Share

Bab 6

Penulis: Lia M Sampurno
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-09 20:28:24

Hampir satu minggu Ken berada di ruang ICU, akhirnya sadar dan dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Albany dan Za gantian menjaga di sela-sela waktu sibuknya. Kadang, mereka datang berdua jika pekerjaan bisa ditinggalkan. Tidak mungkin Ningsih membantu menjaga Ken karena kondisi Hendro pun sedang tidak baik-baik saja.

Hanya dua hari di ruang perawatan, pemuda itu meminta pulang. Meski pihak rumah sakit belum mengizinkan, tetapi Ken memaksa ingin pulang. Dia sama sekali tidak betah dikurung dalam ruangan. Za yang saat itu menjaga tak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan sang putra, dari pada anaknya membuat keributan. Perihal pengobatan, Za pikir bisa dilakukan di rumah. Jika perlu, dia akan membayar seorang dokter atau perawat untuk datang.

Ningsih dan Hendro merasa kaget saat melihat menantu mereka pulang dibarengi dengan cucunya. Pemuda itu masih tampak lebam-lebam di beberapa bagian. Perban di kepala juga tangan masih terpasang.

“Kamu sudah pulang, Nak?” sapa Ningsih dengan wajah haru. Dia memeluk tubuh tegap itu penuh sayang. namun, Ken sedikit meringis karena tubuh sang nenek menekan pada lukanya.

“Maaf, sakit ya?” tanya Ningsih gegas melepaskan pelukannya.

“Nggak apa-apa, Nenek,” jawab Ken mengulas senyum. Pemuda itu lantas menatap pada lelaki yang duduk di kursi roda. Laki-laki tua yang begitu memanjakannya sedari kecil.

“Kakek,” sapanya dengan senyuman manis. Namun, lelaki beruban yang biasanya selalu tersenyum ramah itu menunjukan muka masam dan bahkan pergi begitu saja. Ada rasa nyeri yang menelusup ke hatinya. Dia tidak pernah diabaikan oleh kakeknya itu. Pemuda itu mengalihkan tatapannya pada Za untuk meminta penjelasan.

Za bisa menangkap kegundahan hati putranya. “Kamu istirahat saja dulu, ya. Kakekmu sedang tidak sehat,” bisiknya lirih lalu meminta Ken masuk ke kamarnya.

Albany yang mendengar kabar jika putranya sudah pulang, langsung meninggalkan pekerjaannya. Meski marah pada anak itu, tetapi rasa sayangnya tetap saja tak bisa dihilangkan.

Albany masuk ke kamar yang sering kali sepi ditinggal pemiliknya. Di sana ada Za yang selesai membantu Ken berbaring.

“Apa kehidupan seperti ini yang kamu inginkan?” bentak Albany pada sang putra yang  terbaring di atas ranjang. Meskipun begitu sekarang kondisi Ken sudah jauh lebih baik. Pemuda itu memang memiliki fisik yang kuat, persis sang ayah. Bedanya, jika Albany kesusahan hidup dan kerja keras yang membuatnya kuat, sedangkan Ken, dia menempa dirinya dengan ilmu bela diri juga kehidupan liar di jalanan.

“Ssstt! Mas, jangan sekarang. Ken masih butuh istirahat,” sergah Za dengan suara pelan. Napas Albany tersengal menahan marah. Rasanya dia ingin meninju kepala sang putra agar sadar akan kesalahannya.

“Dia ini tidak butuh istirahat. Dia butuh dihajar!” rutuk Albany semakin kesal. Tangannya terkepal kuat.

“Ayah dari dulu selalu saja keras. Beda sama Kakek yang selalu sayang sama aku.” Ken membuang muka.

“Sayang, katamu? Dia telah menjadikanmu anak berandalan, susah diatur dan bertindak seenak jidat sendiri. Itu yang kamu bilang sayang? kamu bahkan hampir mati di jalanan!” Albany masih tidak bisa menahan emosinya.

“Mas! Jangan seperti itu. Keluarlah, biar aku yang bicara sama Ken,” pinta Za dengan wajah memelas.  Albany melengos kemudian pergi dari hadapan dua orang yang sangat disayanginya. Dia berdiri

Za kemudian mendekat dan duduk di samping sang putra. “Jangan dimasukan hati. Ayahmu memang begitu. Itu karena dia terlalu sayang sama kamu.”

“Sayang apanya? Dia tidak pernah sayang sama aku.”

Za mengulum senyum. Antara ayah dan anak memiliki sifat yang sama keras. “Dia begitu khawatir sama kamu, Ken. Dia takut kehilangan kamu. Karena itu dia begitu marah saat tahu kamu tawuran lagi,” ungkap Za.

“Ini bukan tawuran Bun. AKu dihadang dan dikeroyok di tengah jalan,” jelas Ken. Za hanya bisa mengembus napas kasar.

“Apapun itu, kejadian kemarin itu hampir merenggut nyawamu, Sayang. Ayah, Bunda, Kakek, Nenek, semua cemas. Ayahmu itu keras, tapi percayalah, hatinya sangat lembut. Dia itu penyayang.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 74

    “Lina, Ima! Apa Nyonya sudah selesai?” tanya Javier dari luar pintu.“Sudah Bang Jev,” jawab Ima.“Tuan Al sudah menunggu di bawah untuk sarapan,” katanya. Lina dan Ima pun bergegas membereskan peralatannya.“Silakan duluan, Nyonya. Kamarnya biar kami yang bereskan,” ucap Ima. Walaupun merasa tak enak hati, tetapi Kinan tak punya pilihan lain, Aldebaran sudah menunggunya di bawah.Saat pintu terbuka Javier sempat terperangah melihat Kinan yang semakin cantik. Sebagai lelaki normal dia kagum dengan wanita ini.“Silakan,” ujar Javier yang mendadak bersikap begitu sopan.“I-iya,” jawab Kinan terlihat gugup.Dia berjalan pelan menuruni tangga lebar yang melingkar. Di bawah sana Aldebaran yang mendengar bunyi heels pendek dari sepatu yang dikenakan Kinan sontak menoleh ke arah tangga.Matanya terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka karena Javier melihat padanya.Sangat aneh. Aldebaran sering berurusan dengan wanita berbaju seksi. Dia bahkan sering menikmati wanita tan

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 73

    Aldebaran menatap tak berkedip pada wanita yang jatuh terlelap karena saking capenya. Kinan bercerita tentang hidupnya sambil menangis tadi. Entah kenapa Aldebaran ingin sekali memeluk dan memberikan bahunya untuk bersandar saat Kinan menangis, tetapi dia tak bisa melakukannya. Wanita itu masih sah menjadi istri orang.Saking lelahnya, Kinan meracau lalu kepalanya terkulai di pinggiran sofa.“Kupikir kisah hidupku yang paling buruk,” gumam Aldebaran sambil menatap dengan rasa kasihan pada Kinan. Dia menunggu hingga Kinan benar-benar terlelap, lalu memindahkannya ke atas kasur miliknya. Setelah yakin jika Kinan tidur dalam keadaan nyaman, dia lalu keluar dan menuju ruang kerjanya untuk tidur di sana.Aldebaran seakan susah untuk memejamkan matanya. Dia masih teringat saat Kinan menceritakan kisahnya dengan sang suami.“Kamu wanita tegar dan berprinsip. Berani meninggalkan suami seperti itu demi sebuah harga diri,” gumamnya, lalu terbayang wajah Kinan yang polos, namun pemberani. Ide-id

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 72

    Kinan masih fokus memijit kaki Ahmet, sementara Aldebaran mengajaknya untuk cepat-cepat. Dia sudah tidak sabar ingin menginterogasi wanita yang menjadi istri gadungannya ini.“Udah mendingan, kan, Dad?” tanya Aldebaran.Ahmet mendelikan matanya. “Aku lagi enak dipijitin. Ganggu saja kamu ini!” Dia hendak melemparkan lagi sebuah bantal pada anaknya, tetapi Kinan menahannya.“Ssst, jangan ribut.” Kinan menyilangkan telunjuknya di bibir.“Tuh denger! Sana pergi kau!” usir Ahmet mengacungkan tinjunya pada Aldebaran.“Hei, dia itu istriku. Seharusnya aku yang lebih berhak, bukan kau Pak Tua!” sergah Aldebaran.“Kau bisa sepuasnya sama istrimu nanti. Aku hanya sebentar saja. Aku ingin mengobrol dengannya.” Ahmet mengangkat bogemnya.“Aku kasih waktu lima menit lagi. setelah itu aku ajak Kinan pergi tidur. Ini sudah malam. Apa kau tidak mengerti bagaimana rasanya pengantin baru?” kata Aldebaran sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.“Ya sudahlah. Pergilah kalian. Kakiku sudah jauh l

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 71

    Sementara itu Kinan dan Ahmet yang mendengar keributan di luar langsung terbangun. Ahmet terperangah saat melihat ada Kinan di kamarnya.“Ngapain kamu di sini?” tanyanya marah.“Emmh, itu … Kek, aku mau bawakan makan malam, tapi Kakek udah tidur. Jadi aku tunggu di sini,” jawab Kinan sambil menunjuk ke sofa yang tadi didudukinya.“Kakek! Sudah kubilang jangan panggil aku kakek.” Ahmet berteriak dengan keras dan membuat Aldebaran mendengarnya. Dia gegas ke sana untuk melihat.Betapa bahagia rasanya saat melihat ada Kinan di sana yang tadi dia kira kabur.“Kenapa kamu di sini, Sayang?” tanya Aldebaran menghampiri Kinan dan berpura-pura bersikap romantis. Kinan tampak risih saat tangan Aldebaran menyentuh pinggangnya.“Mmh, itu, Tuan. Saya … mau ambilkan makan malam buat Kakek,” jawab Kinan polos. Aldebaran mengedipkan sebelah matanya berulang kali, memberi kode pada Kinan agar tidak menyebutnya tuan.Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kinan dan berbisik, “Panggil aku sayang jika di de

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 70

    Aldebaran terbahak mendengar pertanyaan Kinan.“Kau pikir aku akan melakukannya? Yang benar saja. Aku tidak akan pernah mau terikat dalam pernikahan.”Mendengar kalimat dari mulut Aldebaran, Kinan pun merasa lega.“Baguslah. Aku juga tidak mau,” balas Kinan sambil membuang muka. Aldebaran melotot. Belum pernah ada yang berani seperti itu padanya. Biasanya wanita akan tunduk dan merengek agar didekati, yang ini malah sebaliknya.“Kamu!” desisnya. Namun, Kinan malah nyengir kuda. Aldebaran mendengkus pelan.“Cepat pose yang baik, aku akan mengambil gambarmu,” titah Aldebaran sambil menunjuk ke arah tembok untuk memberi kode pada Kinan untuk berdiri di sana.“Ok,” sahut Kinan gegas berdiri di depan tembok berwarna putih.Cekrek.Aldebaran kemudian melihat hasil fotonya. Dia mendesis kesal, karena ternyata Kinan malah menggosok matanya.“Kamu ini, foto aja susah. Tahan dulu sebentar,” ucap Aldebaran sedikit emosi.“Maaf, tadi mataku kelilipan,” jawab Kinan yang masih mengucek matanya. “S

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 69

    “Pakailah salah satu. Buang saja baju yang kau pakai,” katanya seperti yang kesal. Kinan mendengkus dan kembali ke kamar pas untuk berganti pakaian.Keluar dari kamar pas kali ini sudah dengan baju yang baru dan membuat Aldebaran terpaku sesaat. Namun, dia gegas membuang muka.“Ayo, masih ada tempat lain yang harus kau kunjungi,” katanya sambil berjalan, lalu diikuti oleh Javier.Kinan melongo karena dua lelaki itu malah melenggang tanpa ke kasir dulu. Dia gegas menyusul Javier dan menarik tangan lelaki itu.“Ada apa?” tanya Javier yang kaget saat tangannya ditarik.“Kenapa nggak bayar? Kalian penjahat yang lagi merampok?” tanya Kinan sambil berbisik. Javier langsung terbahak dan membuat Aldebaran berhenti dan menoleh ke belakangnya. Javier langsung berhenti tertawa dan menunduk hormat.“Butik itu punya Tuan Aldebaran,” bisik Javier dan kembali membuat Kinan melongo.“Ayo cepat!” teriak Aldebaran yang kemballi berhenti karena Javier dan Kinan malah mengobrol dan berjalan lambat.“Ini

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status