Nerissa tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya.
“Menurutmu, apakah aku bisa bertahan sampai akhir?” tanya Nerissa. Kedua gadis itu mulai mendudukan dirinya di sofa yang tersedia di sana.
“Apa? Dengan suamimu?” tanya Lovetta memastikan.
Nerissa mengangguk lesu pertanda lagi-lagi ada masalah yang menimpanya.
“Apa lagi yang dilakukan suamimu kali ini?” Melihat raut wajah Nerissa cukup membuat Lovetta yakin bahwa suaminya berulah lagi.
“Pagi ini aku melihatnya tersenyum,” ujarnya. Lovetta mengerutkan dahinya.
“Lalu di bagian mana kesalahan suamimu?” tanya Lovetta heran.
“Tak biasanya dia tersenyum selebar itu. Kau tahu apa jawabannya saat aku bertanya?”
“Apa?”
“Dia bilang, dia sedang membaca sebuah berita online di ponselnya. Lalu bagian berita yang mana yang berhasil membuatnya tersenyum selebar itu?” Nerissa menyandarkan ba
Alarick berpikir beberapa kali setelah Haleth bertanya demikian.“Kau tak memiliki perasaan lebih padanya, kan?” Pertanyaan itu terus saja berputar-putar di kepalanya.Kini mereka telah sampai di apartemen Haleth dan sejak percakapan tadi di mobil, mereka tak lagi mengeluarkan suara sedikitpun. Keadaan menjadi sangat canggung di antara mereka.“Terima kasih telah mengantarku,” ucap Haleth. Alarick menoleh seolah terkejut dengan perkataan Haleth yang tiba-tiba.“Ah iya sama-sama. Kalau begitu aku tak akan lama, masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Lain kali aku akan datang,” ujar Alarick. Pria itu menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal sama sekali.Haleth mengangguk mengijinkan Alarick untuk pergi dari sana. “Hmm baiklah, hati-hati di jalan.” Haleth melambaikan tangannya pada Alarick dan dibalas dengan lambaian pula oleh Alarick.Alarick kembali ke parkiran dengan berbaga
Seorang pria dengan jas hitam yang melekat di tubuh berototnya tengah berjalan menuju ruangan seseorang yang menjadi atasannya.Pandangan lapar dari pegawai-pegawai wanita mereka tujukan pada pria berambut hitam kecoklatan itu, namun tak sedikitpun dia menaruh perhatian pada wanita-wanita yang sedari tadi menatapnya.Tangannya mengudara hendak mengetuk pintu yang kini sudah ada di hadapannya. Sebelum tangannya menggapai pintu itu, pintu terbuka menampilkan seseorang berpakaian resmi seperti dirinya, namun jika dilihat usia mereka sepertinya terpaut cukup jauh.“Apa yang Ayah inginkan dariku?” tanya pria muda itu. Langkah kakinya terus mengikuti pria paruh baya yang baru saja keluar dari ruangannya.Pria tua itu sontak menghentikan langkahnya saat mendengar pertanyaan dari pria muda yang tak lain adalah anaknya.“Kau masih bertanya apa mauku? Alarick Mauricio, jauhi gadis itu dan segeralah menikah dengan gadis pilihanku,” jaw
Sepertinya semesta memang benar-benar sedang mempermainkannya. Lihatlah saat ini, seseorang yang Nerissa tunggu kedatangannya satu minggu yang lalu kini baru menampakkan batang hidungnya.Apakah dia tak punya hati? Atau dia tak mendengar kabar duka satu minggu lalu? Mustahil. Keluarganya adalah salah satu keluarga terpandang di Negeri ini, apakah mungkin kematian sang istri dari keluarga Frore tidak diliput sama sekali? Bahkan Nerissa sendiri melihat bagaimana ramainya media di depan rumahnya pagi hari setelah kejadian itu.Lalu bagaimana bisa ayahnya baru datang saat semuanya sudah mulai melupakan kejadian itu?“Apa yang kau inginkan?” tanyanya dingin sambil berlalu meninggalkan pria paruh baya itu di depan pintu apartemennya.Tuan Frore segera mengikuti langkah kaki anaknya ke dalam apartemen. Nerissa mengambil segelas air putih. Untuk ayahnya? Tentu saja bukan. Kalian boleh menyebutnya seorang anak yang tak tahu sopan santun.Ah sopa
Alarick berdecak ketika dia mengetahui gadis yang dimaksud ayahnya. Nerissa, gadis itu kini ada di hadapannya dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. Bahagia? Tentu saja. Namun apakah Nerissa akan terus bahagia ketika dia harus mengambil kebahagiaan dari orang yang dia sayang.Ya. Nerissa telah menyimpan perasaan itu selama empat atau lima tahun mungkin. Sementara Alarick, pria itu tak menyangka akan dipertemukan dengan Nerissa dalam sebuah perjodohan.“Aku menolaknya,” tegas Alarick. Tuan Mauricio sontak menatap anaknya tak percaya.“Ya. Aku menolak perjodohan ini,” lanjutnya, pandangan Alarick tertuju pada Tuan Frore.“Maafkan saya, Tuan. Saya sudah memiliki seseorang yang saya sayang,” ucapnya pada Tuan Frore.Alarick beranjak dari duduknya dan segera meninggalkan restoran itu.“Maaf Frore, sepertinya aku harus berbicara lagi padanya.”“Tak apa, aku bisa memahaminya.” T
“Minumlah selagi hangat.” Nerissa memandang ragu pada Lovetta. Lovetta yang mengerti dengan tatapan temannya mendengus kesal.“Sudah aku rebus. Memang kau kira sudah berapa lama kita berteman?” Nerissa yang mendengar penuturan temannya itu tersenyum simpul.“Terima kasih.”“Sepertinya bukan aku yang harus hati-hati dengan menu makananmu, tapi dirimu sendiri. Makanan macam apa lagi yang kau makan dalam seminggu ini?” Lovetta menatap Nerissa curiga karena dia memang sudah tahu seperti apa sifat Nerissa.“Hanya dua potong sandwich,” ujar Nerissa tanppa beban. Sebuah bantal melayang tepat mengenai kepalanya.“Aku jadi ragu kau punya umur pendek.” Lovetta kesal dengan temannya ini.“Sudahlah, aku sedang menikmati masa-masa hidupku.” Penuturan Nerissa sukses membuat Lovetta bungkam. Dengan segera gadis itu mencoba mengalihkan pembicaraan.“Jad
Seperti yang direncanakan beberapa hari yang lalu, kini kedua keluarga itu dipertemukan kembali untuk membahas apa yang seharusnya mereka bahas. Wajah Alarick seperti biasanya, terlihat datar. Pria itu mengeluarkan ponsel setelah menyelesaikan acara makannya. Jari-jarinya menari indah di atas ponsel pintar itu.Nomor yang ditujunya saat ini adalah mantan kekasihnya. Entah gadis itu akan membalas atau tidak, yang penting dia sudah mencoba.“Baiklah, seperti yang kita bicarakan beberapa hari lalu Nerissa, maukah kau menikah dengan putraku?” Tuan Maurucio memandang penuh harap pada Nerissa.Sejenak gadis itu terdiam mengingat percakapannya dengan Alarick di telepon satu hari lalu.“Aku benar-benar tak ingin menikah denganmu, dan sayangnya hanya kau yang bisa menolak pernikahan ini. Aku harap kau mengerti maksudku.” Katakanlah Alarick labil. bukannya dia sudah menyetujui untuk pernikahan ini?Lagi dan lagi serangkaian kalimat ya
Fillan Elfern, adalah seorang pria beruntung yang bisa bekerja dengan keluarga Frore. Banyak sekali pria gagah di luar sana yang melamar untuk menjadi bawahan Tuan Frore, namun nyatanya Tuan Frore memilih Fillan sebagai salah satu orang kepercayaannya.Tugasnya selama ini hanya satu, yaitu mengawasi Nerissa Frore putri dari Tuan Frore. Tuan Frore sebenarnya tak pernah melepaskan perhatian dari sosok putrinya itu, hanya saja cara dia memberikan perhatian sangat berbeda.Jika Nyonya Frore merupakan wanita lembut yang selalu memanjakan putra putrinya, berbeda dengan Tuan Frore yang memilih mendidik anaknya untuk menjadi orang yang mandiri. Namun sepertinya didikannya itu menjadi kesalah pahaman dalam keluarganya.Tuan Frore memilih Fillan sebagai ketua bodyguard dalam menjaga anaknya bukan tanpa alasan. Pria paruh baya itu telah melihat sejak lama kepribadian seorang Fillan. Pria itu cerdas, jujur, setia dan yang menjadi poin tambahan untuknya adalah ketam
“Jadi mulai dari mana kau akan bercerita?” Ya, Lovetta datang ke rumah sakit setelah Nerissa menghubunginya. Tangannya sibuk mengupas buah jeruk yang barusan dia bawa.“Rasanya aku tak perlu mengatakan apapun padamu.” Dengan tenang Nerissa mengambil sepotong jeruk yang diberikan Lovetta.“Kau ingin mati?!” Raut wajah Lovetta sukses membuat Nerissa terkekeh.“Ya benar. Bagaimana kau bisa tahu jika aku ingin mati?” Untuk kesekian kalinya Lovetta dikejutkan dengan perkataan Nerissa.“Apa maksudmu?” Tak hanya memberikannya pada Nerissa, gadis itu juga memakan buah jeruk yang sudah dia kupas.“Apa lagi yang bisa ku lakukan selain bunuh diri untuk menggagalkan perjodohan ini?” Lovetta benar-benar tak habis pikir dengan temannya ini.“Lakukan saja, pernikahan itu. Lagipula kau bisa bercerai jika sudah memiliki beberapa bukti kekasaran Alarick padamu.” Dengan lancarn