Share

BAB 8

Gauri menceritakan semua hal yang terjadi tadi malam, apa yang telah Eyang Chandra rencanakan, alasan Senja berada dimeja makan, tujuan Gauri ingin melukai tangan serta apa yang telah Senja lakukan. Dipta mendengar semua cerita itu dalam diam. Tidak menyanggah ataupun bertanya apa-apa. Ia hanya diam mendengarkan dan mengamati adiknya bercerita.

Setelah bercerita, Gauri melihat kakaknya mengepalkan tangan dan menahan segala emosi yang berkecamuk dikepala. Ia sangat mengetahui kakaknya, orang yang selalu dapat diandalkan dalam segala hal. Orang yang sangat menyayanginya, melakukan apapun untuknya, memprioritaskan adiknya tanpa diminta. Dipta mungkin bukan laki-laki yang baik, tetapi ia adalah kakak yang terbaik bagi Gauri.

“Kak, Yelo hanya ingin sekolah dirumah,” ujar Gauri.

Dipta menganggukkan kepalanya. “Pasti,” jawab Dipta dengan yakin, “Kamu hanya akan sekolah dirumah.”

‘Akan kubuat mereka berdua menanggung akibatnya,’ batin Dipta.

“Guru les baru itu—”

“Kakak akan mengurusnya, kamu tenang aja,” kata Dipta tersenyum menenangkan.

“Sepertinya dia bukan sekedar guru les, aku yakin tugasnya lebih dari itu,” ucap Gauri sangat yakin akan perkataanya.

“Memang benar, tugasnya lebih dari itu, tapi nggak usah dipikirkan. Itu jadi urusan kakak. Sekarang kamu makan, ya?”

Gauri tersenyum dan mengangguk.

*~*~*~*~*

Senja melihat surat kontrak kerja dengan Eyang Chandra yang di tandatanganinya dihadapan Pak Handi seminggu yang lalu.

Di selembar kertas itu tertulis : Pihak Pertama adalah Chandra Gunawan Maheswara dan Pihak Kedua adalah Bidari Senja.

Poin Pertama : Mengawasi setiap tindakan Dipta R. Maheswara.

Poin Kedua : Mengikuti Dipta R. Maheswara saat disuruh oleh Pihak Pertama.

Poin Ketiga : Melarang Dipta R. Maheswara untuk berpergian tanpa seizin Pihak Pertama.

Poin Keempat : Menyuruh Dipta R. Maheswara untuk bekerja di Perusahaan Keluarga Pihak Pertama.

Poin Kelima : Menjaga Dipta R. Maheswara dari ancaman berbahaya yang mengancam jiwa.

Poin Tambahan : Menjadi guru les Gauri Lestari Maheswara setiap dibutuhkan.

Surat perjanjian kerja ini berlaku selama sepuluh bulan. Selama kurun waktu tersebut Pihak Kedua akan tinggal dirumah Pihak Pertama dan menjadi orang suruhan Pihak Pertama.

Pihak Kedua tidak dapat membatalkan kontrak sebelum masa kontrak kerja itu habis.

Pihak Kedua dapat mengambil cuti libur lima hari dalam waktu satu bulan.

Pihak Pertama juga akan menerima upah sebesar Rp. 35.000.000 (Tiga Puluh Lima Juta Rupiah) setiap bulan.

Senja yakin ia menandatangani kontrak kerja ini secara sadar dan tanpa adanya paksaan. Ia juga telah membaca kontrak kerja sebanyak dua kali sebelum menandatanganinya. Tetapi ketika membaca kontrak kerja ini kembali setelah Dipta mengetahui tugas Senja yang sebenarnya dirumah ini, membuatnya berpikir apakah tindakannya patut dibenarkan untuk dilakukan?

Selama ini Senja yakin jika bekerja dengan Eyang Chandra sama dengan membantu Tuan Dipta. Tetapi sekarang ia meragukan hal itu. Bagimana jika bukannya Dipta terbantu malah semakin jadi membatu?

“Mbak, lagi ngapain?” tanya Trisma yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar.

Senja langsung melipat surat kontrak kerjanya. “Lagi baca surat,” jawab Senja. Lalu menyimpan suratnya kedalam kotak rahasianya yang digembok.

Trisma berjalan kedalam kamar dan bertanya dengan nada penasaran. “Hayo? Surat dari siapa? Pacar Mbak, ya?”

“Bukan,” jawab Senja.

“Jadi dari siapa?” tanya Trisma masih dengan tingkat penasaran yang akut.

Senja tersenyum, “Dari orang yang Mbak percaya,” balasnya dilematis.

“Orang yang Mbak percaya itu siapa? Pacar ‘kan?”

Senja tertawa kecil, “Memangnya orang yang dipercaya hanya pacar aja? Omong-omong soal pacar, kamu udah punya pacar?” tanya Senja mengalihkan pembicaraan.

Trisma menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Nggak ada, Mbak. Kalau Mbak sendiri?”

Senja juga menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Nggak punya juga.”

Lalu keduanya tertawa bersama, menertawakan nasib mereka, yang sama-sama belum menemukan laki-laki yang akan dicinta untuk keperluan asmara.

*~*~*~*~*

“Ketemuan ditempat biasa,” kata Dipta pada Gerka disambungan telepon.

Gerka yang sedang berada di lokasi pesta tidak begitu mendengar perkataan Dipta. “Halo? Ta?”

“Halo?” Dipta mendengar suara kebisingan yang menjadi latar keberadaan Gerka. “Keluar dari sana, cari tempat hening,” suruh Dipta.

Gerka berjalan mencari tempat yang sunyi. “Halo? Dipta? Aku lagi di Bali, Bro!” ucap Gerka memberitahu keberadaannya.

“Apa? Babi?” Dipta masih belum dapat mendengar dengan jelas.

“Iya! Bali,” begitu pun dengan Gerka, tidak dapat mendengar secara jelas ucapan Dipta.

“Kamu mengejekku?” tanya Dipta tidak senang.

“Mengejek?” ulang Gerka yang sudah mendapatkan ruangan sunyi.

“Apa maksudmu dengan kata babi?”

“Babi? Aku nggak ada bilang itu,” sanggah Gerka.

“Sudahlah lupakan. Bertemu ditempat biasa,” perintah Dipta.

“Aku lagi di Bali, Bro. Kakak dari sepupu calon iparku dari pihak Paman dan Bibi di Belanda menikah dengan adiknya sepupu silang yang sepupuan sama—”

“Berapa lama disana? Kenapa nggak ada kabar?” Dipta memotong ucapan ngawur Gerka.

“Cuma dua hari, Boss. Tadi ‘kan aku telepon, mau kasih tahu, tapi dirimu tak memedulikanku, sakit hatiku.”

Dipta teringat telepon dari Gerka pagi tadi saat ia baru terbangun dan kepalanya pusing karena mabuk.

“Makanya bicara itu langsung ke inti, jangan suka basa-basi.”

“Ada apa, Ta?” tanya Gerka serius. “Biasanya di hari minggu kamu jarang minta ketemu. Kamu nggak pergi dengan adikmu?”

“Dia nggak mau pergi. Lagi pula ada hal penting yang harus kuberitahu pada kalian berdua.”

“Hal penting apa?”

“Yohan ada dimana?”

“Si gila kerja itu pasti ada di kantor dihari minggu begini,” tebak Gerka. “Sebelum pergi, aku juga menghubunginya, dan katanya nggak akan ke kantor. Apa kamu percaya?”

Dipta terkekeh pelan lalu menjawab, “Mungkin aja, sekarang dia lagi tiduran sampai sore.”

“Mana mungkin, tiduran bukan jalan ninjanya, Bro!”

“Pesan tiket kepulanganmu untuk malam ini, aku juga akan menghubungi Yohan untuk bertemu di tempat biasa.”

“Nggak bisa, Ta. Keluargaku—”

“Hari ini juga nggak bisa ditunda, Ka! Sangat mendesak.”

“Sama Yohan dulu ceritanya, atau kalau nggak kita video call—”

“Nggak bisa! Kamu juga harus ada.”

“Tapi—”

“Beri tahu alamat lokasi pestanya. Aku akan mengirimkan Pesawat Maharaja dan mobil jemputan untuk kepulanganmu malam ini juga.”

Pesawat Maharaja adalah perusahaan pesawat nomor tiga terbaik di Indonesia, milik Maheswara Group.

“Apa!?” Gerka tercengang sampai ke tulang.

*~*~*~*~*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status