Share

Tujuh

"Ah, maksud saya, izinkan saya menjaga Odelia malam ini di rumah sakit. Bapak dan Ibu pulang istirahat," ralat Angga membuat bibir Odelia mengerucut sebal.

Odelia sudah melayang tadi mendengar perkataan Angga yang akan menjaganya, tapi ternyata dosennya itu meralat perkataannya. Oh, atau lebih tepat memperbaiki perkataannya.

Sedangkan Angga, sejak tadi jantungnya tak berhenti berdetak kencang, apalagi mengingat perkataannya tadi. Makanya secepat mungkin dia meralat. Angga pun tak tahu kenapa dia berkata-kata seperti itu, bahkan secara tiba-tiba tanpa berpikir lebih dulu.

"Boleh kok, Pak. Pak Angga mau jagain saya, 'kan? Jagain seumur hidup juga boleh," kata Odelia.

Sekalipun Angga meralat perkataannya, Odelia tak ingin kehilangan kesempatan ini. Kapan lagi coba, dosen killer sekaligus dosen yang sama sekali tak terpanah melihat senyumnya bisa menjaganya di sini, mereka akan berada di satu ruangan yang sama semalam.

"Mau macam-macam, 'kan, kamu sama pak Angga?" tuduh Sena membuat Odelia mendelik kesal.

Macam-macam bagaimana, tangannya saja masih diinfus bahkan untuk jalan saja dia merasakan lemas, yang ada Angga lah macam-macam dengannya.

"Kok kesannya kayak aku cowok pak Angga cewek, ya, Ma?"

"Kamu 'kan emang gitu. Mama tuh gak khawatir sama kamu, tapi khawatir sama pak Angga."

"Mama, ih," rengek Odelia.

Angga tersenyum melihat interaksi antara Odelia dan mamanya, seperti dua orang yang berteman baik.

"Gak ngerepotin, Pak Angga?"

Gilang tahu sebenarnya tak pantas dia membiarkan laki-laki yang bukan siapa-siapa anaknya menjaga anaknya di rumah sakit, terlebih lagi Angga adalah anak atasannya sekaligus dosen anaknya. Tapi apalah daya, dia juga ingin istirahat dan ingin membaringkan tubuhnya di ranjang empuk di rumah. Namun, Gilang takut memberikan Angga izin menjaga anaknya. Biar bagaimanapun juga, Odelia adalah anak satu-satunya dan seorang gadis pula.

"Tidak, Pak."

"Apa jaminannya kalau Pak Angga gak akan macam-macam sama anak saya?"

"Bapak boleh membunuh saya."

Napas Odelia tercekat mendengar perkataan Angga terdengar begitu mantap tak ada keraguan, tubuhnya jadi panas dingin, rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Ini Angga hanya meminta izin untuk menjaganya semalaman, tapi kenapa terdengar seperti Angga memintanya langsung dengan papanya?

"Ya sudah, saya izinkan. Maaf merepotkan yah, Pak," putus Gilang.

"Lia gak boleh macam-macam sama pak Angga."

Kali ini yang bersuara mamanya, dia mewanti-wanti anaknya agar tak macam-macam pada dosennya sendiri. Sena sangat tahu tabiat anaknya pandai menggoda orang, sepertinya Sena menyesal karena dulu sering sekali menggoda pria. Menikah dengan Gilang pun karena hasil menggoda, tapi mengingat itu dia jadi merasa lucu. Gilang yang polos dinodai oleh gadis macam Sena.

"Siap!" Seru Odelia "Tapi gak janji," cicit Odelia masih bisa didengar.

***

"Kamu kenapa bisa sakit?"

Odelia cengengesan mendengar pertanyaan Angga. Apa dosennya ini khawatir karena dia sakit? Tapi dalam hati gadis itu mau sedang tak baik-baik saja, perasaannya benar-benar berbunga mendengar pertanyaan seperti itu dari Angga. Nikmat. Kalau rasanya senikmat ini, Odelia mau sakit setiap hari, hingga membuat Angga khawatir padanya.

"Pertanyaan saya belum dijawab, kenapa bisa sakit?"

"Duh, Abang dosen malah bikin melting," ujar Odelia tanpa malu. Dia bahkan memegang dadanya dan ekspresinya benar-benar melankolis.

"Saya serius, Odelia," kata Angga lembut. Dia tak mungkin memarahi mahasiswinya yang tengah sakit ini.

"Tuh kan, tuh kan, Abang dosen ngomong kayak gitu malah bikin tambah melting."

Bukannya menjawab pertanyaan Angga, Odelia malah semakin jadi. Bersyukur tak mamanya di sini, kalau ada dia pasti sudah kenal omel. Odelia memang sangat suka menggoda orang.

"Odelia," panggil Angga tegas namun lembut. Dari mana juga panggilan 'abang dosen' itu berasal?

Senyum Odelia mengembang, lalu dia berkata, "Kenapa, Pak? Khawatir, yah?"

Angga yang tadinya duduk di sofa kini berdiri menghampiri Odelia di bangsal.

"Mungkin gak masuk akal buat kamu, seorang dosen khawatir dengan mahasiswinya," ujar Angga membuat Odelia seketika terdiam mendengarnya.

Jantung Odelia? Jangan ditanya lagi, sudah pasti jantungnya kini berdegup kencang bahkan rasanya ingin copot dari tempatnya. Kalau begini Odelia bisa apa? Angga tiba-tiba berkata manis.

Ketika Angga telah duduk di kursi samping bangsal, Odelia berdeham, menetralkan rasa gugupnya. Bahaya ini kalau Angga melihatnya. Lagi pula, kenapa juga dia malah terbawa perasaan? Bukankah tujuan awalnya untuk membuat Angga terpesona padanya agar perkataan dosen itu dulu menjadi bumerang, tapi kenapa malah dia yang terbawa perasaan? Parahnya lagi dia dulu pernah bersumpah untuk tidak jatuh cinta dengan laki-laki seperti Angga.

Tidak-tidak, Odelia tidak akan jatuh cinta dengan Angga. Ya, tidak akan dan tidak boleh.

"Kecapekan, Pak."

"Kamu ngapain aja sampah kecapekan?"

Kalau Angga tahu, dia dihukum karena kecapekan bersih-bersih rumah yang bertingkat dua, apa dia akan ditertawakan?

"Ya, gitu."

Paham kalau Odelia tak nyaman dengan pertanyannya, Angga manggut-manggut mengerti saja. Toh, dia sudah tahu kalau gadis itu sakit karena kelelahan. Odelia memang tak bisa terlalu lelah, jika dia sudah benar-benar kelelahan, maka gadis itu akan sakit bahkan bisa demam sampai berhari-hari. Dia juga mudah lelah.

"Makanya jangan terlalu memforsir diri untuk ngerjain tugas. Tugasnya juga dikerjain sebelum deadline, sedikit-sedikit boleh. Jangan kita yang ngejar deadline tapi deadline yang ngejar kita."

***

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Odelia dibolehkan pulang oleh dokter. Gadis itu benar-benar senang karena kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa walau dia telah mendapatkan wejangan-wejangan dari mamanya untuk tidak boleh terlalu lelah dan selalu pulang tepat waktu.

Ify yang memang menjemput Odelia dan mamanya di rumah sakit, karena Gilang yang tak bisa menjemput mereka, pun mencibir Odelia yang terus saja senyum-senyum tak jelas.

Dapat dipastikan, Odelia seperti itu karena semalam habis ditemani Angga. Ify tahu, dia tahu karena Odelia yang tengah malam mengirimkannya pesan di saat dia tengah sibuk mengerjakan tugas, alhasil tugasnya terbengkalai, untung saja deadline-nya masih lama.

"Lama-lama, status lo yang awalnya pasien rumah sakit umum jadi pasien rumah sakit jiwa," sindir Ify.

Sumpah demi apapun, gadis itu muak melihat Odelia yang tak henti-hentinya tersenyum.

Odelia berdecak pelan lalu membalas sindiran Ify. "Ada yang panas nih, yeee."

"Hah, apa? Gue? Panas denger lo dijagain pak Angga semalam?"

"Alah bilang aja," sergah Odelia.

"Yang ada gue malah kasian sama lo."

Odelia mengernyit mendengar penuturan Ify. Kenapa juga sahabatnya ini kasihan padanya?

Ify yang mengerti dengan Odelia yang tak paham pun berujar, Iya, gue kasian banget sama lo, malah jilat ludah sendiri."

"Apa sih? Gak jelas lo," kata Odelia. Dia tak mungkin menjilat ludahnya sendiri.

"Menjilat ludah sendiri ternyata lebih nikmat dibanding berbicara terlalu tinggi," balas Ify semakin menyindir sahabatnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status