Share

Part 4 Mengantarkan Mila

last update Last Updated: 2022-06-06 20:00:35

ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU

Part 4 Mengantarkan Mila

“Ta-tapi, Bu. A-aku bisa naik ojek atau naik angkot aja. Sebaiknya Ibu lanjutkan kerja, bukankah Ibu juga mau jualan.” Mila menahan tanganku kala aku melangkah ke luar.

“Kamu ini kenapa? Kamu larang Ibu datang ke rumah mertuamu. Ada apa denganmu, Mila?” Rasanya tak tahan dengan sikap putriku seperti ketakutan jika aku berhubungan dengan suaminya dan keluarga suaminya. Bisa dilihat wajahnya pucat.

“Nggak ada apa-apa kok, Bu. Aku ... mmm aku hanya nggak mau bikin Ibu repot. Lagian di rumah mertuaku masih berantakan dan aku nggak enak aja.”

Astaga! Alasan apa lagi ini? Tidak enakan karena rumah mertuanya berantakan. Terus tak mengabari anaknya meninggal karena mertuanya tak mau membebani aku masalah ongkos pesawat yang mahal. Tak sempat ganti baju karena takut ketinggalan pesawat. Dan ada lagi, yaitu Haris tak bisa mengantarkan karena sibuk, tapi kenapa di saat lapar ia bisa menghubungi istrinya seperti di dunia ini hanya Mila saja yang bisa menyajikan makanan. Lama-lama kuhajar juga mereka dengan golok daging.

“Ya Allah, Mila! Kamu kenapa jadi orang asing sekarang? Aku ini Ibumu! Kalau masalah berantakan, rumah mertuamu jauh lebih bagus dari rumah kita. Ibu sudah biasa dengan masalah berantakan karena jualan di pasar aja duduk di antara daging-daging mentah. Apakah masih merasa nggak enak juga?”

Mila terdiam, alisnya berkerut dengan mimik wajah cemas. Bahkan gelisah sambil melihat jam tangannya.

“Ayok!” Tangannya kutarik menuju motor terpakir di teras.

“Tunggu, Bu!” Ia melepaskan pegangan tanganku. Langkahnya terhenti.

“Apa lagi, Mila?” Sepertinya kesabaranku telah diuji. Mila tetap kukuh agar aku tak ikut.

“Kenapa nggak besok aja Ibu ke sana setelah jualan di pasar? Dengan gitu kan enak duduk sama mertuaku.” Meskipun ia tersenyum di sela ucapan, namun aku tahu itu hanya demi aku tidak ikut mengantarkannya.

Aku tak bisa menunggu lama kalau ada sesuatu yang mengganjal di hati. Secepat mungkin harus diketahui sebab akibatnya. Ini masalah putriku, menunggu sejam saja rasanya lama. Bisa-bisa aku tak bisa tidur malam ini memikirkan nasib Mila.

“Anakku.” Aku menyentuh pipinya. “Jika ada masalah, cerita sama Ibu. Jangan karena Ayahmu sudah tak ada sehingga kamu menganggap Ibu tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada yang perlu ditakutkan selagi ada Ibu di sini.”

Aku berusaha membuat Mila tak merasa sendiri.

“Bu-bukan gitu, Bu ....” Ia terdiam lagi dengan raut wajah khawatir. Ya Tuhan, ada apa dengan putriku sehingga ia terlihat tertekan. Bahkan berbagi masalah denganku saja tidak pernah. Ia seperti hidup sendiri dengan masalahnya setelah menikah dengan Haris.

“Apa?” Mataku tak beralih dari wajahnya yang menunduk.

“Aku, aku ..., aku hanya nggak mau Ibu marah-marah di sana karena Mas Haris belum datang berkunjung ke sini. Lagian nggak enak kalau nanti Ibu marah-marah di sana.”

“Kamu kira Ibu nggak bisa menjaga sikap? Mila ... Mila ..., kenapa kamu seperti nggak kenal Ibu? Apa penah selama ini Ibu bikin malu kamu pada keluarga suamimu dengan sikap Ibu?”

Mila menjawab menggelengkan kepala.

“Terus, kenapa kamu khawatir Ibu mengantarkanmu ke rumah mertuamu?”

“Ibu harus janji nggak bikin masalah dengan marah-marah di sana.”

Ya Tuhan ....

“Hah? Kenapa Ibu harus berjanji?”

“Karena aku nggak mau ....”

“Sudah!” bentakku karena dari tadi bertele-tele.

Aku naik motor dan memutar kunci menyalakannya. “Ayok naik!” titahku tegas.

“Tapi, Bu ....”

“Naik!” Mataku melotot saking geramnya.

Mila langsung naik motor, aku bonceng ke rumah mertuanya. Tanpa menunggu lagi, motor dilaju meninggalkan rumah.

Dalam perjalan, Mila diam tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Entah memikirkan apa. Aku terus melaju motor ke kampung sebelah.

Jika masalah anak tersakiti, atau untuk melindungi anak. Seorang Ibu akan berani menghadapi apa saja. Bahkan tak takut risiko dengan apa yang terjadi demi bisa membela anak. Itulah fase yang aku rasakan melihat Mila pulang seperti pembantu.

“Yun! Nanti ke sini ya?” Jeni berteriak depan rumahnya kala aku dan Mila lewat dengan motor. Terlihat ia sedang menyuapi cucunya di depan rumah.

“Iya!” sahutku tetap dengan motor melaju.

Kampung sebelah hanya memakan waktu lima belas menit saja dari rumahku. Di kampung itu juga banyak yang aku kenal karena pedagang di pasar pasti sering bertemu orang banyak. Dengan pembeli juga sering cerita-cerita kalau putriku menikah dengan anak Bu Ida dari kampung sebelah. Banyak yang kenal dengan besan aku itu karena keluarganya keluarga terpandang. Menceritakan ini pada pembeli, rasanya bangga sekali kalau putriku termasuk beruntung dinikahi Haris. Namun, tidak saat ini kala melihat Mila pulang seperti dandan pembantu.

Akhirnya kami sampai di rumah mertua Mila. Motor diparkir depan rumah itu. Tak terlihat ada orang di luar dan bahkan pintu tertutup. Rumah yang cukup besar daripada rumah yang lainnya. Aku sering dengar kalau bapak mertua Mila sering mencalonkan diri sebagai caleg dulunya. Terbukti kala pertemuan Mila dan Haris, kala Haris membagikan sembako agar bapaknya memperoleh suara banyak di pasar, sementara Mila membantuku jualan daging.

Aku mengikuti Mila yang lebih dulu melangkah menuju pintu. Sampai depan pintu, aku berdiri di dekat dinding menunggu Mila membuka pintu dari luar.

Pintu dibuka, Mila melangkah masuk. Aku masih berdiri di dekat dinding menunggu dipersilahkan masuk.

“Kenapa kamu lama kali? Cucian banyak dan kami semua kelaparan!”

Deg!

Betapa terkejutnya aku mendengar suara seorang wanita berteriak kala Mila baru beberapa langkah melewati pintu.

“Ma-maaf, Bu. Aku ...,” jawab Mila terdengar tergagap.

“Kamu kira kamu bisa ma ....”

Aku langsung menampakan diri hingga wanita itu langsung terdiam. Dia adalah Bu Ida, ibu mertua Mila.

Ooh, jadi seperti ini ia bicara dengan anakku? Memerintah seperti pembantu. Aku lihat Bu Ida berpakaian sangat bersih mirip nyonya-nyonya dengan perhiasan emas melingkar di tangan, leher dan beberapa jari tangannya. Ia seperti toko emas berjalan. Sementara putriku, mirip seorang pembantu di rumah ini.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU   Part 54 Demi Kesepakatan

    Part 54 Demi KesepakatanPov Mila“Mas mau apa datang ke sini?” Tanyaku tanpa menatap pada mas Haris. Aku justru mengalihkan pandangan ke depan dengan sifat cuek berdiri melipat tangan di perut.“Mila, aku tidak bahagia dengan pernikahanku. Aku mau kita seperti dulu lagi.” Aku mengalihkan pandangan padanya. “Aku tidak bisa!” jawabku tegas.“Tapi, aku bisa menceraikan wanita itu. Dia hanya pelakor di rumah tangga kita.”Enak saja bilang ‘pelakor di rumah tangga kita’ setelah ia dengan senang hati berselingkuh dengan mengatakan kalau aku adalah wanita yang tidak menarik lagi. Bahkan tanpa ragu memperbandingkan aku dengan wanita lain di atas ranjang seolah hati ini terbuat dari batu. Namun, aku suka melihatnya hari ini meminta aku kembali. Bebarti tujuan hampir sampai, yaitu ingin membuat dia terluka hingga merasakan apa yang aku rasakan.“Aku tidak mau ibu dan saudaramu menentang hubungan kita, Mas.”“Itu jangan khawatir. Aku akan bicara dengan Ibuku. Kalau masalah saudara aku jangan k

  • ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU   Part 53 Kedatangan Haris

    Part 53 Kedatangan HarisMila terlihat lebih baik setelah ia pulang dari Jakarta dengan perubahan yang bertambah cantik. Bukan saja fisik, sifat pun lebih berani. Aku saja sebagai wanita yang melahirkannya masih tak percaya kalau ia bisa berubah hanya dalam beberapa bulan saja. Ini perawatan yang mungkin tidak ada di kampung ini. Satu hal yang membuat aku bersyukur yaitu, Mila sudah bangkit dari keterpurukan atas kehilangan anak dan apa yang dialaminya selama menikah dengan Haris.“Ibu kok melihat aku gitu?” Tanya Mila sambil memijat kakiku. Ia sadar aku perhatikan.“Ibu ingin kamu segera menikah biar ada yang jagain. Status janda di kampung ini sangat hina.”Mila tersenyum kecil. Tak ada jawaban dan tangannya terus bekerja memijat kakiku tanpa henti.“Kalau belum ada yang dekat, apakah Ibu bisa carikan calon menantu Ibu?” Aku sengaja memancingnya. Mana tahu ia punya seseorang yang sedang dekat atau sekedar ada yang memperhatikan lebih.“Masa iddah aku baru aja berakhir. Aku belum si

  • ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU   Part 52 Pov Mila (2)

    Part 52Pov Mila (2)Mas Bayu datang menghampiri. Entah mau apa lagi karena memang kami tak ada urusan sebelumya. Yang terjadi antara kami hanya sebatas berteman baik dari kecil. Ia saja yang menaruh hati yang tidak pernah terbalas dari hatiku. Entah kenapa tak ada getaran sedikit pun padahal ia lelaki yang baik.“Assalamualaikum,” ucap mas Bayu.“Waalaiakuamsalam,” jawabku dan ibu serempak.“Bu Yuni, aku datang mau bertemu Mila.”Seketika Ibu langsung menatapku sesaat. “Maaf, tapi ini ada apa ya, Bayu?” tanya ibu balik.Mas Bayu mengalihkan pandangan padaku. “Aku mau bicara yang menyangkut tentang lamaranku waktu itu, Bu Yuni.” Meski ia menjawab pertanyaan ibu, namun pandangannya tetap mengarah padaku.Aku sama sekali tidak tertarik untuk membahas lamarannya. Apalagi setelah orang tua dia menolak menjual daging pada Ibu dan membuat Ibu terhina ulah kegigihannya mendekati aku. Intinya, kami tidak bersalah malah dibuat bersalah. Jika Ibu dihina yang bukan salah Ibu, rasanya mau membal

  • ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU   Part 51 Pov Mila

    Part 51Pov MilaAku yakin akan membuat Mas Haris mencariku. Kejadian menabrak mobil orang dari belakang bisa dilihat betapa ia terpesona, yaitu Mila mantan istrinya yang selalu dihina dan dikatakan bau matahari dan jelek, sekarang tidak ada lagi. Yang ada hanya Mila yang penuh dengan dendam.Anakku, Ibu yakin kamu sudah bahagia di sana. Allah lebih sayang kamu hingga rindu Ibu semakin berat dan hanya bisa menangis memeluk foto, membayangkan saat Ibu menggendongmu, menyuapi makan dan menjagamu kala bermain. Ibu rindu, Nak ..., sangat ....Setiap hari aku terus diselimuti penyesalan. Kenapa aku tak minta bantuan tetangga waktu itu kala tak ada uang buat berobat. Kenapa aku hanya diam menangis karena takut dan menuruti saja kala Mas Haris dan ibunya menyuruh minumkan paracetamol saja. Kenapa aku bodoh sekali sehingga diam ini membunuh anakku. Aku menyesal, sangat. Tekanan hidup dulunya sudah cukup! Aku akan melawan siapa saja yang menghina. Sudah cukup dengan menjadi Mila wanita bersik

  • ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU   Part 50 Mila Sengaja ....

    Part 50“Astagfirullahalaziim! Ada apa ya, Bu?” Mila terkejut dan lalu mengalihkan pandangan ke arah Haris.“Haris nabrak mobil orang dari belakang.” Aku pun ikut menonton insiden ini dengan senang hati.Aku yakin mantan menantu aku itu terkejut kala melihat Mila sudah berubah cantik. Tidak kusam lagi atau badan kurus kering. Kini badan Mila sudah ideal dengan tinggi badannya. Aku saja yang melahirkan sangat terkejut jika hanya beberapa bulan saja bisa secantik ini.“Hey! Apa kamu nggak punya mata!” Lelaki yang mengendarai mobil bicara berteriak pada Haris.Haris turun dari motornya. Untung ia tidak jatuh karena motor yang tidak melaju kencang kala melihat putriku barusan. Dan bisa dilihat betapa ekor mobil penyok ulah tabrakan. Aku dan Mila sengaja menghentikan langkah menyaksikannya. Lagian, penasaran juga ingin melihat reaksi Haris sekali lagi.“Kamu tu yang salah bawa mobil lambat!” Bukannya mengakui kesalahan, Haris malah balik menyalahkan lelaki itu.“Ini bukan jalan keramaian!

  • ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU   Part 49 Mila Jadi Pusat Perhatian

    Part 49 Mila Jadi Pusat PerhatianTidak! Kenapa pikiranku mengatakan kalau Mila seperti yang dikatakan Lili, bahwa ia kerja jual diri di Jakarta. Tetapi tidak mungkin anakku seperti itu. Aku membesarkannya dengan didikan agama dan tata krama yang baik. Apakah begitu pendeknya pemikiran Mila hingga melakukan ini?Ya Tuhan, aku mau mati saja jika pemikiran ini benar. Aku tak sanggup, aku tak kuat dan ....“Ibu kenapa?” Mila memegang kedua lenganku kala dada ini sesak dengan pemikiran buruk ini. Saking tak terimanya, hanya air mata yang berjatuhan. Tuhan, aku tak kuat, aku betul-betul tidak kuat.“Hah! Hah! Hah!” Dada ini makin sesak dan ini paling parah yang pernah dirasakan. “Ibu ..., Ibu kenapa?” Mila tampak khawatir dan terus memegangku.“Apa salahku hingga Ibu seperti ini? Kenapa Ibu?” Air mata Mila berjatuhan.Aku menghela napas panjang berulang kali agar bisa mengendalikan diri. Ini tepatnya rasa shock yang berlebihan hingga mengendalikan diri saja sulit. Mengucap di hati, inila

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status