Share

Bab 5

“Bagaimana film rekomendasiku?” Chloe membanggakan dirinya setelah mengajak teman-temannya menonton film kesukaannya di biskop.

“Not bad,” Jovanka menjawab pelan sambil memakan sisa popcorn di tangannya.

“Nay, kamu nggak papa kan?” panik Xaviera melihat sahabatnya yang diam dan berjalan seperti mayat hidup dengan mata merah dan membengkak.

Chloe dan Jovanka reflex menoleh. Sesaat kemudian, mereka berdua tertawa lepas membuat beberapa pengunjung mall melihat mereka.

Nayra ini adalah gadis yang memiliki sentimental paling tinggi. Tidak heran, hanya dengan melihat kucing yang sedang diam di pinggir jalan saja, mampu membuatnya menangis dalam dua jam.

“Sudah Nay, itu hanya film” Chloe mencoba menenangkan.

“Tapi tetap saja, disitu tertulis based on true story, buta kalian, hah?” kali ini Nayra meninggikan nada bicaranya.

Tawa Chloe dan Jovanka kini sudah meledak. Sungguh, menguji mental Nayra memang menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka.

“Terima kasih” ujar mereka berempat kompak setelah menerima ice cream dari sang penjual.

Sebelum pulang mereka memutuskan untuk berfoto di kamar mandi bioskop kemudian membeli ice cream.

Jangan tanyakan mengapa mereka foto di kamar mandi bioskop. Karena kaca di sana menjadi spot foto paling aesthetic. Tentu saja gratis, tidak berbayar seperti foto di studio.

“Beneran, nggak mau bareng ra?”

Jovanka kembali mengajak Xaviera yang memilih untuk pulang sendiri menggunakan angkutan umum. Xaviera mengangguk mengiyakan.

“Aku duluan ya ra” ucap Chloe dari dalam mobil.

Nayra ikut Jovanka karena mereka satu arah pulang, sedangkan Xaviera, arah jalan pulang mereka berlawanan. Nayra sudah pulang terlebih dahulu karena sudah dijemput supir pribadinya. Jovanka tidak bisa memaksa, ia menuruti permintaan Xaviera kemudian melajukan mobil yang di kendarainya.

Ketika sedang menikmati ice cream vanila di genggamannya, tiba-tiba ia melihat kereta bayi yang bergerak sendiri menuju jalan raya tanpa pengawasan dari orang dewasa.

Banyak orang yang melihat kejadian itu, tetapi kebanyakan dari mereka hanya mampu berteriak saja, bahkan ada beberapa yang lebih memilih merekam tanpa berusaha menyelamatkan.

Karena geram dan panik, ia dengan cepat berlari menyelamatkannya. Klakson mobil bersahutan membuat bayi itu menangis semakin kencang.

Dari arah sebelah kanan, mobil bis melaju dengan cepat. Tanpa perhitungan dan tanpa melihat sekitar, Xaviera berlari meraih kereta bayi itu. nyaris saja kejadian tidak terduga akan terjadi jika ia telat satu detik saja.

Dengan napas terengah-engah, ia menggendong bayi itu menenangkan.

“Tidak apa-apa, jangan menangis manis. Jangan menangis lagi ya, cup cup cup.”

Seperti mengerti perkaataan Xaviera, bayi tampan dengan mata berwarna abu itu perlahan berhenti menangis. Bahkan bayi itu balik menatap lekat mata Xaviera.

“Good job, anak pintar.” Ucap Xaviera dengan senyuman manis. Dari arah kejauhan terdengar suara perempuan yang memanggil.

“Tuan muda!!!” ujarnya yang langsung mengambil bayi itu dari Xaviera.

Tuan muda?

“Terima kasih nona, sudah menyelamatkan tuan muda.”

"Iya tidak apa-apa. Tampan, jangan menangis lagi ya,” ujarnya tersenyum menyapa bayi itu.

Tanpa disadari, Revan melihat kejadian itu dari kejauhan. Keringat sudah menetes melewati pelipisnya, jantungnya juga berdegup cepat tatkala melihat anaknya berada di ambang kematian.

Untung saja, perempuan itu menyelamatkannya. Revan mencoba mengatur napasnya, ia kemudian mendekati mereka yang sedang asik bercengkrama.

“T-tuan?”

Tatapan tajam Revan membuat baby sitter itu menunduk.

Xaviera yang melihat perubahan raut wajah perempuan dihadapannya, kemudian menoleh ke belakang. Matanya melebar dengan sempurna.

Seorang laki-laki gagah dan tampan dengan balutan kemeja sedang menghampirinya. Bahkan aroma parfume dan keringat orang tampan bercampur menjadi satu tercium dari jarak yang lumayan jauh.

Tampan.

Kata-kata itu refleks keluar dari mulutnya tepat ketika laki-laki itu melintasi dirinya. Dengan cepat ia menutup mulut, takut jika lelaki tampan itu mendengarnya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, baby sitter itu seolah mengerti, langsung memberikan bayi di pelukannya kepada Revan.

Melihat lelaki tampan menggendong seorang bayi, sudah membuat Xaviera memikirkan akan menikah menggunakan adat apa.

Sifat keibuannya menyeruak, ia merasakan kedamaian saat melihat laki-laki bersama dengan anak kecil.

Revan kemudian berjalan menuju mobil, namun langkahnya terhenti ketika melihat perempuan di hadapannya yang tidak berhenti menatapnya. Dengan satu alis yang terangkat, membuat Xaviera sadar dari lamunannya.

“Kau ingin mengatakan sesuatu?”

Tatapan mata itu membuat kaki Xavera lemas. Padahal hanya ditatap saja, membuat kupu-kupu berterbangan di perutnya. Xaviera menggeleng kemudian tersenyum.

“Tidak ada, pergilah. Bye-bye anak ganteng,”

Setelah mengucapkan salam perpisahan kepada bayi gemas itu, Xaviera mendorong pelan punggung kekar Revan untuk masuk ke dalam mobil.

Baby sitter yang melihat kejadian itu kaget melihat tingkat Xaviera. Revan sedikit berbalik untuk menatap mata gadis itu.

“Jangan lupa untuk mengikat tali sepatumu,”

Refleks Xaviera menatap ke arah tali sepatunya. Ia menahan malu melihat kebodohannya. Ia lupa menalikan tali sepatu tadi, untung saja tali sepatu tidak membuatnya berada dalam masalah.

Revan kemudian masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraannya. Setelah mobil itu tidak terlihat dari pandangannya, ia baru menyadari satu hal.

OH TIDAK! ICE CREAMKU!          

Karena fokus menyelamatkan bayi itu, ia tidak sadar sudah melakukan kesalahan sehingga melupakan ice cream yang sudah mulai melelah di tanah. Beberapa kali ia memukul kepalanya pelan dan menghentakkan kakinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status