Share

Part 4 Mengantarkan Mila

ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU

Part 4 Mengantarkan Mila

“Ta-tapi, Bu. A-aku bisa naik ojek atau naik angkot aja. Sebaiknya Ibu lanjutkan kerja, bukankah Ibu juga mau jualan.” Mila menahan tanganku kala aku melangkah ke luar.

“Kamu ini kenapa? Kamu larang Ibu datang ke rumah mertuamu. Ada apa denganmu, Mila?” Rasanya tak tahan dengan sikap putriku seperti ketakutan jika aku berhubungan dengan suaminya dan keluarga suaminya. Bisa dilihat wajahnya pucat.

“Nggak ada apa-apa kok, Bu. Aku ... mmm aku hanya nggak mau bikin Ibu repot. Lagian di rumah mertuaku masih berantakan dan aku nggak enak aja.”

Astaga! Alasan apa lagi ini? Tidak enakan karena rumah mertuanya berantakan. Terus tak mengabari anaknya meninggal karena mertuanya tak mau membebani aku masalah ongkos pesawat yang mahal. Tak sempat ganti baju karena takut ketinggalan pesawat. Dan ada lagi, yaitu Haris tak bisa mengantarkan karena sibuk, tapi kenapa di saat lapar ia bisa menghubungi istrinya seperti di dunia ini hanya Mila saja yang bisa menyajikan makanan. Lama-lama kuhajar juga mereka dengan golok daging.

“Ya Allah, Mila! Kamu kenapa jadi orang asing sekarang? Aku ini Ibumu! Kalau masalah berantakan, rumah mertuamu jauh lebih bagus dari rumah kita. Ibu sudah biasa dengan masalah berantakan karena jualan di pasar aja duduk di antara daging-daging mentah. Apakah masih merasa nggak enak juga?”

Mila terdiam, alisnya berkerut dengan mimik wajah cemas. Bahkan gelisah sambil melihat jam tangannya.

“Ayok!” Tangannya kutarik menuju motor terpakir di teras.

“Tunggu, Bu!” Ia melepaskan pegangan tanganku. Langkahnya terhenti.

“Apa lagi, Mila?” Sepertinya kesabaranku telah diuji. Mila tetap kukuh agar aku tak ikut.

“Kenapa nggak besok aja Ibu ke sana setelah jualan di pasar? Dengan gitu kan enak duduk sama mertuaku.” Meskipun ia tersenyum di sela ucapan, namun aku tahu itu hanya demi aku tidak ikut mengantarkannya.

Aku tak bisa menunggu lama kalau ada sesuatu yang mengganjal di hati. Secepat mungkin harus diketahui sebab akibatnya. Ini masalah putriku, menunggu sejam saja rasanya lama. Bisa-bisa aku tak bisa tidur malam ini memikirkan nasib Mila.

“Anakku.” Aku menyentuh pipinya. “Jika ada masalah, cerita sama Ibu. Jangan karena Ayahmu sudah tak ada sehingga kamu menganggap Ibu tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada yang perlu ditakutkan selagi ada Ibu di sini.”

Aku berusaha membuat Mila tak merasa sendiri.

“Bu-bukan gitu, Bu ....” Ia terdiam lagi dengan raut wajah khawatir. Ya Tuhan, ada apa dengan putriku sehingga ia terlihat tertekan. Bahkan berbagi masalah denganku saja tidak pernah. Ia seperti hidup sendiri dengan masalahnya setelah menikah dengan Haris.

“Apa?” Mataku tak beralih dari wajahnya yang menunduk.

“Aku, aku ..., aku hanya nggak mau Ibu marah-marah di sana karena Mas Haris belum datang berkunjung ke sini. Lagian nggak enak kalau nanti Ibu marah-marah di sana.”

“Kamu kira Ibu nggak bisa menjaga sikap? Mila ... Mila ..., kenapa kamu seperti nggak kenal Ibu? Apa penah selama ini Ibu bikin malu kamu pada keluarga suamimu dengan sikap Ibu?”

Mila menjawab menggelengkan kepala.

“Terus, kenapa kamu khawatir Ibu mengantarkanmu ke rumah mertuamu?”

“Ibu harus janji nggak bikin masalah dengan marah-marah di sana.”

Ya Tuhan ....

“Hah? Kenapa Ibu harus berjanji?”

“Karena aku nggak mau ....”

“Sudah!” bentakku karena dari tadi bertele-tele.

Aku naik motor dan memutar kunci menyalakannya. “Ayok naik!” titahku tegas.

“Tapi, Bu ....”

“Naik!” Mataku melotot saking geramnya.

Mila langsung naik motor, aku bonceng ke rumah mertuanya. Tanpa menunggu lagi, motor dilaju meninggalkan rumah.

Dalam perjalan, Mila diam tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Entah memikirkan apa. Aku terus melaju motor ke kampung sebelah.

Jika masalah anak tersakiti, atau untuk melindungi anak. Seorang Ibu akan berani menghadapi apa saja. Bahkan tak takut risiko dengan apa yang terjadi demi bisa membela anak. Itulah fase yang aku rasakan melihat Mila pulang seperti pembantu.

“Yun! Nanti ke sini ya?” Jeni berteriak depan rumahnya kala aku dan Mila lewat dengan motor. Terlihat ia sedang menyuapi cucunya di depan rumah.

“Iya!” sahutku tetap dengan motor melaju.

Kampung sebelah hanya memakan waktu lima belas menit saja dari rumahku. Di kampung itu juga banyak yang aku kenal karena pedagang di pasar pasti sering bertemu orang banyak. Dengan pembeli juga sering cerita-cerita kalau putriku menikah dengan anak Bu Ida dari kampung sebelah. Banyak yang kenal dengan besan aku itu karena keluarganya keluarga terpandang. Menceritakan ini pada pembeli, rasanya bangga sekali kalau putriku termasuk beruntung dinikahi Haris. Namun, tidak saat ini kala melihat Mila pulang seperti dandan pembantu.

Akhirnya kami sampai di rumah mertua Mila. Motor diparkir depan rumah itu. Tak terlihat ada orang di luar dan bahkan pintu tertutup. Rumah yang cukup besar daripada rumah yang lainnya. Aku sering dengar kalau bapak mertua Mila sering mencalonkan diri sebagai caleg dulunya. Terbukti kala pertemuan Mila dan Haris, kala Haris membagikan sembako agar bapaknya memperoleh suara banyak di pasar, sementara Mila membantuku jualan daging.

Aku mengikuti Mila yang lebih dulu melangkah menuju pintu. Sampai depan pintu, aku berdiri di dekat dinding menunggu Mila membuka pintu dari luar.

Pintu dibuka, Mila melangkah masuk. Aku masih berdiri di dekat dinding menunggu dipersilahkan masuk.

“Kenapa kamu lama kali? Cucian banyak dan kami semua kelaparan!”

Deg!

Betapa terkejutnya aku mendengar suara seorang wanita berteriak kala Mila baru beberapa langkah melewati pintu.

“Ma-maaf, Bu. Aku ...,” jawab Mila terdengar tergagap.

“Kamu kira kamu bisa ma ....”

Aku langsung menampakan diri hingga wanita itu langsung terdiam. Dia adalah Bu Ida, ibu mertua Mila.

Ooh, jadi seperti ini ia bicara dengan anakku? Memerintah seperti pembantu. Aku lihat Bu Ida berpakaian sangat bersih mirip nyonya-nyonya dengan perhiasan emas melingkar di tangan, leher dan beberapa jari tangannya. Ia seperti toko emas berjalan. Sementara putriku, mirip seorang pembantu di rumah ini.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status