Share

Chapter 4| Kiriman Makanan

Sharena tidak ingin terbiasa dengan apa yang ia lakukan di lapas. Takut lama-lama dia jadi betah dan melupakan tekad kuat untuk keluar dari sana. Hanya saja jujur, dia cukup beruntung karena dipertemukan dengan orang-orang baik yang tak menindasnya. Teman satu sel Sharena justru memberi banyak saran dan mengungkapkan hal-hal yang pada akhirnya membuka pikiran Sharena. Sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya kini mulai ia pertimbangkan dengan serius.

"Sharena, ada tamu untukmu," kata seorang sipir sambil membuka pintu sel.

Sharena bergegas pergi, ia mengira bahwa tamu yang datang adalah May dan Ratmi. Akan Sharena ceritakan semua kecurigaannya kepada dua wanita itu. Begitu tiba di ruang pertemuan, Sharena kebingungan karena orang yang ia cari tidak ada di sana.

"Mana orang yang mau bertemu sama saya, Bu?" tanya Sharena.

"Eh, tadi dia duduk di situ!" tunjuk bu sipir.

Sharena mendekati meja yang ditunjuk sang sipir, ia menemukan kotak bekal dan sepucuk surat di atasnya.

"Makanan sehat ini enak dan tidak akan menambah berat badan dengan cepat. Semoga kamu suka."

Isi sepucuk surat itu setelah Sharena baca. Kening gadis itu mengerut, pikirannya terbang mencari kandidat paling pas untuk dijadikan sang pengirim makanan ini. Karena tak kunjung menemukan orang itu, Sharena pun mengambil bekal makanannya dan dibawa ke dalam sel.

"Wah, beruntung banget Sharena ada yang ngirim makanan enak," kata salah satu teman satu selnya.

"Itu menu diet, enak dari mana. Sekali lihat juga tidak tampak menggiurkan," timpal yang lainnya.

Sementara Sharena masih bergeming memikirkan pengirim makanan itu. Mustahil May dan Ratmi, mereka tidak akan pergi tanpa menemui Sharena lebih dulu bukan?

"Siapa yang mengirim itu, Sha?"

"Aku juga tidak tahu Mbak, sipir tadi bilang bahwa yang mengirimnya laki-laki bernama Langit."

"Kamu tidak kenal nama itu?"

"Sepertinya tidak."

"Penggemarmu mungkin, Sha."

"Jangan dimakan Sha, siapa tahu ada racunnya. Bagaimana kalau makanan itu kiriman dari orang yang menjebak kamu?" ungkap yang lain membuat Sharena parno.

Dia yang semula hendak memakan bekal itu langsung mengurungkan niatnya. Saat sedang berpikir, seekor kucing melintas di depan sel mereka. Teman sekamar Sharena menangkapnya lalu disimpan di depan Sharena.

"Coba berikan pada kucing ini, kita akan tahu makanan itu aman atau tidak setelah dicoba si kucing."

"Tapi Mbak, kasihan kucingnya nanti mati kalau benar ada racunnya."

"Terus kamu lebih memilih kamu yang mati, begitu?"

"Enggak usah dicoba deh, buang aja kali ya?" tanya Sharena.

"Enggak ada salahnya buat ngasih ke kucing itu biar nanti kalau beneran ada racunnya kamu bisa perkarakan dan mengusut masalah ini. Siapa tahu benar-benar ada kaitannya dengan kasusmu."

"Ah, benar juga ya Mbak."

Sharena memberikan beberapa potong salmon dan salad pendampingnya pada kucing itu. Dimakan dengan lahap dan setelah sepuluh menit berlalu tidak ada tanda-tanda kucing itu keracunan. Dia tetap sehat dan malah ingin memakan sisa makanan yang ada dalam kotak bekal. Sharena bergegas mengamankannya.

"Aman, berarti makanan itu benar-benar dari penggemarmu, Sha. Lihatlah, tidak semua orang di luar sana menghujatmu. Masih ada yang peduli dan mau memperhatikanmu walaupun kamu dipenjara. Jadi teruslah berjuang sampai kebenaran terungkap."

Sharena menarik kedua sudut bibirnya, "Terima kasih ya, Mbak, atas dukungannya. Padahal Mbak belum tahu bahwa aku benar atau salah tapi kalian semua tetap percaya padaku."

"Kami sudah bertemu banyak orang bermasalah di sini, Sharen. Saat mereka bicara entah mengapa kami akan mengetahui apa yang dikatakan orang-orang itu tulus atau tidak. Saat kami melihatmu untuk pertama kali, kamu selalu memancarkan sinar kejujuran dan itu membuat kami yakin bahwa kamu tidak seperti yang orang-orang tuduhkan."

Sharena tersenyum lagi, dia terharu, sedikit banyak ucapan orang-orang itu mengalirkan energi positif untuknya. Menekankan lagi dan lagi bahwa ini bukan saat yang tepat untuk Sharena menyerah. Ia akan terus menyuarakan pada dunia bahwa dirinya benar-benar tidak bersalah.

***

Hari-hari berikutnya kiriman makanan terus berdatangan tanpa henti setiap harinya. Bahkan terkadang kiriman itu bukan untuk satu orang saja tapi diperuntukkan bagi tahanan satu sel Sharena. Mereka begitu senang dan merasa amat dihargai kehadirannya. Setiap makanan yang datang akan disertai dengan sepucuk surat yang pada akhirnya Sharena kumpulkan untuk dijadikan koleksi. Dia tidak akan melupakan kebaikan sang pengirim makanan sampai kapan pun. Ia harap setelah keluar dari sana maka Sharena bisa bertemu dengan pria bernama Langit itu.

"Aku harap kamu menyukai semua makanan yang kukirim."

"Hari ini aku mengirim nasi dan sayur asem kesukaanmu. Lupakan sejenak masalah diet, yang penting kamu sehat."

"Makanan banyak ini bukan hanya untukmu. Beri teman-temanmu juga. Awas kalau kamu serakah!"

"Sebelum kamu keluar dari sana, aku tidak akan berhenti mengirimi makanan ini. Semangatlah, besok hari persidangan pertamamu, kan?"

Sharena mengembuskan napas panjang. Ia gugup, ya, memikirkan persidangan esok hari begitu membebani batinnya. Dia takut melakukan kesalahan di depan hakim yang pada akhirnya akan mematikan langkahnya sendiri.

Sharena terus bertanya-tanya, apa yang akan ia lakukan nanti? Pertanyaan apa saja yang akan diajukan? Bisakah ia menjawab semua pertanyaan itu dengan baik? Akankah ia terbukti tidak bersalah? Kepala Sharena seperti ingin meledak. Senyum yang ia umbar di hadapan teman-teman satu selnya adalah pelindung gadis itu dari semua ketakutan yang terpendam.

"Jangan terlalu khawatir, lakukan semuanya dengan hatimu. Jujurlah pada segala hal ketika kamu di sana, berhenti menjadikan ini sebagai beban agar kamu tidak terbebani begini," kata teman Sharena yang biasa dipanggil Mbak.

Mbak menepuk pundak Sharena tiga kali, memberi kekuatan.

"Semuanya akan berjalan dengan lancar, kan, Mbak?"

"Tentu, semuanya akan lancar dan baik-baik saja. Bukankah kamu bilang adik dan pengacaramu sudah mempersiapkan pertempuran ini dengan maksimal?"

Sharena mengangguk pelan sambil menatap Mbak nanar.

"Kamu harus percaya pada orang-orang yang memperjuangkanmu itu. Tuhan tidak tidur, sepintar apa pun manusia membuat taktik licik, tetap Dia yang Maha cerdas. Bukan perkara sulit untuknya membongkar kasus ini, yang kamu perlukan hanya iman pada-Nya. Itu saja."

"Aku janji setelah keluar dari sini aku akan rutin mengunjungi Mbak, minimal sebulan sekali."

"Sudahlah, tidak usah membuat janji apa-apa. Aku sudah biasa tak dipedulikan jadi berhenti membuatku berharap lebih."

Sharena menggenggam tangan wanita berusia 39 tahun itu.

"Bertemu dengan Mbak adalah salah satu keberuntunganku tahun ini. Aku tidak menyangka, di tempat yang sering dianggap neraka dunia, justru ada malaikat sebaik Mbak. Orang yang tidak mudah menghakimi tanpa tahu duduk permasalahannya. Orang yang tidak pernah memandang rendah orang lain. Orang yang tahu bagaimana cara memanusiakan manusia. Mereka yang ada di luar sana belum tentu sanggup melakukannya, sedangkan Mbak mampu. Mbak sangat hebat."

"Apa hebatnya dari mantan seorang pembunuh sepertiku, Sharen? Aku hanyalah sampah masyarakat."

"Tindakan Mbak memang tidak baik tapi Mbak orang baik. Terlepas segelap apa pun masa lalu Mbak, semoga ke depannya Mbak bisa selalu bahagia."

"Kamu juga Sharen, semoga doa itu kembali padamu. Lakukan sidang esok hari dengan keren dan keluarlah sebagai pemenangnya, oke?"

Sharena tersenyum lagi sambil mengangguk yakin.

(Mas Langit, doakan aku, semoga besok semuanya terbongkar. Semoga aku terbukti tidak bersalah. Semoga orang itu ... segera mendapat balasannya!)

Komen (1)
goodnovel comment avatar
PiMary
Yakinlah....dimanapun orang baik itu pasti ada.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status