Share

Alarick Part 14

Sudah hari kedua Alarick berada di Annecy, berarti ini hari kedua juga Luciver menggantikan Alarick untuk mengurus perusahaannya.

Hari ini adalah jadwal pertemuan Luciver dengan klien, sebenarnya sudah hampir satu bulan klien itu tidak menghubungi pihak kantor lagi, namun entah mengapa dua hari lalu tepatnya satu jam setelah Alarick pergi ke Annecy, kliennya itu meminta bertemu dan mendiskusikan perihal desain yang belum sempat mereka sepakati dulu.

Entah sudah berapa menit Luciver mengobrak-abrik isi nakas di ruangan Alarick, namun dia tak kunjung menemukan apa yang dicarinya. Pilihan terakhir Luciver adalah menghubungi pemilik ruangan ini.

“Ada apa?” tanya orang dari seberang sana.

“Di mana kau menyimpan desain milik klien dua bulan lalu?” Luciver tak tinggal diam, tangannya masih terus mencari-cari desain itu.

“Yang mana maksudmu?’’ Seingat Alarick dia tidak pernah menyimpan sebuah desain.

“Klien yang tidak menghubungi lagi setelah kita menunjukan desain yang dia inginkan, dua bulan lalu kau ingat?” Alarick mencoba mengingat klien tersebut. Setelah cukup lama berkutat dengan pikirannya, akhirnya pria itu menjentikan jarinya.

“Ah desain itu? Aku menyimpannya di rumah, di nakas di ruangan kerjaku,” jawab Alarick akhirnya.

“Baiklah, aku akan ke rumahmu untuk mengambilnya. Klien itu kembali dan meminta kita melanjutkannya.” Di seberang sana Alarick mengangguk.

“Ya, mungkin Nerissa juga ada di rumah,” ucap Alarick.

Luciver memutuskan sambungan telepon saat dirasa tak ada yang perlu disampaikan lagi. Kakinya melangkah menuju parkiran. Tak ingin menunggu lama, pria itu segera menancap gas menuju rumah Alarick.

Walaupun kini di apartemen Alarick bertambah jiwa, namun tetap saja suasana sepi masih sangat mendominasi di sana. Luciver memang salah satu orang yang sangat dipercayai Alarick hingga pria itu berani memberikan password apartemennya pada Luciver.

Langkah Luciver terhenti saat netranya menangkap tubuh mungil yang tergeletak begitu saja di depan pintu kamar Alarick. Dengan cepat Luciver menghampirinya.

“Nerissa! Kau kenapa? Bangunlah!” Luciver menggoyangkan tubuh Nerissa. Pria itu juga menepuk pelan pipi Nerissa berharap gadis yang ada di hadapannya akan segera membuka matanya.

Luciver menyerah, setelah beberapa menit dia mencoba membangunkan Nerissa namun gadis itu sepertinya masih sangat nyaman untuk tertidur.

Tanpa berpikir lagi, pria itu segera mengangkat tubuh Nerissa dan membaringkannya di tempat tidur. Luciver melupakan niat awalnya untuk membawa sebuah dokumen, saat ini pria itu lebih memilih mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Apa lagi? Kau tidak menemukannya?” kesal Alarick dari seberang sana.

“Pulang sekarang! Istrimu pingsan.” Luciver tahu, dia tak berhak ikut campur dalam urusan rumah tangga temannya, namun bisakah pria itu sedikit perhatian terhadap temannya? Dia juga tahu walaupun Alarick pulang, tidak mungkin pria itu akan berada di sana dalam waktu beberapa menit, namun setidaknya Alarick lebih memperlihatkan kepeduliannya pada Nerissa.

“Biarkanlah, dia akan bangun lagi nanti. Itu sudah sering terjadi,” ucap Alarick santai. Memang pria itu sering mendapati Nerissa pingsan begitu saja, namun dia tak mempermasalahkannya karena dia pikir Nerissa hanya kelelahan.

“Kau gila! Kau tahu bahwa istrimu sering pingsan dan sekarang kau malah bersenang-senang dengan selingkuhanmu?! Lakukan apa maumu!” Luciver benar-benar hilang kendali saat ini. Dia sungguh tak lagi peduli jika dia akan dipecat.

Pilihan terakhir, pria itu segera menghubungi Tuan Mauricio.

“Selamat pagi, Tuan,” sapanya pada atasannya itu.

“Pagi, ada apa?” Seperti biasa, seorang Tuan Mauricio akan berbicara tanpa basa-basi.

“Saat ini saya berada di apartemen tuan Alarick, Tuan. Saat saya sampai, saya mendapati nona Nerissa pingsan di depan kamarnya. Saya meminta ijin untuk membawa beliau ke rumah sakit,” ucap Luciver.

Tuan Mauricio terperangah mendengar penuturan bawahannya itu.

“Segera bawa ke rumah sakit, aku akan menyusul.” Tuan Mauricio memutuskan sambungannya. Luciver segera mengangkat tubuh Nerissa dan membawanya ke rumah sakit.

***

“Jangan lupa untuk memberinya pil pereda nyeri siang nanti,” ucap gadis ber-snelly itu.

“Baik, Dok.” Kakinya terus melangkah hendak kembali ke ruangannya, namun suara ramai di depan rumah sakit cukup menarik perhatiannya. Gadis itu segera mengubah haluan dan melihat apa yang terjadi di depan rumah sakit.

“Ada apa di sana?” tanyanya pada pengurus resepsionis.

“Nona Nerissa, Dok.” Dengan segera dokter dengan name tag Raquil Caliana itu menghampiri brankar yang saat ini bergerak dengan cepat menuju IGD.

“Apa yang terjadi?” tanya Raquil sambil terus berlari mendorong brankar itu.

“Dia ditemukan pingsan di apartemennya,” jawab perawat yang juga mendorong brankar. Berita saat ini memang sangat cepat menyebar.

Raquil melepaskan brankar saat mereka sampai di IGD. Semua perawat dan seorang dokter masuk ke dalam menyisakan Raquil dan pria tampan yang mengantar Nerissa ke rumah sakit.

Raquil memegang kepalanya dengan satu tangan dengan napas yang terengah. Pikirannya melayang, apakah Nerissa mencoba bunuh diri lagi?

Perlahan netranya bertemu dengan netra pemuda yang kini berada disana.

“Kau kenal dengan Nerissa?” tanya Luciver. Pertanyaan itu sudah sangat ingin dia layangkan sedari tadi karena melihat raut khawatir di wajah dokter itu.

“Ya, aku temannya.” Sejak kejadian percobaan bunuh diri itu, Nerissa menjadi banyak bicara dengan Raquil sehingga bisa dikatakan mereka sangat akrab.

“Kau sendiri?” tanya Raquil.

“Aku teman suaminya,” ucap Luciver. Sungguh tak disangka jika Luciver hanya sebatas teman suaminya.

“Lalu mengapa kau yang membawanya?” Belum sempat Luciver menjawab sebuah suara menginterupsinya.

“Luciver di mana Nerissa?” Tuan Frore ada di sana bersama Tuan Mauricio.

“Dia di dalam, Tuan. Dokter sedang memeriksanya,” ucap Luciver.

“Lalu di mana Alarick? Kenapa kau yang membawanya?” Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat Luciver hindari.

“Kenapa kau hanya diam? Di mana anak itu?” lanjut Tuan Mauricio saat dia tak kunjung mendapatkan jawaban dari Luciver.

“Kau tak menjawabku berarti kau memilih keluar dari perusahaanku,” ancamnya. Belum sampai dia melangkah terlalu jauh Luciver baru membuka suaranya.

“Annecy. Dia pergi ke Annecy.” Luciver tak punya pilihan lain. Dia tak bisa mempertaruhkan karirnya hanya untuk melindungi Alarick, dia tahu kekuatan seorang Tuan Mauricio, dia benar-benar tak akan mendapatkan pekerjaan di manapun setelah keluar dari Mauricio Corp.

Perlahan Tuan Mauricio, Tuan Frore dan Raquil memandang Luciver meminta jawaban.

“Ada sesuatu yang harus dia lakukan,” putusnya. Dia berharap dengan berbohong mampu melindungi Alarick dan juga pekerjaannya.

Sejenak Tuan Mauricio memandang Luciver curiga, namun dia segera mengangguk mengiyakan perkataan Luciver.

Dia akan mencari tahu nanti setelah menantunya baik-baik saja.

Seorang dokter keluar dari IGD, dan segera menyapa keluarga Nerissa.

“Bagaimana , Dokter?” tanya Tuan Frore.

“Tak apa, dia hanya kelelahan dan hanya perlu istirahat. Pasien akan di pindahkan ke ruang rawat,” jelasnya.

Kedua pria yang sangat mengkhawatirkan putri dan menantunya itu segera menuju ruang rawat di mana sang putri berada.

Sementara Raquil kini tengah memandang Luciver dengan penuh curiga, walaupun tatapan itu hanya dihiraukannya.

“Dokter Raquil, bisa saya bicara sebentar?” tanya dokter yang baru saja menangani Nerissa. Dengan cepat gadis itu mengangguk dan mengikuti dokter itu menuju ruangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status