Share

18. Menutup Celah

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2025-08-18 16:00:38

Keluar dari pintu kedatangan Juanda, Amalia segera membawa kopernya menuju loket bis Damri. Tekadnya sudah bulat. Tidak akan kembali ke rumah keluarga Santosa.

Mengenai Kanzu, Amalia mengajak putranya untuk tinggal bersama setelah selesai masa PPG-nya. Ia berfikir setelah kelahiran bayi Syaiba dan Ghizra. Pasti keberadaan putranya tidaklah sama lagi. Dalam segi perhatian dan kasih sayang dari keluarga Santosa.

"Kak Alia!" Refleks Amalia memutar tubuhnya. Dan benar panggilan yang baru saya ia dengar, adalah panggilan dari putranya Kanzu Al Ghifari.

"Eh, Kanzu sama siapa?" tanya Amalia.

"Kami datang untuk menjemputmu, Alia," jawaban dari Rahmat membuat Amalia mendongak melihat sosok ayah dari Syaiba itu.

"Dari semalam, Syaiba sudah mewanti-wanti Papa dan Ghizra untuk menjemputmu."

"Oh, terimakasih, Pa ... Tapi, saya putuskan untuk langsung pulang ke rumah saja."

"Rumah mana? Bukankah rumahmu adalah di sini. Sudahlah, ayo kita pulang. Mama dan Syaiba menunggumu di rumah."

Amalia menatap Ghizra yang berdiri di samping Rahmat. Hanya anggukan yang diberikan sebaik balasan keraguan dari sorot mata wanita yang hingga kini belum ditalaknya itu.

🌹🌹🌹

Kanzu menggandeng tangan Amalia memasuki teras rumah keluarga Santosa. Dari dalam nampak Sinta dan Syaiba tersenyum menyambut kedatangannya. Empat bulan lebih Amalia tidak bersua. Membuat ketiganya saling berpelukan melepaskan rindu.

"Alhamdulillah akhirnya datang juga. Kami sudah siapkan kamar untukmu dan Kanzu. Jadi, kamar Kanzu direnovasi. Dibuat lebih besar dari kemarin." Syaiba langsung menggandeng lengan Amalia menuju kamar Kanzu yang berada di belakang.

"Enak kan, bisa menghirup udara pagi sepuasnya." Amalia mengangguk membenarkan ucapan Syaiba.

"Ya, sudah. Kami tinggal dulu ya, pasti capek nih perjalanan dari pulau kemari. Istirahat dulu, Alia. Kanzu ikut kami sore ini, untuk periksa. Dia paling antusias melihat Kanaya."

"Kanaya?" Amalia mengernyit, seolah belum paham ucapan Syaiba.

Syaiba mengelus perutnya yang membulat seraya berkata. "Pemeriksaan bulan kemarin. Cewek katanya. Kami sepakat memberi nama Kanaya. Pass 'kan, Kanzu dan Kanaya. Mereka akan menjadi kakak-beradik nantinya."

"Mereka memang kakak beradik, Syaiba," batin Amalia berkata dengan senyum terukir di bibirnya.

"Ya, sudah. Aku tinggal dulu ya, dari tadi aku ngomong terus. Kapan kamunya istirahat, coba."

Amalia tertawa mendengar perkataan Syaiba tadi. Ia turut bahagia melihat wajah semangat sahabatnya itu.

Amalia mengunci pintu kamar putranya itu. Kemudian berjalan mendekati kopernya untuk mengambil baju dan peralatan mandi. Ia ingin segera membersihkan diri kemudian berbaring sejenak menghilangkan rasa penat perjalanan yang seharian lebih itu.

🌹🌹🌹

Malamnya di teras belakang Amalia bercengkrama bersama Kanzu dan Syaiba. Sahabat Amalia itu sangat antusias menceritakan hasil pemeriksaan kandungnya tadi sore.

"Alhamdulillah sehat semua. Mendekati HPL diminta seminggu sekali periksanya."

"Pertengahan bulan ini ya, Syaiba. Semoga lancar proses lahirannya."

"Aamiin ... nanti kamu bantuin merawat Kanaya ya, mumpung belum masuk PPG. Oiya bulan berapa itu."

"Belum tahu. Biasanya teman-teman kasih info di group nanti. Oiya, sebenarnya aku tuh ingin tinggal di Ponorogo sambil nunggu masuk PPG."

"Lho, kenapa? Aku merasa kamu berubah semenjak pulang waktu itu."

"Kita enggak sama seperti dulu lagi, Syaiba. Kamu sudah menikah sekarang. Ada suamimu yang tinggal di sini juga. Sudah semestinya aku pergi dari rumah ini."

"Tidak ada yang berubah, Alia. Toh posisi mas Ghizra sama dengan papa bukan. Bedanya mas Ghizra suamiku, papa suaminya mama."

"Ya bedalah. Papa Rahmat memang bukan mahramku. Tapi, Ayah memberikan wasiat kepada Papa untuk menjaga kami berdua. Dan papapun menyanggupi wasiat itu, dengan menganggapku sebagai putrinya sendiri."

Syaiba tergelak mendengar penuturan Amalia. "Papa menganggapmu sebagai putrinya sendiri. Apa kau takut, Mas Ghizra akan menganggapmu sebagai istrinya juga. Kau ini ada-ada saja, Alia. Aku tahu, kalian enggak mungkin berlaku curang di belakangku seperti drama perselingkuhan itu."

Amalia memejamkan mata seraya menghirup napas sebanyak-banyak. Jujur, dia tidak nyaman berada di rumah sahabatnya itu. Alasannya karena harus seatap dengan Ghizra. Ghizra belum menalaknya. Otomatis dirinya masih menyandang istri pria itu. Hal yang paling Amalia hindari saat ini, Syaiba mengetahui kebenaran statusnya saat ini.

"Aku berusaha menutup celah itu, Syaiba." Amalia tersenyum getir sambil mengelus kepala Kanzu yang mulai bersandar di dadanya. Putranya yang sudah masuk TK.B itu rupanya sudah mengantuk.

"Sudahlah, kamu berpikir terlalu jauh, Alia. Mas Ghizra tidak mungkin mengkhianati pernikahan kami. Aku yakin seribu persen. Apalagi sebentar lagi buah hati kami akan lahir ke dunia ini." Syaiba menatap manik sahabatnya dengan tatapan menyakinkan sembari mengusap perut bulatnya.

"Baiklah. Kita lanjut mengobrolnya besok, ya ... Kanzu sudah tertidur ini. Kami masuk ke kamar dulu."

Kebetulan saat Amalia hendak memutar tubuh Kanzu untuk digendongnya. Ghizra muncul dari dalam ruang makan melonggokan kepala melihat ke arahnya.

"Eh, Mas ... kebetulan nih. Bantu gendong Kanzu ke kamarnya dong." Syaiba memerintahkan Ghizra untuk mengambil Kanzu dari ibunya.

Amalia mengerjap mendengar perintah Syaiba barusan. "Mmnch, kamu ini. Aku bisa kok gendong Kanzu. Permisi ya, kami istirahat dulu."

Amalia segera membawa Kanzu menuju kamarnya. Yang berada dibalik dinding teras belakang itu. Posisi Ghizra yang di depan pintu tak urung membuat pandangan keduanya berserobok.

"Aku bantu angkat Kanzu, Alia," tawar Ghizra enggan memutus kontak mata dengan istri pertamanya itu.

"Aku bisa sendiri. Sudah biasa kok, aku gendong Kanzu. Permisi ...." Amalia mengisyaratkan dengan kepala, supaya Ghizra menyingkir dari depan pintu. Pria itu menepi begitu tawaran bantuannya ditolak.

.

.

Next

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Srie Ernawaty
suka, dulu bisa pake iklan buka kunci... skrng gak ya ?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   60. Menjaga Cinta

    Satria membiarkan Kanaya kembali berbaring santai setelah menandaskan tiga potong kue dan satu gelas jus jeruk. Ia menyalakan ponselnya lagi, memeriksa rentetan pesan masuk yang didominasi ancaman Kanzu dan deretan pertanyaan dari Daffa, berselang-seling dengan notifikasi panggilan tak terjawab dari Ghea.Satria berlalu ke ruang duduk, menatap layar ponselnya. Foto tangannya dan Kanaya, serta cincin kawin mereka berdua.Bunda Syaiba calling...Satria membiarkan panggilan itu berhenti berdering, lalu menyandarkan punggung dan mendongak menatap langit-langit artistik dengan cahaya lembut yang menenangkan. Ia tidak ingin membawa Kanaya kembali, namun terus memaksakan keadaan pun terasa menyakitkan.Satria memejamkan mata, menarik dan mengembuskan napas berulang kali hingga merasa siap menghadapi sisa permasalahan yang menunggunya nanti.Terdengar suara ponsel berdering kembali. Satria memeriksa, ternyata Fran yang menghubungi.“Halo...” sapa Satria pelan, menempelkan ponsel ke telinga ag

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   59. Dia Pintar

    “Mas Kanzu tahu kondisi Kanaya sekarang.”“Tapi kalau aku nyerah, pasti makin susah untuk bisa sama-sama seperti sebelumnya,” kata Satria. Ia tahu benar arah pembicaraan itu.“Makanya menyerahnya bukan sekadar menyerah,” ujar Ghea sambil menunduk. “Minta maaf, perbaiki, dan kalau perlu menangislah.”“Apa?” seru Daffa, kaget. “Bby, kamu tahu, Kanaya juga melakukan beberapa hal yang—”“Dia pintar, ingat? Mustahil dia enggak melakukan apa-apa sementara kamu selalu seenaknya,” potong Ghea santai. “Dia harus bisa bertahan di segala keadaan, makanya ngajak cerai itu ide paling tolol, Mas!”“Apa ingatannya udah pulih sepenuhnya?” tanya Satria.Ghea menggeleng. “Belum. Dokter bilang Kanaya kadang masih kewalahan dengan beberapa potongan dan kilas balik ingatan. Dia juga berkomitmen meminimalisasi penggunaan obat, jadi fokusnya sekarang cuma terapi dan relaksasi.”“Kalau ingatannya utuh, dia pasti tahu aku enggak serius sama rencana cerai itu.”Daffa menyipitkan mata. “Bukannya kalau ingatanny

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   58. Beri Kesempatan

    "Pak…” ucap Fran, menghentikan mobil di area lobi rumah sakit. “Pak Satria menunggu di Suite Room lantai delapan.” Kanzu menipiskan bibir dan melepas sabuk pengamannya. “Bapak sejak tadi memang tidak bertanya-tanya, namun saya sungguh bersaksi bahwa hingga siang tadi Ibu Kanaya masih sangat baik-baik saja bersama Pak Satria dan—” “Dan kenyataannya sekarang terjadi hal sebaliknya,” sela Kanzu sambil menyelipkan ponsel ke saku celana belakang dan keluar dari mobil. “Mas Kanzu!” panggil Ghea yang bergegas mendekat begitu Kanzu menuju lift. Daffa yang bersamanya segera membuntuti. “Kanaya?” tanya Kanzu. “Baik, stabil. Dia dirawat di Gedung Selatan,” jawab Ghea sambil menunjuk arah seberang, ke koridor besar menuju gedung perawatan. “Ayo, kita ke—” “Aku akan menemuinya setelah membereskan Satria,” potong Kanzu. Daffa menahan. “Situasi Satria juga enggak

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   57. Akan Aku Hadapi

    “Terima kasih sudah menelepon. Bunda akan siapkan keperluan tidurnya Saka. Kanaya juga sudah tidur?” “Iya, pulas sejak sejam lalu. Saya janji, Bund ... Kanaya akan baik-baik saja.” Bunda Syaiba mengangguk. Ia tidak bisa menutupi rasa sedih dan kecewanya, karena itu segera mematikan sambungan telepon. “Ayo, ambil Grimlock di kamar Papa Kanzu,” ajak Saka bersemangat. “Iya…” ucap Bunda Syaiba sambil menurunkan cucunya dari pangkuan dan membawanya keluar kamar, meski saat sampai di tangga ternyata Sus Neta sudah membawa barang-barang yang diperlukan. Saka tampak tenang kembali ke tempat tidur. Ia mengenakan kaus kaki, memeluk robot dinosaurusnya, dan diselimuti dengan quilt dari kamar Kanaya. Suara petir bersahutan beberapa kali, namun Saka tidak lagi menangis. Ia hanya mendekut semakin rapat di balik selimut bersama robot Grimlock. “Kenapa?” tanya Bu Syaiba saat cucunya terlihat membuka mata lagi. “Lampunya dimatiin,” jawab Saka sambil tersenyum. Saka udah bobok pakai selimu

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   56. Anakku

    "Kanaya!" seru Satria begitu sadar dari pingsannya. Daffa yang duduk di sisi kiri tempat tidur menghela napas pendek. "Dia baik-baik saja. Ghea bersamanya." "Aku mau—" Daffa dengan mudah menahan bahu Satria, membuatnya kembali rebah di tempat tidur. "Dokter obgyn mengonfirmasi kehamilannya, sekitar lima sampai enam minggu kalau dilihat dari hasil USG. Kantong kehamilan dan embrionya sudah terlihat. Jadi ...." "Anakku," lirih Satria. Daffa sempat diam, lalu mengangguk pelan. Sahabatnya tampak tenang menerima situasi. "Mama sudah menelepon. Ghea tidak banyak cerita. Kamu beruntung, dokter memutuskan Kanaya harus bedrest minimal seminggu." Satria mengangguk. Itu berarti istrinya harus beristirahat hingga pulih. "Ghea dan Kanaya sudah video call dengan Saka. Dia terus bertanya kenapa kalian belum pulang. Untungnya, hujan deras. Jadi, bisa dibuat alasan. Mas Kanzu juga baru bisa berangkat besok, sepertinya." Satria menggeleng. "Kalau tidak bisa naik pesawat, dia akan n

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   55. Gila dan Bodoh

    RS Premier Surabaya Ghea dan Daffa sama-sama butuh tempat untuk duduk sekaligus menenangkan diri. Dua jam lalu, begitu mobil mereka tiba, Satria justru sedang membopong Kanaya keluar dari rumah, langsung masuk ke kursi belakang, meneriakkan perintah untuk pergi ke rumah sakit. Ghea langsung bertanya apa yang terjadi, namun Satria menyuruhnya diam dan sibuk menghubungi Sus Neta agar segera membawa Saka ke rumah mereka.. “Apa pun yang terjadi, Saka harus kembali padaku, mengerti?” Ghea agak bergidik mendengar seruan itu, ditambah Satria yang kemudian sibuk menghubungi dr. Jihan meminta rekomendasi dokter di Surabaya untuk menangani keadaan Kanaya. Dan di sinilah mereka sekarang, salah satu rumah sakit terbaik di kota Pahlawan. Kanaya menjalani pemeriksaan awal di IGD dan dipindahkan ke Presidential Room setelah dipastikan kondisinya stabil. Kini hanya tinggal menunggu waktu hingga ia sadar. “Kamu aja dulu, Sayang ... yang ajak ngomong,” ucap Daffa karena ponselnya mulai berdering-d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status