Share

BAB 2

"Beib, masa kemarin bu Mega usir aku keluar. Kesal banget lihat mukanya," kata Helsa.

"Si tua Bangka itu usir kamu? Berani banget dia," tukas Akmal tajam.

Suasana kantin ibu Rinjani siang itu sangat sepi, jam pelajaran terakhir baru saja dimulai. Kelas Helsa sedang tidak ada guru yang masuk, ibu Shinta-guru Bahasa Inggris sedang izin. Bersamaan dengan itu, Akmal mengajak Helsa duduk di kantin yang biasa mereka tempati. Kantin itu bisa dibilang tempat pacaran dua anak manusia itu, ibu Rinjani adalah salah satu orang yang menjadi saksi bagaimana bucinnya mereka.

"Kamu salah apa sampai diusir gitu?"

Helsa mendengus, "aku nggak sengaja pegang UUD'45 pas ulangan kemarin."

"Kamu nyontek?"Akmal terkekeh.

"Nggak, itu semua karena Ranaya sama Bella," sergah Helsa.

"Bilang aja nyontek, Sa," tuduh Akmal.

"Ihhhh.... Nggak, Akmal !"

"Duh, pacaran terus nih berdua," goda bu Rinjani yang baru saja kembali sholat.

"Nikmatin masa-masa ini, bu. Susah kalau udah pisah sekolah," celetuk Akmal begitu saja.

Helsa mengerutkan dahinya, apa maksud Akmal barusan? Tidak mau berprasangka buruk, gadis itu berusaha untuk tetap tenang, dia tidak mau bertanya dulu. Nanti saja, Helsa hanya tidak ingin rebut disini.

"Sayang, nanti pulang ke rumah tante Dilah, mau nggak?"

"Mau dong, udah lama nggak kesana," jawab Helsa antusias.

Akmal tersenyum, mengacak pelan surai hitam kekasihnya. Helsa memang sangat akrab dengan tantenya Akmal, terlihat bagaimana dia sering mengaduh tingkah laku Akmal pada wanita paru baya itu.

***

"Orang mah kalau habis pacaran tuh wajahnya semangat, lah si Helsa udah kayak orang nggak makan. Akmal nggak jajanin lo?" sindir Ranaya.

"Sa... Diam bae, kenapa?" tanya Citra, khawatir.

"Fix nggak di kasih makan sama Akmal," tandas Bella.

"Diam dulu kalian, Helsa butuh waktu buat jawab." Diandra menengahi.

"Keputusan dari sekolah udah keluar belum sih buat yang ikut tawuran kemarin?" tanya Helsa, netranya menatap satu persatu sahabatnya.

"Lo serius nggak tahu? Keputusannya kan udah keluar satu minggu yang lalu," ujar Ranaya.

"Kok Akmal nggak bilang sama gue?"

"Yahh, kita nggak tahu kenapa kalau dia nggak cerita sama lo."

"Emang keputusannya apa, Ray? Mereka di skors aja kan?" Sorot matanya penuh harap akan jawaban Ranaya.

"Akmal dikeluarkan dari sekolah," jawab Bella dengan sendu.

Air muka Helsa mendadak berubah, kelima sahabatnya terdiam melihat perubahan besar pada wajah gadis itu. Air mata membendungi pelupuk matanya, Helsa ingin menangis sekarang juga, namun dengan cepat dia mengusap matanya.

"Sa... Kita kirain lo udah tahu, makanya kita diam aja," ujar Ranaya yang mencoba untuk menenangi Helsa.

"Maafin kita, Helsa," ucap Citra.

"It's ok, kalian nggak salah," jawab Helsa.

"Jangan sedih, Akmal nggak bakal macam-macam di sekolah barunya," kata Diandra, menyemangati.

"Semangat Helsaa..." teriak kelima sahabatnya, mereka memeluk Helsa penuh sayang.

Ranaya, Citra, Diandra, Bella, dan Keke adalah salah satu support systemnya Helsa, mereka akan selalu mendukung apapun keputusan yang dibuat gadis itu. Termasuk menerima Akmal masuk ke dalam kehidupannya.

Kringgg....

Suara bell sekolah menggema seantero sekolah, seluruh murid SMA Harapan berhamburan keluar sekolah. Waktu pulang adalah yang paling ditunggu. Sama seperti lainnya, Helsa dan kelima sahabatnya turut keluar dari kelas.

Di depan lorong kelasnya, Helsa sudah disambut kekasihnya. Ranaya dan lainnya sudah mengerti, Helsa memang jarang pulang bersama mereka. "Kita duluan, ya, Sa. Jangan marah-marah," pamit Ranaya.

"Kita duluan, ya, kak," tambah Bella.

"Kak Akmal, Helsa lagi pms, jangan diladeni amukannya sebentar," goda Diandra.

"Diandra..." tegur Citra dan Keke.

Akmal menggeleng heran dengan tingkah sahabat Helsa, Apalagi Diandra si lemot yang sekarang berhubungan dengan Kevin-teman kelasnya.

Dia mengalihkan pandangannya pada Helsa, sedikit menengok ke belakang rok kekasihnya, "nggak tembus, kan?" tanya Akmal memastikan.

Helsa hanya diam tidak membalas pertanyaan Akmal, pemuda itu yang sudah tahu mood Helsa memburuk langsung meraih tangan kekasihnya dan pergi dari sana. Tujuan mereka siang ini adalah rumah tante Dilah. Di parkiran Akmal segera mengenakannya helm, sudah biasa. Sekarang, dengan cekatan Helsa merampas helm tersebut dan mengenakannya sendiri.

Akmal bergidik ngeri, wajah Helsa sangat jutek. Biasalah orang pms, pikir Akmal. Setelah memastikan Helsa sudah duduk di jok motornya, Akmal dengan segera menjalankan vespa itu keluar sekolah.

Tidak ada yang bicara sampai motor berhenti di sebuah minimarket yang tidak jauh dari sekolah. Akmal masuk kedalam sana tanpa membawa Helsa, gadis itu tidak peduli apa yang dibeli Akmal.

Beberapa menit kemudian, Akmal keluar dari sana dengan kantong belanjaan. "Kiranti 3, Ultra Milk 3, Silverqueen 2, Taro 2," sebut Akmal pada isi barang belanjaannya.

Helsa tidak menanggapi barang belanjaan kekasihnya, "aku mau ke rumah tante Dilah."

"Iya, kita berangkat," jawab Akmal. Kantong belanjaan itu digantung pada hook vespanya.

Dalam perjalanan Akmal mencuri pandang ke Helsa melalui spion motornya. Biasanya gadis itu selalu berbicara sepanjang jalan, dengan suara yang bisa mengganggu pendengaran para pengendara lain. Helsa juga tidak memeluk pinggangnya.

"Jutek aja masih cantik," sindir Akmal.

Hening.

Hanya suara klakson dari segala penjuru arah yang terdengar. Di lampu merah, Akmal meraih tangan Helsa, menggenggamnya, dan bahkan dikecupnya berulang kali. Sepanjang perhentian itu, banyak pasang mata yang memperhatikan tingkah Akmal yang terus menggoda Helsa. Sepasang remaja berseragam putih abu-abu itu menarik perhatian mereka.

"Pacarnya ngambek tuh," kata supir angkot yang kebetulan angkotnya sejajar dengan motor Akmal.

"Belum dapat jatah, pak," timpal Akmal.

"Oalah..."

Lampu lalu lintas sudah berubah warna hijau, motor Akmal melaju ke persimpangan dekat kompleks perumahan yang ditempati tantenya. Jemari keduanya masih saling bertautan, Akmal hanya menyetir dengan satu tangan.

"Kamu jangan jutek-jutek, Sa. Tante Dilah nanti banyak nanya," ujar Akmal.

"Biarin!" sinis Helsa.

"Perutnya sakit?" tanya Akmal.

"Aku nggak lagi pms," tanda Helsa.

"Lah, terus kata Diandra tadi kamu pms, muka kamu juga jutek banget," kata Akmal.

"Nggak semua tentang aku harus kamu tahu," sindir Helsa.

Akmal merasa tersinggung dengan ucapan Helsa. Sesampainya di kediaman tante Dilah, sebelum keduanya masuk rumah, Akmal menarik Helsa duduk di sofa yang ada pada teras.

"Semua tentang kamu itu milik aku," tegas Akmal.

"Termasuk kamu. Semua tentang kamu juga milik aku kan, Al?" Helsa balik bertanya.

"Iya. Kita sama-sama tahu itu," jawab Akmal.

"Terus kenapa selama seminggu kamu nutupin perihal kamu yang dikeluarkan dari sekolah? Aku nggak perlu tahu masalah ini?"

Akmal mengatup mulutnya. Helsa sudah mengetahuinya.

"Nggak gitu sayang, aku cuma -"

"Terserah kamu. Aku nggak peduli kamu pindah kemana, karena menurut kamu, aku nggak perlu tahu."

Helsa beranjak dari sana, dan masuk ke rumah tante Dilah. Akmal memandang pasrah kepergian kekasihnya. Dia harus berusaha lagi mencairkan suasana hati Helsa, gadis itu salah paham. Tadinya Akmal mau mengatakan perihal dia yang dikeluarkan dari sekolah hari ini dihadapan Helsa dan tantenya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status