga barusan pulang dari rumah sakit, luka nya sudah di periksa dokter, sebaiknya kamu fokus pada belajar kamu, sebentar lagi ujian kan?!”.

“Mami nggak usah khawatirkan Bella, nggak usah belajar juga Bella pasti dapat nilai bagus, sekarang saatnya Mami yang harus dikhawatirkan, Bella nggak mau melihat Mami selalu disakiti dan dipukul sama Pipo. Kali ini Mami harus nurut sama Bella, Mami harus ke Rumah sakit, Bella mau mami di visum!”.

Nadia tertegun dengan pemikiran Bella, memang anak yang cerdas. Bella selalu mendapatkan peringkat pertama di kelasnya. Meskipun tidak ada rangking tertulis diraport siswa, namun setiap penerimaan raport Ibu Guru nya selalu bilang bahwa nilai Bella diatas rata-rata dan tertinggi di kelas dibandingkan teman-temannya yang lain.

“Bella, buat apa minta visum nak?! Mami fine tidak masalah, melihat kalian tumbuh baik dan bahagia Mami juga ikut bahagia, Nak”.

“Mom, cukup Mami berkorban buat kita, pokok nya Bella mau Mami di visum, Pipo harus berhenti menyakiti Mami, kalau tidak Bella yang akan melaporkan Pipo ke Polisi”.

“Bella! Kamu tidak seharusnya bersikap seperti ini nak, Pipo adalah ayahmu, kamu tidak mau kan melihat Pipo mendekam dalam penjara”.

Kupeluk anak sulungku itu dan kubelai rambut nya yang panjang sebahu dan dibiarkannya terurai. Dia menangis terisak di pelukan ku dan memelukku sangat erat.

“Tapi Bella lebih tidak mau kehilangan Mami, Mami nggak boleh meninggal, Bella sayang Mami”.

Bella semakin mengeratkan pelukannya dan berbicara sambil terisak-isak.

“Mami pasti akan meninggal nak, semua manusia dimuka bumi ini pasti akan meninggal, tapi semoga tidak sekarang, Mami akan berdoa sama Allah SWT semoga Mami diberikan umur panjang sehingga bisa merawat kalian sampai dewasa, berkeluarga dan mempunyai anak cucu”.

“Tapi kalau Pipo selalu memukul Mami, Mami bisa meninggal Mom, pokok nya Mami harus melakukan visum”.

Entah darimana anak ini tau kalau korban kekerasan harus di visum dan kemudian dilaporkan ke Polisi.

“Kamu tau darimana Nak, masalah visum?”.

“Dari teman Bella Mom, kemaren teman Bella ada yang ibunya meninggal karena dipukul ayahnya terus ibu nya divisum dan sekarang ayahnya masuk penjara Mom,, Bella nggak mau Mami meninggal,, biar saja Pipo masuk penjara asalkan Mami tidak meninggal”.

Pernyataan Bella polos murni khas anak-anak, membuat Nadia semakin sedih dan kecewa dengan Pram.

“Oh begitu, baiklah kalau terjadi lagi mami akan minta dilakukan visum, semoga kejadian ini adalah terakhir kalinya Pipo berbuat kasar sama Mami”.

“Benar Mom?! Mami harus berjanji sama Bella, Mami nggak boleh bohong yaa?!”.

Bella menunjukkan jari kelingking nya dan kemudian menautkan kelingking nya dengan kelingking Nadia.

“Janji yaa Mom!”.

“Iya, Mami janji”.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status