Share

11. Pakai Turtleneck

Penulis: Rumi Cr
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-09 08:00:12

“Fran bilang bisa ngosongin waktu. Pas libur kenaikan grade, weekend ... buat camping,” ujar Satria, memberi tahu saat mereka sudah keluar dari area parkir mal.

Kanaya segera menambahkan info tersebut ke agenda di ponselnya. “Fran bilang Camping Park Merapi itu jauh dari kota.”

“Iya, kaki gunung ... dingin kalau pagi. Aku udah bilang Saka kalau jadi camping, kita tetap enggak pakai tenda.”

“Enggak pakai tenda?”

“Iya, tinggalnya di semacam exclusive mini resort. Ada bath-up dan water heater juga kamar mandinya. Aku udah cek suhu rata-rata kalau pagi sampai delapan belas derajat, subuh lebih dingin lagi, makanya khawatir kalau outdoor camping pakai tenda nanti enggak kuat.”

Satria mengerti. Itu karena dirinya dan Saka punya alergi terhadap suhu dingin. Mereka bisa terus bersin-bersin kalau kambuh. “Enggak sekalian sewa vila aja?”

“Vila kegedean. Di lokasi penginapan ini ada outbond area, bisa kasih makan hewan, naik kuda, lava tour
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nopphy_lolipop
aku bingung maunya bang sat itu apa sieeee.........gemezzz aku
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   31. Aku Menunggumu

    Mas Satria ....Satria terkesiap membuka mata, menyadari ini masih hari kelima sejak kecelakaan yang membuat Kanaya belum sadarkan diri. Ia menoleh ke samping, memperhatikan dengan saksama. Tempat tidur khusus penunggu berukuran double itu tidak cukup leluasa untuknya bergerak, apalagi ditambah Saka.“Saka,” panggil Satria lalu bangun, menoleh ke sekitarnya dan mendapati Daffa di salah satu kursi sofa mengangkat tangan.“Oh, kamu udah lama?”“Setengah jam! Kamu ngorok sampai Saka kesel.”“Mana dia?” tanya Satria, bangun dari tidurnya untuk menghampiri Daffa.“Sama Ante Ghea, jalan-jalan ke bawah, mau lihat adik bayi ....”“Sial.” Daffa tertawa lalu melemparkan sesuatu yang langsung ditangkap Satria. Ponsel yang pernah diserahkan sebelumnya.“Aku harus balik ke Jakarta sore ini. Pekerjaan kamu minggu ini udah aman, ada acc beberapa berkas proyek smart living. Zafran bilang dia yang bakal datang, mungkin lusa.”“Oke.” Satria menatap ponselnya, memeriksa pesan-pesan terbaru.“Ya, Ghea te

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   30. Ada Apa?

    "Saka ikut Tante Ghea, mau?" tawar Ghea."Enggak," jawab Saka dalam gendongan Satria, agak rewel karena belum bisa pulas tertidur.Satria mengelus-elus punggung anaknya. "Aku juga malah kepikiran kalau Saka enggak di sini.""Nanti siang kita balik lagi, biar bisa gantian ... kamu juga butuh tidur, Man," ujar Daffa sambil mengusap kepala Saka."Kamu bawa aja ponselku, selain udah mau mati, aku enggak bisa mikir si Zafran ngomong apa," ujar Satria, menyodorkan ponselnya yang langsung diterima Daffa."Lah, kalau butuh apa-apa gimana, Mas?" tanya Ghea heran."Bisa pakai ponselnya Kanaya," jawab Satria sambil merogoh satu ponsel lain yang meski layarnya retak, masih menyala dan berfungsi normal."Kirain ponsel Kanaya udah mati," ucap Ghea."Tadinya, terus bisa dinyalain lagi. Masih delapan puluh persen baterainya," jawab Satria, menunjukkan indikator di sudut layar."Ini dilepas aja pelindung layarnya sama c

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   29. Dipindahkan

    Daffa sudah curiga ada hal yang tidak beres ketika diberi tahu bahwa Kanaya akan dipindahkan ke rumah sakit pusat. Ia dan Ghea yang baru saja mendarat justru diminta mengurus barang-barang yang tertinggal di penginapan. “Saya ganti pakai cek saja ya, Pak. Repot kalau harus ganti unit,” ujar Ghea saat ditemui perwakilan pengelola, setelah diberi tahu tentang proses ganti rugi akibat kecelakaan yang merusak satu unit mobil jeep. “Oh, bukan, saya justru mau meminta informasi soal ganti ruginya. Sopir truknya sudah tertangkap dan bisa diurus untuk—” “Aduh, Mas saya enggak akan punya waktu buat urusan begini,” sela Ghea sambil memandang Daffa. “Iya, kan?” Daffa mengangguk. “Kalau bisa, sopir itu jangan sampai nongol dulu di depan mukanya. Satria kalau dendam, jelek tabiatnya.” “Ih, bener-bener,” Ghea geleng kepala. “Pak, pokoknya silakan diurus saja, ya, kasusnya. Kami mau fokus ke penyembuhan dulu.”

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   28. Kedatangan Kanzu

    “Mamaaa!” jerit Saka. “Satria! Aku akan datang ke kamu, ya ... Ghea juga,” suara Daffa terdengar meyakinkan. “Tunggu sebentar, Man ... kami akan ke sana.” Satria menyebutkan nama rumah sakit, mengakhiri panggilan, lalu menggendong Saka kembali sambil berjalan mondar-mandir di ruang tunggu operasi. “Mamaaa ....” “Iya, tunggu Mama di sini, ya.” Lengan Satria mulai nyeri. Sebelumnya, bukan cuma tangisan, putranya sempat tantrum. Menendang, menggeliat, memukul-mukul, dan semakin memberontak begitu tahu ibunya dibawa masuk ke ruangan yang tidak memperbolehkan siapa pun ikut. Beberapa pengunjung sempat membantu menenangkan, tapi tidak banyak membantu. Bahkan dokter anak yang memeriksa Saka juga tidak bisa berbuat banyak. “Mamaa ....” “Iya, tunggu Mama di sini,” ulang Satria, mengelus punggung putranya. Ia berusaha menenangkan diri, menghirup sisa aroma Kanaya yang masih tertinggal di selimut dan rambut Saka. Ia tidak tahu sudah berapa kali bolak-balik, sampai akhirnya tangis

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   27. Berita baik dan buruk

    “Selamat sore, Bu Laras.”“Sore, Sus,” sapa Laras Pradipandya, mengangguk ramah pada suster pribadi yang selama sebulan terakhir membantu menjaga Kakek Rahmat. “Ini ada kue dan jus, silakan dinikmati.”“Terima kasih, Bu.”Laras mengangguk, melihat dari balik kaca pintu ruang rawat. “Dokter Abiyu visit jam berapa, ya?”“Sekitar setengah jam lagi, Bu.”“Di dalam ada Bu Syaiba?" tanya Bu Laras pada perawat tersebut.“Ada, Bu.”Bu Laras masuk pelan, nampak Bu Syaiba menoleh ke arahnya. "Sudah sarapan belum, Mbak? tanya Bu Laras menuju wastafel lalu mencuci tangan. Ia mendekati kursi tunggu di samping ranjang. "Sudah barusan. Anak-anak lagi camping ke Yogyakarta," sahut Bu Syaiba membuka percakapan dengan adik dari besannya. "Iya, nampaknya Saka bahagia sekali bisa camping bersama mama dan papanya," balas Bu Laras. Hingga detik ini, Bunda Kanaya itu belum tahu bahwa ponakan menggugat cerai putri semata way

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   26. Jangan pergi

    “Nay! Naya!” panggil Satria dengan kalut. Kedua mata Kanaya memejam rapat, helaan napas dan denyut di pergelangan tangan yang Satria pegang nyaris tak teraba.“Tidak! Jangan! Jangan pergi!” raung Satria, air matanya semakin deras membanjiri wajah. Ia tidak bisa menerima situasi ini. Istrinya harus tetap hidup, harus tetap bersamanya.“Pak, tolong minggir dulu!” seru petugas polisi yang kemudian mendekat. Di belakangnya ada tiga petugas medis yang berlari membawa peralatan pertolongan pertama.“Kanaya! Kanaya!” Satria nyaris terjungkal ketika petugas polisi memaksa menjauhkannya dari tubuh sang istri.“Kanaya!” teriaknya penuh amarah, menolak dijauhkan.Petugas polisi yang menahan menghela napas pendek, lalu mengguncang bahu Satria dengan tatapan tajam. “Dengar! Bapak harus sadar dengan situasinya! Istri Bapak perlu pertolongan pertama, dia harus segera dibawa ke rumah sakit! Bapak juga punya anak yang harus diperhatikan!”Anak?Satria mengerjap. Saka! Dia belum memastikan keadaan anak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status