Tawuran yang terjadi antara SMA Harapan dan SMK Bunga Bangsa berakhir di kantor Polisi. Penyerangan itu dipicu akibat salah satu murid SMA Harapan yang nyaris dilecehkan oleh murid Bunga Bangsa. Seluruh murid yang terlibat dalam aksi tawuran itu diseret ke kantor polisi, termasuk pemimpin penyerangan SMA Harapan. .
Laki-laki bertubuh tegap itu bernama Akmal Malik. Dia adalah otak dibalik penyerangan yang terjadi satu jam yang lalu. Akmal, si pemberontak yang tidak takut pada siapapun, kecuali Tuhan. Keadilan harus ditegakkan,itu adalah pikiran Akmal saat mengatur strategi penyerangan hari ini. Apalagi bagi Akmal– perempuan adalah sosok yang melahirkan peradaban.
Salah satu polisi yang mengurus kejadian ini melihat ke arahnya, miris sekali gadis yang mau pacaran dengan laki-laki pembangkang ini.
"Kalian tidak kami tahan, usia kalian semua dibawah umur. Tapi, kalian wajib lapor setiap hari," ucap polisi yang bernama Hendra.
"Dan kamu." Manik matanya mengarah pada Akmal, kakinya bergerak pelan menuju jendela menatap seorang gadis yang duduk diatas vespa sendirian.
"Kalau bukan karena gadis diluar sana, kamu mungkin habis dikeroyok mereka," lanjutnya.
"Dia pacar saya, pak" jawab Akmal.
"Ya sudah, saya persilahkan kalian pulang. Jangan sampai kalian kembali ke sini lagi, saya tidak segan menahan kalian disini."
"Siap. Terima kasih, pak." Ucap mereka serentak.
Derap langkah dua kubu itu terdengar seperti gemuruh, mereka semua keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan beberapa polisi yang terheran-heran dengan kelakuan anak sekolah jaman sekarang. Memangnya apa yang lebih baik dari berdamai.
Langkah mereka berhenti, diambang lorong dekat pintu keluar menuju parkiran. Billy– menahan langkah Akmal dengan satu tangannya. Laki-laki itu menatap keluar parkiran, menyeringai kecil di depan wajah Akmal.
"Itu cewek yang lo jadiin bahan taruhan itu, kan?" taya Billy.
"Bahan taruhan yang udah gue gembok jadi istri gue," balas Akmal.
"Boleh juga. Lo nggak ada niatan buat giveaway?" tanya Billy.
Akmal tidak terima, tangannya yang hendak memukul Billy ditahan Arjun dan Ando– sahabatnya. Anak SMK Bunga Bangsa yang lain pun bereaksi untuk menyerang Akmal, namun dicegah Billy dengan satu tangannya. "Calm dude."
"Gue bunuh lo," sebut Akmal tepat dihadapan Billy. Wajah keduanya begitu dekat, hidung mancung itu menegak sempurna dihadapan rivalnya. Nyaris berciuman. Sorot mata Akmal bisa menyalakan alarm tanda bahaya. Tidak ada yang boleh menyentuh kekasihnya.
Billy menepuk pelan pundak Akmal. "Sudah berapa kali tidur?"
"Brengsek!" Kepalan tangan itu mengudara tanpa turun, tangannya ditahan salah satu polisi disana. Akmal berdecak pelan, hampir saja dia ditahan lagi karena laki-laki brengsek seperti Billy.
"Kamu mau saya tahan lagi?" ancam polisi itu. Dengan emosi yang masih meradang, Akmal menepis kasar tangan pria itu, lalu beranjak meninggalkan mereka semua.
"Kalian semua bubar!" perintah polisi itu.
Segerombolan siswa itu meninggalkan polsek setempat, termasuk Arjun dan Ando. Mereka tidak kembali ke sekolah. Pihak sekolah sudah mengetahui aksi tawuran itu, sudah pasti esok mereka akan disidak habis-habisan oleh guru.
Berbeda dengan yang lainnya, Akmal sudah disambut kekasihnya dengan tatapan penuh kemarahan. Vespa kesayangannya dibawa gadisnya ke polsek, karena Helsa tahu Akmal tidak akan kembali ke sekolah.
Helsa Septian, sosok gadis yang sudah menemani Akmal selama dua tahun. Banyak orang mengatakan bahwa Akmal beruntung mendapatkan gadis seperti Helsa. Si penyabar, si yang paling gampang memaafkan. Soal kejadian tadi, Helsa yang menelepon pihak kepolisian tentang adanya tawuran di simpang SMK Bunga Bangsa. Helsa takut terjadi sesuatu pada kekasihnya, Helsa tidak mau Akmal terluka.
"Kamu tuh pantesan di kantin nggak kelihatan, Akmal."
"Ceramahnya jangan disini, sayang. Malu sama polisi," titah Akmal
"Pulang yuk, kasihan nih pacarnya lebam semua," tunjuknya pada lebam yang ada pada wajahnya.
Helsa berdecak kesal, melempar pandangannya ke tempat lain. "Aku pulang sendiri."
"Mau pulang sendiri atau aku gendong ke motor? Kamu nggak malu disini banyak orang," ancamnya. Akmal selalu seperti itu, bertindak seenaknya.
"Nggak!" tolak Helsa.
"Ok," singkat. Helsa menantang Akmal, laki-laki itu menggendong kekasihnya seperti karung beras dan mendudukkannya di jok motornya.
"Akmal–" pekik gadis itu saking terkejutnya.
"Kalau mau pacaran jangan disini," tegur salah satu polisi yang melintas parkiran.
"Bapak kayak nggak pernah muda aja," balas Akmal saat pria itu sudah jauh dari keduanya. Lalu, Helsa yang masih digendongannya terus memberontak untuk diturunkan, Akmal tidak menggubrisnya.
"Sudah, tenang disini." Akmal mengambil helm, lalu mengenakan pada Helsa.
"Terus kamu?" Helm itu milik Akmal, seharusnya Akmal yang pakai, apalagi dia yang pegang kemudi.
"Pacar aku lupa bawa helmnya, kalau dijalan ada apa-apa gimana? Aku mah nggak masalah, sayang." Helsa tersenyum tipis, hal sederhana seperti ini yang membuat dia jatuh cinta berulang kali pada kekasihnya. Helsa bahagia dengan segala kesederhanaan yang dimiliki Akmal. Tidak terlahir dari keluarga kaya raya bukan masalah bagi Helsa, Akmal tetap kekasihnya.
"Maaf aku marah-marah sama kamu, Al. Aku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa, aku takut terjadi sesuatu sama kamu." Ungkap Helsa, pelupuk matanya digenangi cairan bening yang sebentar lagi akan luruh.
Akmal mengusap pipi itu, lalu memeluk Helsa yang sudah terisak. "Aku nggak apa-apa, Sa. Kamu lihat sendiri kan, aku bisa peluk kamu sekarang."
Helsa mendongak. "Bisa janji kan, ini yang terakhir? Kamu selalu buat aku panik,"pintanya.
Akmal mengiyakan permintaan kekasihnya, tapi dia tidak bisa berjanji untuk tidak melakukan hal yang sama. Dia akan selalu dengan karakter bad-nya, sekeras apapun Helsa melarangnya. Akmal tetaplah Akmal, si pemberontak yang mencari keadilan untuk orang-orang yang pantas mendapatkannya.
***
"KELUAR!"
Itu suara guru olahraga SMA Harapan, pak Darwin. Guru paling kejam di sana, tidak ada yang berani menentangnya sekalipun itu kepala sekolah. Wajahnya tampan, terlihat baik, tapi jangan salah jika sudah marah.
"MAU NGAPAIN KALIAN?" tunjuknya pada Arjun.
"Bapak suruh kami keluar. Ya kami keluar," jawab Akmal
"MERAYAP DARI SINI!"
"KALIAN SEMUA!" teriaknya sekali lagi.
Suasana sekolah begitu ramai, pagi itu semua kegiatan pembelajaran dihentikan. Semua yang terlibat tawuran kemarin diturunkan ke lapangan dengan cara yang berbeda, yaitu merayap. Akmal sendiri yang mendahului, lalu diikuti oleh teman-temannya.
Dari kejauhan Helsa menatap ibah pada kekasihnya, dengan Bella yang setia disampingnya. Helsa tahu bahwa akan ada hukuman berat yang dilakukan pak Darwin. Akmal sudah berulang kali seperti itu.
"Sa, mau kemana?" tanya Bella saat melihat gadis itu memutar haluan.
"Kantin," jawabnya.
"Gue tunggu disini," ucap Bella.
Helsa melangkah pergi meninggalkan Bella sendiri disana. Bukannya Helsa malu, dia tidak tegah menyaksikan kekasihnya disiksa habis-habisan oleh pak Darwin. Kasihan Akmal.
***
Akmal menyeka keringat yang bercucuran pada pelipisnya. Wajahnya tampak lelah, bayangkan merayap dari lantai dua hingga ke tengah lapangan. Untung saja dia sempat sarapan.
Dia duduk pada bangku panjang dekat loker, hanya sendiri tanpa teman-temannya.
Sebotol air mineral dingin mendarat pelan pada pipinya, Akmal mendongak mendapati kekasihnya yang berdiri disamping.
"Sa ... Aku capek," adu laki-laki itu pada kekasihnya, dia lalu mengambil botol air dari tangan Helsa.
"Cengeng banget sih," cibir gadis itu.
"Kamu bukannya semangatin aku tadi, malah pergi gitu aja. Aku lihat."
Helsa mendengus kesal. "Kamu nggak lagi ada pertandingan futsal yang harus aku semangatin."
Akmal berdecak, lalu meneguk satu botol air tanpa henti. Dia tertegun saat Helsa menghapus peluh keringatnya, gadis itu selalu disampingnya saat-saat seperti sekarang.
"Kata pak Darwin, kita bakal di skors aja. Tapi belum tahu, lagi ada rapat."
"Al, ini yang terakhir. Bisa kan?"
"Aku nggak janji, Sa."
"Ya udah, nggak usah pulang bareng. Aku pulang sama Bella aja, atau nggak pakai taxi."
"Sok ngancam. Emang duit janjannya masih ada?" tanya Akmal. Laki-laki itu tahu betul jika Helsa tidak pernah membawa uang lebih untuk taxi, dia hanya membawa uang sekedar untuk jajannya saja.
"Ih, Akmal ..."
"Sini peluk. Aku capek, pengen bersandar sama pujaan hati." Ucapnya dramatis, dengan tangan yang direntangkan ke depan.
"Bucin teros ...." sindir Ando yang tidak sengaja turun dari rooftop sekolah. Loker memang tidak jauh dari tangga rooftop.
"Jomblo terus ..." balas Akmal.
"Dih, ngelunjak." Ujar Ando yang menghampiri keduanya. "Awas lo berdua, biasanya orang ketiganya setan."
"Eh, bentar ... Gue dong setannya," kata Ando menyadari posisi.
"Ya iya ... Mending lo cabut, sebelum uwuphobia lo kambuh," ketus Akmal yang tiba-tiba saja memeluk Helsa.
"Gue doain putus," celetuk Ando.
"Gue doain lo keluar dari sekolah," balas Akmal tak mau kalah.
"Akmal, kok gitu sih sama ando. Dia itu moodbooster aku di kelas," kata Helsa membelah sahabatnya.
"Nah loh, tarik kata-katanya Malik."
"Oh, jadi selama ini aku nggak ada apa-apanya dibanding si ceking satu ini?" todong Akmal berpura-pura marah.
"Ya nggak gitu ... Dia cuma pelarian," bisik gadis itu.
Akmal tertawa. "Kasihan banget, An. Sekalinya punya temen cewek, dianggap pelarian doang. Makanya punya cewek."
"Bener-bener gue dibully. Udah, mending gue cabut. Bisa stres ladenin lo berdua."
"Bye bye, An. Selamat sampai tujuan," ucap Helsa sambil melambaikan tangannya pada pemuda itu.
Akmal terus memeluk Helsa. Capeknya perlahan menghilang, keduanya kembali duduk di bangku itu. Sekeliling mereka sepi, tidak ada murid yang melintas disana. Akmal akan lebih leluasa dengan aksi bucinnya. Dibalik Akmal yang selalu memamerkan kemesraannya bersama Helsa, akan dirinya yang selalu ingin berduaan bersama gadis itu tanpa ada mengusik. Tidak heran jika mereka lebih banyak menghabiskan waktu bersama di rumah laki-laki itu.
"Jangan pergi, Sa. Aku cuma mau kamu. Disini terus sama aku."
"Beib, masa kemarin bu Mega usir aku keluar. Kesal banget lihat mukanya," kata Helsa."Si tua Bangka itu usir kamu? Berani banget dia," tukas Akmal tajam.Suasana kantin ibu Rinjani siang itu sangat sepi, jam pelajaran terakhir baru saja dimulai. Kelas Helsa sedang tidak ada guru yang masuk, ibu Shinta-guru Bahasa Inggris sedang izin. Bersamaan dengan itu, Akmal mengajak Helsa duduk di kantin yang biasa mereka tempati. Kantin itu bisa dibilang tempat pacaran dua anak manusia itu, ibu Rinjani adalah salah satu orang yang menjadi saksi bagaimana bucinnya mereka."Kamu salah apa sampai diusir gitu?"Helsa mendengus, "aku nggak sengaja pegang UUD'45 pas ulangan kemarin.""Kamu nyontek?"Akmal terkekeh."Nggak, itu semua karena Ranaya sama Bella," sergah Helsa."Bilang aja nyontek, Sa," tuduh Akmal."Ihhhh.... Nggak, Akmal !""Duh, pacaran terus nih berdua," goda bu Rinjani yang baru saja kembali sholat."Nikmatin masa-
"Jadi, kamu beneran dikeluarin dari sekolah?""Kenapa pada diam-diaman sih?"Dilah memperhatikan sepasang remaja yang duduk di hadapannya sekarang, hidangan makanan diatas meja makan turut menjadi saksi kebisuan mereka. Helsa tidak membuka suara sama sekali, dia masih kesal dengan kekasihnya.Akmal membuka suara, melirik sekilas pada Helsa, "maaf.""Helsa juga baru tahu, tante. Akmal nggak cerita sama aku, udah seminggu padahal," adu Helsa pada Dilah.Dilah mendesah berat, "kamu udah hubungi papa sama mama?" tanya Dilah pada Akmal."Nggak penting! Yang mereka tahu kan cuma cetak anak, terus tinggalin gitu aja," sarkas Akmal."AKMAL!!!" Bukan Dilah, melainkan Helsa yang memekik nama itu. Dia tidak suka ketika Akmal harus merendahkan orang tuanya."Udah, udah. Sekarang kita makan, nanti tante yang ngomong sama mereka," finis Dilah.***Helsa yang masih mengenakan seragamnya disibukkan dengan piring kotor yang mereka
Selesai makan malam, Helsa memutuskan untuk naik ke kamarnya. Seperti malam-malam sebelumnya, gadis itu selalu sendiri. Seharian ini Akmal tidak menghubungi Helsa, biasanya jika hari minggu seperti sekarang, Akmal akan meminta Helsa ke rumahnya. Dering panggilan dari handphonenya mengalihkan pandangannya, Helsa segera meraih benda pipih itu dari nakas. Dari layar, nama Ando terpampang dengan jelas. Tumben sekali Ando menghubunginya. "Hallo, An." "Bawa pulang cowok lu sekarang," ujar Ando dari seberang sana. " Gue nggak ngerti, maksudnya gimana? "Akmal mabuk berat di rumah gue. Nggak tahu punya masalah apa lagi." Helsa berdecak kesal, "kenapa lagi sih itu orang?!Gue kesana sekarang," ucap Helsa. "Ok, kita tunggu." Helsa memutuskan panggilan itu, dan beranjak dari ranjangnya. Gadis itu mengambil dompet, hoodie, dan keluar dari kamarnya. Sebelum dia berangkat, terlebih dahulu memberitahu mbak Ana
Helsa menggeliat kecil dalam tidur, kelopak matanya perlahan terbuka. Pemandangan di depan ini membuatnya tersenyum kecil, wajah Akmal terlihat damai dalam tidur. Dengan jemari lentiknya, dia meraba rahang tegas itu. Akmal mirip seperti mamanya, mata dan juga bentuk wajahnya sama persis.Akmal sudah mulai terganggu dengan aksi Helsa yang terus menangkup wajahnya. Lihat bagaimana netra keduanya bertemu, Helsa tampak memperhatikannya dengan seksama. Akmal tersenyum samar, tangannya mempererat pelukannya pada pinggang kekasihnya. Lebih dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Pemuda itu mengerjap mata berulang kali, kepalanya terasa pusing akibat alkohol semalam."Mau aku buatkan mie instan?" tawar Helsa. Gadis itu cukup tahu bahwa biasanya orang yang baru sadar dari mabuk akan lebih nikmat jika memakan sesuatu pedas, misalkan mie instan."Boleh," jawabnya senang."Tapi masih pagi banget, Al," keluh Helsa. Ya, jam baru menunjukkan pukul lima
Dua minggu setelah pertengkaran hebat antara Akmal dan Billy, Helsa sama sekali tidak menunjukkan wajahnya pada Akmal. Pembicaraan mengenai masa lalu Akmall dan Sheren membuatnya bingung harus apa.Helsa ingin bertanya, namun enggan sakit hati.Sekarang dia menjaga jarak dari Akmal, dia tidak keluar kelas sama sekali. Masih terlalu banyak yang disembunyikan oleh Akmal.Selama dua minggu ini Akmal terus mendatangi rumah Helsa, meminta maaf pada kekasihnya, namun kebungkaman yang dia dapati."Sa, dicariin sama Akmal. Temuin dia, jangan kayak gini," ujar Citra penuh ibah.Helsa menggeleng keras, "nggak Cit."Belum sempat Citra membalasnya, mereka dikagetkan dengan Akmal yang datang dan duduk tepat pada kursi milik Ranaya yang sekarang sedang asyik jajan diluar."Citra, gue mau ngomong sama Helsa," kata Akmal seolah meminta Citra untuk meninggalkan keduanya.Citra paham, dan segera beranjak dari sana. Ruang kelas itu tampak s
Hubungan Akmal dan Helsa semakin hari membuat banyak orang iri dan cemburu, semenjak mendapat izin dari Yuda, Akmal benar-benar memegang amanah itu. Walaupun Renata tidak menyukainya, Akmal tetap pada pendiriannya untuk terus bersama gadis itu.Waktu terus berlalu, dan sampailah pada hari yang sangat tidak disukai Helsa. Dilihat dari pelukan yang begitu erat seakan tidak ingin melepas, hari ini Akmal resmi dikeluarkan dari sekolah. Gadis bersurai panjang itu tampak sedih. Hari-hari di sekolah akan terasa berbeda bagi Helsa dengan tidak adanya Akmal."Nggak usah sedih." Akmal mengusap wajah murung Helsa, mencapit hidung mancung yang menjadi favoritnya.Helsa mengurai pelukan, "Kenapa nggak minta di skors aja sih?!""Kan aku udah bilang ini emang udah jalannya," pungkas Akmal.Dia menarik Helsa ke dalam pelukannya, lalu dikecupnya kening gadis itu. Seakan tidak peduli dengan banyaknya murid di parkiran sekolah, Akmal terus melakukan itu berulang kali
Helsa memandang jalanan rumahnya dari atas balkon kamar, ditemani segelas coklat hangat gadis itu menikmati dinginnya hujan malam ini.Satu bulan sudah Akmal pindah ke SMA Diaksa, dan selama itu juga Akmal tidak pernah menjemputnya. Akmal juga hanya membalas sangat singkat chat darinya.Apa mungkin Akmal sedang sakit?Helsa mendengus pelan, dia merindukan kekasihnya. Bahkan untuk berbicara via ponsel saja susah. Memang selama satu bulan ini pemuda itu disibukkan dengan latihan futsal karena September nanti akan ada pertandingan antar sekolah Menengah Atas.Entah bagaimana bisa kekasihnya sudah tergabung dalam team futsal sekolah barunya.Saat hendak masuk kembali ke kamarnya, suara klakson motor yang sangat dikenali menyeruak ke telinganya. Helsa memandang ke arah gerbang rumah, dan benar saja pemuda itu disana.Akmal basah-basahan diluar sana. Apa dia tidak memiliki mantel hujan?Terlihat pemuda itu melambaikan tangan pada Helsa. Den
Hari senin adalah hari malas-malasan bagi kebanyakan orang. Salah satunya adalah Helsa. Hari ini juga ia harus terlambat masuk sekolah dikarenakan pacarnya yang menjemput terlambat. Tidak mengikuti apel bendera, dan sebagai imbasnya tidak mengikuti jam pertama pelajaran. Helsa harus kemana jika seperti ini? Oh jelas saja ia harus ke perpustakaan, untuk apa berkeliaran di halaman sekolah disaat jam pelajaran seperti ini. Apalagi guru piket hari ini adalah pak Darwin. Perpustakaan sangat sepi, hanya ada salah satu stafnya yang sedang berjaga. Gadis itu berjalan menyusuri setiap baris rak buku yang menjulang tinggi, mencari novel yang bagus untuk dibaca. Helsa memang suka membaca novel. Satu novel bergenre fantasi sudah ada ditangannya, Helsa mengambil tempat dekat sudut perpustakaan. Gadis itu tampak sekali larut dalam bacaannya, sampai sebuah tangan menyodorkan coklat diatas lembaran novel. Dia cukup terkejut mendapati siapa pemilik coklat tersebut. Ja