Share

APA KABAR MANTAN ISTRIKU?
APA KABAR MANTAN ISTRIKU?
Author: Evie Yuzuma

Bab 1

"Hanum, kemeja Mas untuk acara besok nanti sudah kamu setrikain ‘kan?” Aku bertanya pada Hanum---istriku. Saat itu dia tengah sibuk membereskan mainan si kembar Mahendra dan Daffa yang baru berusia satu setengah tahun. 

Kulempar tas kerja sembarang. Capek sekali rasanya hari ini di kantor. Banyak masalah berdatangan. Serta tuntutan bos yang memintaku untuk menaklukan salah satu customer baru yang mulai menunjukkan taringnya di dunia industri. Maklum, aku baru saja diangkat jadi manager. Jadi seolah perusahaan memintaku totalitas dan balas dari remunerasi yang merea berikan.

“Sudah, Mas! Aku sudah simpan di dalam lemari! Hmmm … tapi, Mas! Kamu emang sendirian datang di acara ulang tahun perusahaannya? Rasanya aku lihat di undangannya boleh bawa pasangan?!” tanyanya. 

Ah, sial! Aku lupa tidak menyembunyikan surat undangan dari perusahaan waktu itu dan yang kukhawatirkan terjadi, Hanum menanyakan hal itu. 

“Oh, itu … itu mesti bayar lagi, Han! Jadi sebetulnya undangannya buat satu orang saja! Kalau mau bawa keluarga harus bayar! Lah kalau aku bawa kalian bisa-bisa uang bulanan nanti malah jadi gak cukup!” kilahku. Padahal aku sudah mengajak Meli---teman kantor baruku. Dia itu adik kelas waktu aku di SMA dulu. Beberapa bulan lalu dia menitip lamaran melalui aku dan akhirnya sama-sama keterima di perusahaan ini. 

Aku sengaja mengajak Meli karena memang yang hadir ke acara besar ini harus membawa pasangan. Bagaimana bisa aku mengajak Hanum, sekarang penampilannya sangat berantakan. Wajahnya bukan hanya kusam, jerawat juga numbuh di mana-mana. Makin hari, Hanum makin jorok, dia tiap hari gak pernah cuci muka sepertinya kalau mau tidur. Terlebih anak-anakku sangat aktif, gak mungkin kalau harus bawa si kembar ke acara resmi perusahaan seperti ini.  

Aku tidak ingin semua karyawan mengetahui siapa istriku dan nantinya dijadikan bahan ejekkan di kantor. Sepertinya wajahku dan wajah Hanum malah terlihat seperti tuaan dia sekarang. Padahal dia di rumah saja gak ngapa-ngapain. Memang semakin hari, dia semakin banyak tuntutan dan tidak pandai merias diri, padahal awal-awal nikah sering aku lihat dia pakai B erl, wajahnya kenyal dan mengkilap, setidaknya sedap dipandang dikala lelah. Sekarang selalu saja banyak alasan. Ketika aku suruh perawatan, dia selalu saja berkilah, uangnya tak cukup. Padahal setahuku harga B erl skincare harganya biasa saja. Buktinya, Meli saja selalu kulihat beli tiap bulannya. 

“Oh ya udah kalau gitu! Hati-hati ya, Mas!” ujarnya sambil tersenyum. 

“Iya, Han! Kamu jaga anak-anak di rumah, ya! Aku pulang sampai malem soalnya! Acaranya mungkin sampai jam sebelasan!” tukasku. 

Padahal acaranya hanya sampai pukul Sembilan, tetapi aku ‘kan harus mengantar Meli pulang. Lagi pula gadis itu mengajakku untuk mampir ke mall sebentar sebelum tutup. Ada perlengkapan kantor yang harus dibelinya. Dia beli juga pakai uangnya. Uangku mana ada lagi hanya tinggal buat cadangan saja, jaga-jaga kalau Risna---adikku merengek minta dibeliin quota. Semua juga kubagi adil pada Hanum setelah kuberikan jatah untuk ibu dan adikku. Namun anehnya, Hanum bilang selalu tak ada sisa dan kurang. Entah dia pakai buat apa? Boros sekali Hanum sekarang.

“Iya, Mas! Padahal aku berharap kamu pulang sore, Mas! Kalau sore itu Mahendra Sama Daffa perang terus! Aku sampai kewalahan, Mas untuk melerai anak-anak kamu yang pada gak mau ngalah itu!” ujarnya sambil menarik napas.

“Iya, sabar! Namanya juga anak-anak!” ucapku sambil berlalu ke dapur. Perut sudah berteriak minta diisi.

“Han, kamu masak ini doang?” Seketika hatiku kecewa ketika melihat yang tertata di bawah tudung saji. Hanya ada oseng-oseng tahu, sambal dan sayur bening. 

“Iya, Mas! Tadi sudah beli ikan! Tapi belum sempet aku bersihin! Mahe sama Daffa bertengkar mulu!” jawabnya. 

Dia menghampiriku dengan daster rumahan yang tiap hari sepertinya gak ganti. Ya, karena dia membeli daster lusinan. Jadi seolah aku ini dalam kondisi dejavu setiap hari melihat penampilannya dengan baju yang sama. Kondisi rumah yang sama berantakannya dan teriakan Mahendra dan Daffa yang biasanya memekakkan telinga. 

“Kamu itu selalu nyalahin mereka! Aku ‘kan udah bilang pengen makan gurame asam manis mumpung abis gajian! Nanti ujung bulan kamu malah suka ngeluh uangnya kurang!” gerutuku merasa kesal. 

“Ya, mau gimana, Mas? Namanya juga mereka masih kecil! Apalagi aku ngurus rumah sama ngurus mereka sendirian! Capek banget, Mas!” keluhnya. 

“Aku juga sama capek lah Han, tiap hari pergi pagi pulang sore! Kamu pikir aku di kantor main? Aku ‘kan cari nafkah buat kalian! Cuma minta dibuatin makan enak aja banyak alasan!” gerutuku lagi sambil menutup kembali tudung saji. 

“Mas, aku ‘kan di rumah sibuk juga! Aku juga capek, Mas!” ucapnya sambil menatapku. Mulai deh, drama. Air matanya mulai menggenang.

“Kamu itu akhir-akhir ini makin banyak protes, ya! Nyesel aku gak ceraikan kamu sekalian!” tegasku sambil menatapnya.  

“Oke, Mas! Kalau kamu sudah berkata demikian! Tidak ada lagi alasan aku untuk bertahan! Malam ini aku akan pergi! Ceraikan saja aku, Mas! Ceraikan!” ucapnya membuat aku semakin tersulut emosi. 

“Jadi kamu nantangin? Oke kalau mau pergi, silakan pergi! Aku jatuhkan talak satu sama kamu! Pergilah ke mana kamu mau!” ucapku diluar kendali. 

Hanum terdiam. Ada air mata menetes deras pada kedua pipinya. Dia berlari menuju kamar depan di mana anak-anak tadi sedang bermain mobil-mobilan. Sementara itu, aku berjalan ke luar. Sekedar mencari angin segar. Bosan sekali setiap kali pulang ke rumah selalu disuguhkan penampilan istriku yang semrawut, rumah berantakan, jeritan anak-anak yang bertengkar. Padahal aku capek, ingin sekali istirahat. 

*** 

Aku cukup terkejut ketika aku pulang dan dia benar-benar pergi bawa anak-anak. Lagian sok-sokan nantangin cerai, ya, aku ceraikan saja sekalian. Ketika kepala sudah dingin, aku menyesali perbuatan itu. Aku tahu, Hanum tak secantik Meli yang terawat dan mulus. Namun, gimanapun dia adalah ibu dari anak-anak yang kusayangi. Huh, ke mana mereka pergi? Mana nomornya gak aktif pun. 

Hanya saja, aku tak bisa mencarinya segera. Acara di perusahaan dilaksanakan oleh customer itu besok pagi. Aku tak mungkin absen, karena harus mewakili perusahaan bersama Meli.

Suasana ballrroom restaurant yang dipesan untuk ulang tahun perusahaan customer besarku terasa semarak. Berbagai hiasan warna warni menghias indah. 

Kami memakai dress code yang sama. Aku berjalan bersisian bersama Meli. Memakai batik senada. Bangga sekali rasanya bisa menggandeng gadis secantik Meli pada acara semewah ini. Lagi pula, aku memang sudah jatuh hati padanya sejak SMA.

Batik yang kami kenakan senada. Meli tampak sangat cantik dengan rambut digerai. Warna lipstiknya membuat wajahnya tampak sangat segar. 

Ada rasa berdesir dalam dada ketika lengan kami bersentuhan. Meli menggandeng tanganku seperti halnya ketika kami jalan saat SMA dulu. 

“Ehmmm! Istrinya Pak Ramdan cantik, ya!” Puji Bu Indri---orang yang biasa berhubungan denganku dalam hal pekerjaan. 

Meli menunduk tersipu. Ada senyum yang dikulumnya diam-diam.

“Pak Ramdan mari ke sini, Pak! Acaranya sudah akan dimulai!” seru Ervan---staff di divisiku. 

“Wah ternyata, aku keduluan Bapak, nih! Meli single tapi sudah gak available!” celotehnya sambil melirik ke arah Meli yang menggelayut manja pada lenganku.

“Bapak dan Ibu, acara akan segera kita mulai! Marilah kita sambut putri dari salah satu pemilik saham terbesar sekaligus brand ambassador B erl cosmetics yang akan membuka perayaan ulang tahun perusahaan ini! Bu Hana Pramesti Hanggara!" ucapnya. 

Berjalanlah seorang wanita dengan gamis moderen dan jilbab terpasang rapi. Wajahnya tampak segar dan sangat cantik. Aku tertegun dan degup jantungku terasa berdetak lebih cepat. Apakah aku terkena halusinasi? Tidak mungkin ‘kan wanita cantik itu Hanum---istri yang malam tadi kuceraikan? 

Lekas aku mengambil gawai dan menelpon Hanum. Wajah itu begitu mirip dengannya. Namun, lagi-lagi nomornya tak bisa kuhubungi. 

Sial, tak mungkin jika itu Hanum---mantan istriku. Di rumah saja penampilannya kusut semrawut gak karuan. Lagi pula, Hanum kan yatim piatu. Gak mungkin, gak mungkin kalau itu Hanum. Namun, kenapa wajah mereka sama?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
laki2 mang gitu klo sdh ada yg lain... suka cari kesalahan pasangannya.. tdk cantiklah... kurang terawatlah...
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
lski "lsknst nuntut cantik wangi tdk di beri fasilitas punya kecil kembar cape luar biasa ,ntar nyungseo buang istri dan anaknya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status