Keesokan harinya
"Raline, kamu kemarin kan janji mau bantu biaya renovasi rumah. Ingat nggak? Nah, sekarang Ibu harus bayar. Cuma 5 juta aja kok, ada kan?" tutur sang ibu mertua, membuat Raline kembali pusing.
"Maaf, Bu, sekarang uangnya belum ada. Kalau minggu depan gimana?" ujar Raline memelas.
"Kamu ini gimana sih?! Mana bisa tukang-tukang itu nunggu! Kalian itu kan udah lama berumah tangga, masa nggak ada sih tabungan sedikitpun?" ujar Ibu Galih yang langsung memarahi dan mencaci sang menantu.
Raline hanya terdiam
"Ya Allah, aku nggak mungkin membuka aib Mas Galih, kalau lagi ada masalah dikantornya. Aku pasrah aja deh dimarahi sama Ibu," batin Raline yang tertekan.
"Kalian tuh pasti boros ya? Masak gaji segitu nggak cukup. Pokoknya Ibu nggak mau tahu ya, siapin uangnya untuk bayar tukang-tukang itu. Dengar ya!" ujar Ibu Galih dengan nada tinggi dan wajah ketus.
****
"Raline, Raline!" teriak Ibu Galih yang panik saat mengecek Austin panas tinggi.
"Iya, Bu," jawab Raline yang baru masuk ke kamar Austin.
"Austin panas lagi. Kita harus cepat-cepat bawa Austin ke dokter," ujar nenek Austin panik.
"Astagfirullah." Raline pun bergegas mengangkat Austin dan membawanya ke rumah sakit.
Rumah sakit Husada
Raline dan ibu mertuanya menunggu dengan cemas di ruang tunggu, saat dokter memeriksa. Tidak lama, sang dokter pun keluar memberikan kabar yang tak enak.
"Dokter, gimana keadaan anak saya?" tanya Raline yang langsung bangkit dari tempat duduknya saat dokter Feli datang menghampiri.
"Anak Ibu terkena demam berdarah," terang dokter Feli.
Raline dan ibu mertuanya syok.
"Astagfirullah," ucap Raline beristigfar.
"Dan harus diopname di sini. Sekarang Ibu tolong urus administrasinya ya. Saya tinggal dulu," kata sang dokter yang berpamitan mengecek pasien lain.
"Terimakasih, dokter," jawab Raline.
"Ibu tunggu sebentar di sini ya," ujar Raline.
"Kamu cepat ya urus administrasinya," jawab Ibu Galih Itu. Raline pun pergi mengurus administrasi.
Raline berhenti sejenak. Ia bingung, ke mana lagi harus mencari uang untuk biaya rawat Austin. Uang simpanannya sudah habis untuk biaya renovasi rumah ibu mertuanya.
"Ya Allah, ke mana lagi aku harus mencari uang? Aku sudah nggak punya simpanan lagi. Mudah-mudahan aja Mas Galih masih pegang uang." Raline pun mengambil ponsel pintarnya yang ada di dalam tas. Ia mencoba menghubungi Galih.
Kantor Galih
Galih pun kembali ke ruang kerjanya. Ia membawa goodie bag berisi sebuah tas branded.
"Ah, Santi pasti suka sama hadiah yang kukasih ini. Limited edition lagi," gumam Galih.
"Nggak apa-apa aku keluar modal agak banyak sedikit. Tetapi, aku menang taruhan dan dapat mobil Dion," ujar Galih tertawa. Ia pun memasukkan kembali tas branded itu ke dalam kotaknya.
Ponsel Galih berdering
[Hallo, Raline, ada apa lagi sih? Aku lagi masuk ruang meeting nih]
Galih beralasan, padahal ia ingin segera pergi ke sebuah cafe bertemu dengan Santi, teman kencannya kali ini.
[Mas, Austin, Austin sakit,Mas, kena demam berdarah]
[Austin kena demam berdarah? Terus kata dokter gimana?]
Galih mulai panik, ia mengkhawatirkan keadaan bayi mungilnya itu.
[Dokter bilang, Austin harus dirawat inap. Aku udah nggak pegang uang. Kamu bisa nggak bayarin administrasinya]
Raline terisak diujung telepon, memohon bantuan Galih agar segera mengurus administrasi rumah sakit Austin.
[Ya kamu jangan tanya aku dong. Aku juga bingung. Kamu kan tahu, aku juga nggak ada uang. Ya kamu pikirin dong. Jangan bikin aku tambah stres]
Galih langsung mematikan telepon begitu saja.
"Kok, malah ditutup sih? Ya Allah, aku harus cari uang ke mana?" lirih Raline.
Raline hanya bisa menangis, bingung harus berbuat apalagi.
"Ohya, aku masih ada perhiasan di rumah."
Raline pun kembali membuka ponsel miliknya dan menghubungi seseorang.
[Hallo, Alia. Alia, aku boleh minta tolong nggak? Aku mau gadaiin perhiasan aku. Iya, nanti kita ketemu. Tempatnya aku kabarin ya]
[Nanti kabarin aja ya, Lin]
[Iya, terimakasih]
****
Cafe Hijau
Raline dan Alia sudah bertemu. Raline terpaksa menggadaikan perhiasan miliknya. Kesehatan Austin, jauh lebih penting.
"Gini, Al, aku lagi benar-benar butuh uang. Ini kamu hitung aja. Nanti, kalau aku udah ada uangnya, aku tebus lagi ke kamu," ujar Raline. Ia pun menyerahkan kotak perhiasan itu pada Alia.
"Aku lihat dulu ya," kata Alia. Ia pun mulai mengecek satu per satu perhiasan yang ada dalam kotak itu.
"Raline, maaf, kayaknya perhiasan kamu imitasi deh. Kamu nggak bisa gadaikan ini," terang Alia.
Raline pun syok tak percaya.
"Mas sih, ini imitasi? Tapi nggak mungkin, Al.Ini aku yang beli sendiri kok sama Mas Galih. Dan aku sendiri yang simpan," ungkap Raline yang masih tak percaya.
"Ya ampun, Raline, masa aku bohong sih? Perhiasan kamu tuh benar-benar imitasi," kata Alia.
"Hm, jangan-jangan, ada yang nukar lagi perhiasan kamu," kata Alia yang curiga pada suami sahabatnya itu.
"Ya ampun, Al, aku udah nggak punya harta apa-apa lagi. Aku cuma punya cincin kawin ini." Raline pun memberikan cincin kawin miliknya itu pada Alia.
"Kamu yakin, ingin menggadaikan cincin kawin ini?" tanya Alia tegas.
Raline menggangguk, air matanya pun jatuh, "Kesembuhan anak aku jauh lebih penting."
"Oke, sebentar ya." Alia pun membuka tasnya dan mengambil sebuah amplop coklat berisi uang.
"Aku ada uang cash 3 juta aja. Kamu pakai aja dulu," tutur Alia. Ia pun memberikan amplop itu pada Raline.
Raline tersenyum, "Makasih ya, Al."
"Semoga anak kamu lekas sembuh ya," ujar Alia mendoakan kesembuhan Austin.
bersambung ....
Rumah sakit HusadaDi dalam kamar perawatan, Galih mengajak ngobrol Austin, yang masih terbaring lemah. Wajahnya sendu, seolah paham apa yang dikatakan sang ayah."Austin, cepat sembuh ya. Nanti Ayah ajak jalan-jalan ya," ucap Galih sambil mengelus kepala sang putra.Raline dan Ibu Galih hanya menatap nanar dari sofa."Yang tahu emas aku ada di mana, cuma aku dan Mas Galih. Apa mungkin, Mas Galih yang menukar emasku dengan perhiasan imitasi? Haa ... kalau iya, kenapa Mas Galih setega itu membohongi aku?" batin Raline.Ibu Galih pun bangkit, ia menghampiri sang putra yang nampak lelah karena sepulang dari kantor, harus ke rumah sakit lagi."Galih, Raline, sebaiknya kalian pulang saja. Biar malam ini, Ibu yang menjaga Austin di sini. Tapi, besok gantian ya," saran Ibu Galih yang kasihan melihat anak dan menantunya itu kelelahan."Jangan, Bu
"Andai Ibu tahu kecurigaanku selama ini sama Mas Galih."Ibu Galih itu akhirnya duduk disamping Raline."Ohya, tadi dokter sempat ke sini. Dia bilang, kondisi si Austin sudah membaik dan melewati masa kritis," ungkap nenek Austin itu tersenyum."Alhamdulillah ya, Bu. Kondisi Austin udah mulai stabil," ujar Raline tersenyum bahagia."Iya, alhamdulillah.""Bu, Raline ijin pulang dulu ya lihat rumah. Ibu ada yang mau dititip nggak?" tanya Raline."Ibu nggak perlu apa-apa. Ya udah, kamu pulang aja. Siapa tahu Galih ada perlu apa-apa," kata ibu mertuanya itu yang mulai mereda amarahnya."Kalau gitu, Raline permisi ya, Bu." Raline pun mencium dengan takjim tangan ibu mertuanya.Sebelum membuka pintu, Raline melirik ke arah ibu mertuanya yang sudah kembali duduk dikursi samping ranjang, me
"Seorang istri mampu bertahan dengan kekurangan suaminya. Tetapi, seorang istri tidak mampu bertahan, di saat suaminya tidak setia."Raline hancur. Hatinya patah. Suami yang dianggapnya setia. Suami yang dikenalnya sebagai laki-laki yang sangat mencintai keluarga, ternyata berkencan dengan banyak wanita di dunia maya."Apa aku buat akun sosmed juga?" gumam Raline dikamarnya. Ia pun mengambil ponsel pintar miliknya.Raline mulai mengotak-atik, hingga akhirnya, Raline pun mulai membuat akun dengan nama fake.Setelah aku fake itu dibuat, demi mengetahui sepak terjang sang suami, Raline pun meminta pertemanan pada Martin alias Galih."Aku harus tahu, siapa aja teman-temannya dan apa isi akunnya itu?" batin Raline. Hatinya menangis perih."Mas Galih mengaku bujangan?Ya Allah .... " lirih Raline."Semua teman wanitanya sepertinya terpesona dengan Mas Galih. Ya Allah, kua
Pagi itu Galih sangat bersemangat datang ke kantor karena ia ingin menceritakan perkenalannya dengan Bella. Wanita cantik dan memikat hatinya yang baru ia kenal di sosial media."Dion, gue baru kenalan dengan cewek cantik," sapa Galih saat melihat Dion sedang berjalan memasuki pelataran gedung perkantoran mewah itu.Dion tertawa melihat sahabatnya itu penuh semangat menceritakan teman chatingnya itu."Bukan cuma itu, Dion. Hobi kami berdua itu sama. Apa yang gue suka, dia juga suka. Kayaknya gue jodoh ini," ucap Galih tertawa menepuk pundak Dion.Dion tertawa terbahak-bahak"Haduh, Galih, Galih. Semua cewek lu bilang jodoh. Eh, ingat ya, Lih! Kita itu di sosmed cuma cari pacar, nggak lebih.""Iya, gue ngerti. Tetapi, kali ini, benar-benar beda. Gue kayak ngerasain gimana ya ... tiap gue ngechat sama dia, dia itu kayak soulmate gue," dalih Galih.Dion
"Maaf, Mas, tetapi aku nggak bisa lagi percaya sama kata-kata kamu. Aku mau kita pisah!" ucap Raline tegas.Galih pun syok. Begitupun dengan Nyonya Amira, Ibu Galih."Line, aku mohon. Jangan kamu bilang pisah sama aku, Raline," pinta Galih memohon agar istrinya itu mau memaafkannya."Aku mohon. Tolong kasih kesempatan aku, tolong ...." jerit Galih.Galih tidak pernah menyangka jika permainan keisengannya di dunia maya justru menghancurkan rumah tangganya. Raline tetap bersikeras bercerai. Ia tidak lagi bisa memberi kesempatan pada suami yang telah mengkhianatinya."Mas, maafin aku, Raline ....""Aku sudah memaafkan kamu. Tetapi, untuk menjalani rumah tangga lagu bersama kamu, aku minta maaf. Aku nggak bisa, Mas," jawab Raline tegas dengan keputusannya."Jadi mulai saat ini, kita jalani saja hidup kita masing-masing!" pinta Raline tegas. Tanpa airmata
"Jangan pernah bermain api, jika kamu takut terbakar dan tidak sanggup menahan panasnya ...."Jangan lupa tinggalin jejak di kolom komentar ya kakak, terimakasih ❤️.....Sesampainya di rumah sang Ibu, terlihat plang 'DIJUAL'."Bu, Raline, begitu benci kalian padaku?"Galih semakin tak menentu. Pikirannya pun kacau. Bukan perceraian yang diinginkannya. Terlebih kehilangan Austin. Membayangkannya saja, Galih tak sanggup."Austin ...."Saat hendak kembali memasuki mobilnya, seorang tetangga rumah Ibunya pun menyapa Galih."Mas Galih, lama tak kelihatan," sapa seorang lelaki berusia 50 tahun itu."Iya, Pak. Pak,
"Benarkah, dua orang cewek dan cowokbisa benar-benar bersahabat?"Sebuah tanya kini menyeruak tentang hubungan Andre dan Raline. Bersahabat sejak usia mereka 5 tahun, membuat keduanya sangat dekat.Namun, saat kedua orang tua Andre ditugaskan menjadi salah satu duta besar di negara Eropa, Andre terpaksa pindah saat ia berusia 8 tahun. Sejak itulah, Andre dan Raline terpisah jarak yang sangat jauh.Hingga akhirnyaKepulangan Andre ke Indonesia membuat hubungannya bersama Raline kembali dekat. Pertemuan tidak sengaja di rumah sakit mempertemukan 2 sahabat itu kembali.Sebulan berlaluSejak hari itu, Raline dan Galih tidak pernah bertemu. Hanya berkomunikasi lewat Nyonya Amira-lah Galih dapat tahu perkembangan kesehatan Austin, putra semata wayangnya bersama Raline.Hari ini, hari di mana Raline dan
Penyesalan Itu Selalu Ada Di Akhir ....."Tega Ibu sama aku, Bu ...."Galih yang kecewa dengan sikap Ibunya pun langsung berlari begitu saja ke luar gedung pengadilan. Saat bersamaan, ada sebuah mobil melaju sangat kencang dan ...."Galih ...."Dion dan Andre berlari sangat kencang menolong Galih yang sudah terkapar di tengah jalan dengan darah yang terus mengalir deras."Galih, Galih ...." teriak Nyonya Amira histeris saat melihat tubuh sang putra sudah tergeletak bersimbah darah."Astaghfirullahaladzhiim.""Ayo, kita harus cepat bawa Galih ke rumah sakit," teriak Andre.Andre dibantu oleh Dion akhirnya menggotong tubuh Galih masuk ke dalam mobil Andre. Raline dan Ibunya pun ikut di dalam mobil itu. Sedangkan Dion menggu