Share

Penolakan

    Tubuhku luruh ke lantai , aku tak sanggup lagi menopang beban yang begitu berat ini.

 Terlihat wajah Dirga memerah .

"Apa-apaan kamu Dew! Kenapa kamu kesini dan bicara seperti itu kepada Tari?" tanpa rasa bersalah Mas Dirga justru membentakku yang sedang terisak.

Aku mendongak menatap tajam ke arah manik milik lelaki yang sekarang ku cintai sekaligus sangat ku benci.

"Oh jadi rupanya perempuan tadi bernama Tari. Sudah berapa lama kamu berkhianat di belakangku Mas? Asal kamu tahu, saat ini aku tengah mengandung buah cinta kita, Mas," Aku kembali terisak kala teringat adegan menjijikkan yang baru saja ku saksikan.

Dirga nampak sangat terkejut dengan penuturan yang baru saja aku lontarkan.

" Apa! Tidak mungkin, kamu harus segera menggug*rkan kandunganmu Dew. Aku nggak sudi nikah sama kamu. Karena, sekarang aku lebih mencintai Tari". 

"Tidak ... Pokoknya kamu harus nikahin aku,Mas. Kita telah berbuat dosa dan jangan menambah dosa lagi dengan mengakhiri kehidupan anak ini"

[Plaaakkkkk]

Mas Dirga justru menamparku tanpa rasa iba.

"Terserah kamu kalau tidak mau mengg*gurkan anak itu , pokoknya aku tidak mau menikah denganmu"

Kata-kata yang keluar dari mulut Mas Dirga bagai belati yang menancap tepat disalah satu organ dalam ku.

 Lalu Dirga mengambil kunci motornya dan bergegas keluar .

Ya , tentu ia akan mengejar Tari, selingkuhannya itu.

Dadaku begitu sesak,  bak langit yang telah runtuh menimpa dan menghancurkan duniaku,

Aku kembali diingatkan kala Dirga merayuku dan meyakinkanku dengan mengatakan akan menikahiku jika terjadi kehamilan.

Bodohnya aku, yang akhirnya luluh kepadanya dan menyerahkan kehormatanku.

~

Pikiranku kalut . 

Entah bagaimana jika Ibu mengetahui hal ini.

Wanita yang sangat kujaga hatinya ,apalagi setelah kepergian Bapak menghadap lillahi rabbi dua tahun yang lalu.

Apa aku akhiri saja hidupku ini?

Tapi bagaimana keadaan Ibu jika aku tiada.

Atau aku g*gurkan saja anak ini?

     

       Air mataku terus saja mengalir seolah tak pernah kering.

Segala adegan menjijikkan itu seolah terekam jelas di dalam memori otakku.

Aku mencoba bangkit dan membuka jendela , dengan harapan dapat mengurangi rasa sesak dalam dada.

Daerahku memang masih sangat asri dengan tanaman yang tumbuh subur di halaman rumah.

 Aku masih berdiri di depan jendela, menghirup udara dalam-dalam, lalu tak sengaja mataku menangkap sebuah pohon nanas dengan buah yang masih muda di halaman samping rumahku.

Aku teringat perkata orang, bahwasannya buah nanas muda itu bisa mengakibatkan kontraksi jika dikonsumsi orang hamil.

Tanpa pikir panjang aku keluar lewat jendela.

Setelah mendapatkannya aku berjalan menuju dapur lewat pintu belakang untuk mengambil pisau, lalu kembali lagi masuk ke kamar.

Ku kupas nanas itu dengan menyisakan sedikit mata nanas agar bekerja maksimal, seperti yang baru saja aku baca di internet.

Lalu ku makan buah nanas yang tiada rasa itu hingga lenyap habis tak tersisa.

Kutunggu beberapa menit tapi tiada reaksi apapun.

Mataku kembali panas. Penglihatanku kabur akibat terhalangi cairan yang lagi-lagi membumi tanpa kuperintah.

Kubaringkan tubuhku lalu menyembunyikan wajahku di balik bantal.

Akupun terlelap karena mataku sudah terasa sangat lelah.

Tiba-tiba aku terbangun, entah sudah berapa lama aku tertidur.

Aku merasakan perutku ada yang tidak beres, semakin lama semakin sakit. 

Aku tak kuasa menahannya hingga tanpa sadar aku berteriak

"aargggghhhhh!" Kakiku terasa dingin akibat menahan rasa sakit sehebat ini.

"Ya Allah,Nduk ... Kamu kenapa?" Ibu beringsut mendekatiku sembari memperhatikan darah segar menganak sungai di kaki ku ..

Aku mengerang akibat rasa sakit yang luar biasa pada perut yang seperti diremas-remas.

Penglihatanku seketika gelap

Dan aku tak tau lagi apa yang terjadi.

***********

Perlahan kubuka mata, lalu kukerjapkan beberapa kali.

Ada Ibu yang duduk di samping brankar tempat ku dibaringkan.

Lalu ibu mendekatiku dengan mata yang terlihat sembab.

"Ya Allah, Nduk ... kamu sudah bangun? Apa perutnya masih sakit, Nduk?" 

Raut wajah yang terdapat kerutan halus itu menampakkan kecemasan yang luar biasa.

"Sudah mendingan, Bu,"aku menjawab dengan singkat .

Aku berada di rumah sakit dan sepertinya sudah mendapat penanganan tim medis.

Pasti dokter sudah mengetahui perihal kehamilanku. Apakah Ibu juga sudah mengetahuinya?

Aku bergumam dalam hati dan mataku kembali berembun.

Ibu mengagetkan lamunanku dengan pertanyaan yang sangat monohok hatiku.

"Anak siapa yang sedang kau kandung,Nduk? Ayo katakan pada ibu!" Wajah Ibu memerah ,terlihat sekali amarah dan kecewa pada wajah senjanya.

Rupanya Ibu sudah tahu.

Lalu apa yang harus aku katakan, sedangkan Mas Dirga tak mau bertanggung jawab atas kehamilanku ini .

Belum sempat ku jawab pertanyaan Ibu, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing bagiku .

"Assalamu'alaikum"

Aku dan Ibu menoleh ke asal suara itu bersamaan.

"Alhamdulillah, Mas ...  akhirnya kamu menemuiku," ucapku lirih.

"Wa'alaikum salam," Aku dan Ibu menjawab serentak.

"Bu , mohon maaf sebelumnya,bolehkah saya bicara empat mata dengan Dewi?" pinta Mas Dirga kepada Ibu.

Seketika Ibu melirikku, lalu menghela nafas perlahan.

"Oh iya, Nak, boleh, silahkan!" Ibu berucap seraya berjalan keluar meninggalkan ruangan.

"Alhamdulillah akhirnya kamu datang Mas sebelum Ibu menghujaniku dengan pertanyaan bertubi-tubi, Aku bingung banget mau jawab apa," ucapku kepada Mas Dirga.

"Jangan senang dulu kamu Dew. Aku datang kemari hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah menggug*rkan anak ini." Dirga tersenyum sinis memandangku.

"Tega sekali kamu berkata demikian Mas!

Lantas tahu dari mana kalau aku dirawat di sini?" ucapku lirih karena menahan bulir bening agar tak lolos dari pertahanan netraku.

"Kamu tidak perlu bertanya dari mana aku mengetahuinya,Intinya sekarang jangan pernah lagi temui aku Dew, antara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa" 

Bak ditancap sembilu yang menghunus tepat mengenai hatiku.

Sedangkan aku sendiri belum mengetahui bagaimana keadaan anak dalam rahimku saat ini.

[Gubraaakkkk]

Mataku membulat begitupun dengan Mas Dirga.

Wajah Ibu nampak memerah berada di ambang pintu, lalu perlahan mendekati kami.

"Ibu sudah mendengar semuanya, jadi kamu yang sudah menghamili Dewi." Seraya bergantian menatap ke arah Mas Dirga lalu ke arahku.

Terlihat sekali Ibu susah payah menahan amarahnya.

Menghela nafas panjang dan menghembuskan perlahan, lalu berucap lagi.

"Dirga, Kamu jangan seenaknya lepas tangan dengan kehamilan Dewi. Jika kamu tidak mau bertanggung jawab, saya akan laporkan kamu ke Kantor Polisi dengan tuduhan pel*c*han s*ks*al." Bulir bening merembes dari pojok mata beliau.

Wajah Mas Dirga pucat pasi.

Mau tidak mau, Ia harus bertanggung jawab.

"Baiklah, Bu, Dirga akan nikahi Dewi secepatnya. Lalu bagaimana keadaan anak yang dikandung Dewi bu?" terlihat sekali rasa penasaran menyeruak dari relung hati Mas Dirga.

"Tadi Dewi perdarahan karena memakan nanas muda, Tapi kata dokter kandungan Dewi masih tertolong dan sekarang usia kandungannya memasuki usia enam minggu," jabar Ibu sembari mengusap perutku.

Aku masih tak percaya, setelah aku merasakan sakit yang teramat sangat , kukira Aku berhasil memb*n*h darah dagingku sendiri.

Rasa sesal seketika mendera, tapi juga sedikit lega karena berarti anak dalam kandunganku adalah anak yang kuat. Dan akhirnya Mas Dirga pun menyanggupi untuk bertanggung jawab.

"Benarkan, Mas, kamu Akan segera menikahiku?" Tatapanku beralih kepada Mas Dirga.

"Iya, Dew, aku akan segera menikahimu , Tapi dengan satu syarat ... " ucapnya mengatung, yang berhasil membuatku geram.

Biasa-bisanya ia mengajukan syarat, sedangkan ini adalah hasil perbuatannya juga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status