"Beib, masa kemarin bu Mega usir aku keluar. Kesal banget lihat mukanya," kata Helsa.
"Si tua Bangka itu usir kamu? Berani banget dia," tukas Akmal tajam.
Suasana kantin ibu Rinjani siang itu sangat sepi, jam pelajaran terakhir baru saja dimulai. Kelas Helsa sedang tidak ada guru yang masuk, ibu Shinta-guru Bahasa Inggris sedang izin. Bersamaan dengan itu, Akmal mengajak Helsa duduk di kantin yang biasa mereka tempati. Kantin itu bisa dibilang tempat pacaran dua anak manusia itu, ibu Rinjani adalah salah satu orang yang menjadi saksi bagaimana bucinnya mereka.
"Kamu salah apa sampai diusir gitu?"
Helsa mendengus, "aku nggak sengaja pegang UUD'45 pas ulangan kemarin."
"Kamu nyontek?"Akmal terkekeh.
"Nggak, itu semua karena Ranaya sama Bella," sergah Helsa.
"Bilang aja nyontek, Sa," tuduh Akmal.
"Ihhhh.... Nggak, Akmal !"
"Duh, pacaran terus nih berdua," goda bu Rinjani yang baru saja kembali sholat.
"Nikmatin masa-masa ini, bu. Susah kalau udah pisah sekolah," celetuk Akmal begitu saja.
Helsa mengerutkan dahinya, apa maksud Akmal barusan? Tidak mau berprasangka buruk, gadis itu berusaha untuk tetap tenang, dia tidak mau bertanya dulu. Nanti saja, Helsa hanya tidak ingin rebut disini.
"Sayang, nanti pulang ke rumah tante Dilah, mau nggak?"
"Mau dong, udah lama nggak kesana," jawab Helsa antusias.
Akmal tersenyum, mengacak pelan surai hitam kekasihnya. Helsa memang sangat akrab dengan tantenya Akmal, terlihat bagaimana dia sering mengaduh tingkah laku Akmal pada wanita paru baya itu.
***
"Orang mah kalau habis pacaran tuh wajahnya semangat, lah si Helsa udah kayak orang nggak makan. Akmal nggak jajanin lo?" sindir Ranaya.
"Sa... Diam bae, kenapa?" tanya Citra, khawatir.
"Fix nggak di kasih makan sama Akmal," tandas Bella.
"Diam dulu kalian, Helsa butuh waktu buat jawab." Diandra menengahi.
"Keputusan dari sekolah udah keluar belum sih buat yang ikut tawuran kemarin?" tanya Helsa, netranya menatap satu persatu sahabatnya.
"Lo serius nggak tahu? Keputusannya kan udah keluar satu minggu yang lalu," ujar Ranaya.
"Kok Akmal nggak bilang sama gue?"
"Yahh, kita nggak tahu kenapa kalau dia nggak cerita sama lo."
"Emang keputusannya apa, Ray? Mereka di skors aja kan?" Sorot matanya penuh harap akan jawaban Ranaya.
"Akmal dikeluarkan dari sekolah," jawab Bella dengan sendu.
Air muka Helsa mendadak berubah, kelima sahabatnya terdiam melihat perubahan besar pada wajah gadis itu. Air mata membendungi pelupuk matanya, Helsa ingin menangis sekarang juga, namun dengan cepat dia mengusap matanya.
"Sa... Kita kirain lo udah tahu, makanya kita diam aja," ujar Ranaya yang mencoba untuk menenangi Helsa.
"Maafin kita, Helsa," ucap Citra.
"It's ok, kalian nggak salah," jawab Helsa.
"Jangan sedih, Akmal nggak bakal macam-macam di sekolah barunya," kata Diandra, menyemangati.
"Semangat Helsaa..." teriak kelima sahabatnya, mereka memeluk Helsa penuh sayang.
Ranaya, Citra, Diandra, Bella, dan Keke adalah salah satu support systemnya Helsa, mereka akan selalu mendukung apapun keputusan yang dibuat gadis itu. Termasuk menerima Akmal masuk ke dalam kehidupannya.
Kringgg....
Suara bell sekolah menggema seantero sekolah, seluruh murid SMA Harapan berhamburan keluar sekolah. Waktu pulang adalah yang paling ditunggu. Sama seperti lainnya, Helsa dan kelima sahabatnya turut keluar dari kelas.
Di depan lorong kelasnya, Helsa sudah disambut kekasihnya. Ranaya dan lainnya sudah mengerti, Helsa memang jarang pulang bersama mereka. "Kita duluan, ya, Sa. Jangan marah-marah," pamit Ranaya.
"Kita duluan, ya, kak," tambah Bella.
"Kak Akmal, Helsa lagi pms, jangan diladeni amukannya sebentar," goda Diandra.
"Diandra..." tegur Citra dan Keke.
Akmal menggeleng heran dengan tingkah sahabat Helsa, Apalagi Diandra si lemot yang sekarang berhubungan dengan Kevin-teman kelasnya.
Dia mengalihkan pandangannya pada Helsa, sedikit menengok ke belakang rok kekasihnya, "nggak tembus, kan?" tanya Akmal memastikan.
Helsa hanya diam tidak membalas pertanyaan Akmal, pemuda itu yang sudah tahu mood Helsa memburuk langsung meraih tangan kekasihnya dan pergi dari sana. Tujuan mereka siang ini adalah rumah tante Dilah. Di parkiran Akmal segera mengenakannya helm, sudah biasa. Sekarang, dengan cekatan Helsa merampas helm tersebut dan mengenakannya sendiri.
Akmal bergidik ngeri, wajah Helsa sangat jutek. Biasalah orang pms, pikir Akmal. Setelah memastikan Helsa sudah duduk di jok motornya, Akmal dengan segera menjalankan vespa itu keluar sekolah.
Tidak ada yang bicara sampai motor berhenti di sebuah minimarket yang tidak jauh dari sekolah. Akmal masuk kedalam sana tanpa membawa Helsa, gadis itu tidak peduli apa yang dibeli Akmal.
Beberapa menit kemudian, Akmal keluar dari sana dengan kantong belanjaan. "Kiranti 3, Ultra Milk 3, Silverqueen 2, Taro 2," sebut Akmal pada isi barang belanjaannya.
Helsa tidak menanggapi barang belanjaan kekasihnya, "aku mau ke rumah tante Dilah."
"Iya, kita berangkat," jawab Akmal. Kantong belanjaan itu digantung pada hook vespanya.
Dalam perjalanan Akmal mencuri pandang ke Helsa melalui spion motornya. Biasanya gadis itu selalu berbicara sepanjang jalan, dengan suara yang bisa mengganggu pendengaran para pengendara lain. Helsa juga tidak memeluk pinggangnya.
"Jutek aja masih cantik," sindir Akmal.
Hening.
Hanya suara klakson dari segala penjuru arah yang terdengar. Di lampu merah, Akmal meraih tangan Helsa, menggenggamnya, dan bahkan dikecupnya berulang kali. Sepanjang perhentian itu, banyak pasang mata yang memperhatikan tingkah Akmal yang terus menggoda Helsa. Sepasang remaja berseragam putih abu-abu itu menarik perhatian mereka.
"Pacarnya ngambek tuh," kata supir angkot yang kebetulan angkotnya sejajar dengan motor Akmal.
"Belum dapat jatah, pak," timpal Akmal.
"Oalah..."
Lampu lalu lintas sudah berubah warna hijau, motor Akmal melaju ke persimpangan dekat kompleks perumahan yang ditempati tantenya. Jemari keduanya masih saling bertautan, Akmal hanya menyetir dengan satu tangan.
"Kamu jangan jutek-jutek, Sa. Tante Dilah nanti banyak nanya," ujar Akmal.
"Biarin!" sinis Helsa.
"Perutnya sakit?" tanya Akmal.
"Aku nggak lagi pms," tanda Helsa.
"Lah, terus kata Diandra tadi kamu pms, muka kamu juga jutek banget," kata Akmal.
"Nggak semua tentang aku harus kamu tahu," sindir Helsa.
Akmal merasa tersinggung dengan ucapan Helsa. Sesampainya di kediaman tante Dilah, sebelum keduanya masuk rumah, Akmal menarik Helsa duduk di sofa yang ada pada teras.
"Semua tentang kamu itu milik aku," tegas Akmal.
"Termasuk kamu. Semua tentang kamu juga milik aku kan, Al?" Helsa balik bertanya.
"Iya. Kita sama-sama tahu itu," jawab Akmal.
"Terus kenapa selama seminggu kamu nutupin perihal kamu yang dikeluarkan dari sekolah? Aku nggak perlu tahu masalah ini?"
Akmal mengatup mulutnya. Helsa sudah mengetahuinya.
"Nggak gitu sayang, aku cuma -"
"Terserah kamu. Aku nggak peduli kamu pindah kemana, karena menurut kamu, aku nggak perlu tahu."
Helsa beranjak dari sana, dan masuk ke rumah tante Dilah. Akmal memandang pasrah kepergian kekasihnya. Dia harus berusaha lagi mencairkan suasana hati Helsa, gadis itu salah paham. Tadinya Akmal mau mengatakan perihal dia yang dikeluarkan dari sekolah hari ini dihadapan Helsa dan tantenya.
"Jadi, kamu beneran dikeluarin dari sekolah?""Kenapa pada diam-diaman sih?"Dilah memperhatikan sepasang remaja yang duduk di hadapannya sekarang, hidangan makanan diatas meja makan turut menjadi saksi kebisuan mereka. Helsa tidak membuka suara sama sekali, dia masih kesal dengan kekasihnya.Akmal membuka suara, melirik sekilas pada Helsa, "maaf.""Helsa juga baru tahu, tante. Akmal nggak cerita sama aku, udah seminggu padahal," adu Helsa pada Dilah.Dilah mendesah berat, "kamu udah hubungi papa sama mama?" tanya Dilah pada Akmal."Nggak penting! Yang mereka tahu kan cuma cetak anak, terus tinggalin gitu aja," sarkas Akmal."AKMAL!!!" Bukan Dilah, melainkan Helsa yang memekik nama itu. Dia tidak suka ketika Akmal harus merendahkan orang tuanya."Udah, udah. Sekarang kita makan, nanti tante yang ngomong sama mereka," finis Dilah.***Helsa yang masih mengenakan seragamnya disibukkan dengan piring kotor yang mereka
Selesai makan malam, Helsa memutuskan untuk naik ke kamarnya. Seperti malam-malam sebelumnya, gadis itu selalu sendiri. Seharian ini Akmal tidak menghubungi Helsa, biasanya jika hari minggu seperti sekarang, Akmal akan meminta Helsa ke rumahnya. Dering panggilan dari handphonenya mengalihkan pandangannya, Helsa segera meraih benda pipih itu dari nakas. Dari layar, nama Ando terpampang dengan jelas. Tumben sekali Ando menghubunginya. "Hallo, An." "Bawa pulang cowok lu sekarang," ujar Ando dari seberang sana. " Gue nggak ngerti, maksudnya gimana? "Akmal mabuk berat di rumah gue. Nggak tahu punya masalah apa lagi." Helsa berdecak kesal, "kenapa lagi sih itu orang?!Gue kesana sekarang," ucap Helsa. "Ok, kita tunggu." Helsa memutuskan panggilan itu, dan beranjak dari ranjangnya. Gadis itu mengambil dompet, hoodie, dan keluar dari kamarnya. Sebelum dia berangkat, terlebih dahulu memberitahu mbak Ana
Helsa menggeliat kecil dalam tidur, kelopak matanya perlahan terbuka. Pemandangan di depan ini membuatnya tersenyum kecil, wajah Akmal terlihat damai dalam tidur. Dengan jemari lentiknya, dia meraba rahang tegas itu. Akmal mirip seperti mamanya, mata dan juga bentuk wajahnya sama persis.Akmal sudah mulai terganggu dengan aksi Helsa yang terus menangkup wajahnya. Lihat bagaimana netra keduanya bertemu, Helsa tampak memperhatikannya dengan seksama. Akmal tersenyum samar, tangannya mempererat pelukannya pada pinggang kekasihnya. Lebih dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Pemuda itu mengerjap mata berulang kali, kepalanya terasa pusing akibat alkohol semalam."Mau aku buatkan mie instan?" tawar Helsa. Gadis itu cukup tahu bahwa biasanya orang yang baru sadar dari mabuk akan lebih nikmat jika memakan sesuatu pedas, misalkan mie instan."Boleh," jawabnya senang."Tapi masih pagi banget, Al," keluh Helsa. Ya, jam baru menunjukkan pukul lima
Dua minggu setelah pertengkaran hebat antara Akmal dan Billy, Helsa sama sekali tidak menunjukkan wajahnya pada Akmal. Pembicaraan mengenai masa lalu Akmall dan Sheren membuatnya bingung harus apa.Helsa ingin bertanya, namun enggan sakit hati.Sekarang dia menjaga jarak dari Akmal, dia tidak keluar kelas sama sekali. Masih terlalu banyak yang disembunyikan oleh Akmal.Selama dua minggu ini Akmal terus mendatangi rumah Helsa, meminta maaf pada kekasihnya, namun kebungkaman yang dia dapati."Sa, dicariin sama Akmal. Temuin dia, jangan kayak gini," ujar Citra penuh ibah.Helsa menggeleng keras, "nggak Cit."Belum sempat Citra membalasnya, mereka dikagetkan dengan Akmal yang datang dan duduk tepat pada kursi milik Ranaya yang sekarang sedang asyik jajan diluar."Citra, gue mau ngomong sama Helsa," kata Akmal seolah meminta Citra untuk meninggalkan keduanya.Citra paham, dan segera beranjak dari sana. Ruang kelas itu tampak s
Hubungan Akmal dan Helsa semakin hari membuat banyak orang iri dan cemburu, semenjak mendapat izin dari Yuda, Akmal benar-benar memegang amanah itu. Walaupun Renata tidak menyukainya, Akmal tetap pada pendiriannya untuk terus bersama gadis itu.Waktu terus berlalu, dan sampailah pada hari yang sangat tidak disukai Helsa. Dilihat dari pelukan yang begitu erat seakan tidak ingin melepas, hari ini Akmal resmi dikeluarkan dari sekolah. Gadis bersurai panjang itu tampak sedih. Hari-hari di sekolah akan terasa berbeda bagi Helsa dengan tidak adanya Akmal."Nggak usah sedih." Akmal mengusap wajah murung Helsa, mencapit hidung mancung yang menjadi favoritnya.Helsa mengurai pelukan, "Kenapa nggak minta di skors aja sih?!""Kan aku udah bilang ini emang udah jalannya," pungkas Akmal.Dia menarik Helsa ke dalam pelukannya, lalu dikecupnya kening gadis itu. Seakan tidak peduli dengan banyaknya murid di parkiran sekolah, Akmal terus melakukan itu berulang kali
Helsa memandang jalanan rumahnya dari atas balkon kamar, ditemani segelas coklat hangat gadis itu menikmati dinginnya hujan malam ini.Satu bulan sudah Akmal pindah ke SMA Diaksa, dan selama itu juga Akmal tidak pernah menjemputnya. Akmal juga hanya membalas sangat singkat chat darinya.Apa mungkin Akmal sedang sakit?Helsa mendengus pelan, dia merindukan kekasihnya. Bahkan untuk berbicara via ponsel saja susah. Memang selama satu bulan ini pemuda itu disibukkan dengan latihan futsal karena September nanti akan ada pertandingan antar sekolah Menengah Atas.Entah bagaimana bisa kekasihnya sudah tergabung dalam team futsal sekolah barunya.Saat hendak masuk kembali ke kamarnya, suara klakson motor yang sangat dikenali menyeruak ke telinganya. Helsa memandang ke arah gerbang rumah, dan benar saja pemuda itu disana.Akmal basah-basahan diluar sana. Apa dia tidak memiliki mantel hujan?Terlihat pemuda itu melambaikan tangan pada Helsa. Den
Hari senin adalah hari malas-malasan bagi kebanyakan orang. Salah satunya adalah Helsa. Hari ini juga ia harus terlambat masuk sekolah dikarenakan pacarnya yang menjemput terlambat. Tidak mengikuti apel bendera, dan sebagai imbasnya tidak mengikuti jam pertama pelajaran. Helsa harus kemana jika seperti ini? Oh jelas saja ia harus ke perpustakaan, untuk apa berkeliaran di halaman sekolah disaat jam pelajaran seperti ini. Apalagi guru piket hari ini adalah pak Darwin. Perpustakaan sangat sepi, hanya ada salah satu stafnya yang sedang berjaga. Gadis itu berjalan menyusuri setiap baris rak buku yang menjulang tinggi, mencari novel yang bagus untuk dibaca. Helsa memang suka membaca novel. Satu novel bergenre fantasi sudah ada ditangannya, Helsa mengambil tempat dekat sudut perpustakaan. Gadis itu tampak sekali larut dalam bacaannya, sampai sebuah tangan menyodorkan coklat diatas lembaran novel. Dia cukup terkejut mendapati siapa pemilik coklat tersebut. Ja
Benci. Satu kata yang menggambarkan perasaannya beberapa tahun ini. Pandangan itu tidak luput dari gadis dihadapannya, seolah ingin menerkam sekarang juga. Senyum itu bukan yang diinginkannya, kebahagian tidak boleh gadis itu rasakan. Selalu berdecih jijik dalam diam setiap kali melihat kemesraan mereka.Suasana kantin SMA Harapan hari ini jauh dari kata ramai, jam istirahat sudah berjalan lima menit. Helsa dan kelima sahabatnya sudah asyik bercanda di kantin sembari menunggu bakmi pesanan mereka."Semalam Akmal ke rumah gue, Sa," ujar Bella."Ngapain?" dahinya mengkerut, Helsa ingin tahu."Dia mau jemput lo, cuma datangnya telat.""Oh gitu. Nggak sekolah dia hari ini," kata Helsa sembari menyeruput orange jus milik Ranaya.