Share

Bab 5

Aku memeluk tubuh Mas Kenzie erat setelah aku sampai di toko grosir milik kami. Aku tak peduli dengan tatapan para pengunjung di toko kami dengan aksiku memeluk tubuh Mas Kenzie. Perasaan senang bercampur haru sedang menggebu-gebu untuk diungkapkan. Ini adalah moment salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Sekian lama menanti, akhirnya kini aku telah mengandung benih cintaku bersama Mas Kenzie.

"Hey, kamu kenapa, Sayang?" tanya Mas Kenzie sambil membalas pelukan dariku.

Saking bahagianya, rasanya sangat sulit untukku berkata-kata. Justru kini, air mata mulai keluar dari kelopak mataku. Bukan tangisan sedih, melainkan tangisan haru nan bahagia.

"A ... aku ... aku hamil, Mas," ucapku dengan suara serak.

"Hamil? Kamu hamil, Sayang?" tanya Mas Kenzie lalu melerai pelukan dariku. Kini Mas Kenzie menatap mataku dalam, ada sorot binar bahagia di mata Mas Kenzie.

Aku tak bisa menjawab, tenggorokan rasanya tercekat karena sulit untuk mengeluarkan suaraku. Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum menjawab pertanyaan dari Mas Kenzie.

"Akhirnya ..." kata Mas Kenzie lalu mencium keningku dalam.

"Bapak-bapak, ibu-ibu yang lagi belanja! Hari ini saya lagi bahagia, istri saya hamil! Khusus hari ini, saya kasih diskon 50% untuk kalian semua!" Teriak Mas Kenzie lantang dan diiringi tepuk tangan riuh dari para pembeli di toko grosir kami.

"Selamat ya Mbak Naya!" teriak semua para pelanggan toko grosir kami.

Aku menutup mulut tak percaya melihat tingkah Mas Kenzie yang menurutku terlalu berlebihan. Aku tak menyangka, Mas Kenzie begitu bahagia mendengar kabar kehamilanku. Wajah ini tiba-tiba memanas, aku benar-benar malu menjadi pusat perhatian para pelanggan toko. Mungkin saat ini, wajahku sudah merah seperti udang rebus.

Para pelanggan di toko grosir kami silih berganti mengucapkan selamat atas kehamilanku. Mereka juga sangat berterima kasih karena sudah diberikan diskon belanjaan hingga 50%. Tak apalah hari ini kami merugi, setidaknya hari ini aku dan Mas Kenzie bisa meluapkan rasa bahagia kami.

_______

Kabar tentang kehamilanku akhirnya sampai di telinga Bapak dan Ibu mertua. Sama seperti Mas Kenzie, Bapak dan Ibu terlihat antusias mendengar kabar tentang kehamilanku. Mungkin mereka sangat senang, karena ini adalah calon cucu pertama bagi Mereka. Rencananya, Ibu mau membuat acara syukuran di rumahnya untuk menyambut calon bayiku dan Mas Kenzie. Tapi, aku bilang pada Ibu nanti saja membuat acara syukurannya saat usia kandunganku sudah memasuki bulan keempat.

Setiap bulan, aku ditemani Mas Kenzie berobat rutin ke rumah Emak Asih. Mas Kenzie tak membiarkan aku pergi bersama orang lain kecuali dirinya. Mas Kenzie berubah sedikit lebih posesif setelah aku hamil. Mas Kenzie juga selalu menemaniku untuk mandi di Curug Pengasih seperti syarat yang diajukan oleh Emak Asih.

Selama kehamilan, aku bersyukur tak mengalami mual dan muntah. Justru nafsu makanku malah semakin naik, membuat berat badanku semakin bertambah. Aku hanya mengalami ngidam, yang tiba-tiba ingin makan sesuatu di jam-jam yang tak lazim, seperti tengah malam misalnya. Untungnya, aku memiliki suami siaga yang selalu menuruti apapun mauku.

Waktu terus berjalan, hingga akhirnya usia kandunganku memasuki bulan keempat. Hari ini, kami mengadakan acara syukuran cukup besar di rumah mertua. Sebenarnya, aku ingin mengadakan acara sederhana saja, karena mengingat usia kandunganku yang masih terlalu muda. Tapi Mas Kenzie menolak, ia ingin mengadakan acara besar untuk menyambut hadirnya calon buah hati kami.

Tak tanggung-tanggung, Mas Kenzie sampai mengundang Pak Kades untuk menyambut acara pengajian empat bulanan kehamilanku. Dekorasinya pun terlihat agak mewah, bernuansa serba pink sesuai dengan warna kesukaanku. Semua yang mengatur acara ini adalah Mas Kenzie dan Ibu mertua, aku hanya terima beres saja.

"Gimana, Sayang, kamu suka kan dekorasinya?" tanya Mas Kenzie sambil mengelus perutku lembut. Saat ini, perutku memang sudah terlihat sedikit membesar.

"Aku suka, Mas," jawabku berusaha tersenyum.

Sebenarnya, aku sedikit kurang suka dengan acara syukuran ini. Bukan tak suka dengan acaranya, tapi tak suka dengan cara Mas Kenzie menghamburkan uang yang menurutku terlalu berlebihan. Lebih baik, uang yang dipakai untuk acara syukuran ini ditabung saja, untuk membangun rumah impian kami yang hingga kini belum juga terwujud.

Tapi, aku tak sampai hati menolak keinginan Mas Kenzie. Mungkin ini cara Mas Kenzie untuk mengungkapkan perasaan bahagianya menyambut hadirnya calon buah hati kami yang memang sudah sangat lama kami nantikan.

"Nduk, kamu ngapain berdiri disini. Ayo duduk saja di kursi sana! Kamu ini juga, Ken, istrinya lagi hamil kok malah diajak berdiri. Kasian kan Naya, nanti kecapean?" ujar Ibu sambil memarahi Mas Kenzie.

"Kami cuma lihat-lihat dekorasinya saja kok, Bu. Lagian aku jenuh juga dari tadi duduk mulu, gak ngapa-ngapain," kataku.

"Iya nih, Ibu bawel banget deh," kata Mas Kenzie manyun.

"Yowes, sebentar lagi acara mau di mulai kalian ganti baju dulu sana," suruh Ibu.

"Baik, Bu," jawabku.

Aku dan Mas Kenzie pun segera masuk ke dalam rumah Ibu untuk berganti baju. Tak lama, acara yang sudah kami persiapkan akhirnya akan segera dimulai. Para tamu undangan sudah terlihat hadir, dan mulai duduk mengikuti acara pengajian empat bulanan kehamilanku. Aku juga mengundang Ayahku, dan juga Kak Keyla bersama suaminya Mas Bayu dan anaknya Zaidan yang kini sudah berusia 5 tahun.

Saat bertemu dengan ayah, rasa haru tiba-tiba datang melihat wajah cinta pertamaku itu yang terlihat bahagia melihat kehamilanku. Ayah mencium keningku dalam, dan memberikan selamat juga wejangan padaku dan Mas Kenzie. Ayah memang orang yang bijak dan sabar. Tak pernah sekalipun Ayah bicara kasar atau membentak, jika ayah marah ia hanya akan menghukum ku dengan tak menegurku selama berhari-hari.

"Nay, apa gak berlebihan kamu bikin acara empat bulanan seperti ini?" bisik Kak Keyla yang kini sudah duduk di sampingku. Mas Kenzie sendiri sibuk menyambut teman-temannya yang hadir di acara ini.

"Iya, Kak, mau gimana lagi, ini udah kemauan Mas Kenzie sama Ibu," jawabku.

"Haduh, Nay, usia kandungan kamu kan masih muda. Gak baik bikin acara besar begini, Nay. Harusnya, kalian bikin acara pengajian sederhana aja," kata Kak Keyla.

"Aku juga maunya begitu. Terus aku harus gimana, Kak? Lagian acaranya udah terjadi ini."

"Ini nih, makanya kalau bikin acara tanya dulu sama Ayah atau aku. Jangan tiba-tiba udah ngundang kami aja. Ini kan anak pertama kamu, Nay. Aku bukannya cerewet, tapi ini juga buat kebaikan kamu dan calon anak kamu," jelas Kak Keyla.

"Kak Keyla bantu doa saja ya, semoga kandungan aku baik-baik aja. Kalau kak Keyla bilang gitu, malah bikin aku takut," kataku.

"Iya, Nay. Kalau doa gak perlu kamu kasih tahu juga aku selalu doain kamu. Kamu kan adik aku satu-satunya, aku cuma khawatir aja," ucap kak Keyla tersenyum. Kak Keyla sifatnya memang begitu, jika tak suka dia langsung bilang apa adanya. Kak Keyla menang tipe orang yang jujur, tapi jika sudah marah ia akan melakukan tindakan yang bar-bar.

"Iya kak, aku ngerti kok."

"Sebenarnya, bikin acara syukuran 4 bulanan itu boleh, Nay, tapi kalau bisa yang sederhana aja, jangan berlebihan begini," saran Kak Keyla.

"Iya, Kak."

Acara syukuran pun di mulai, Mas Kenzie menyambut acara ini dengan mengucapkan terima kasih pada para tamu undangan yang datang. Dilanjutkan sambutan dari Pak Kades yang memang sengaja Mas Kenzie undang sebagai penghormatan kepada kepala desa di kampung ini.

Dilanjutkan dengan acara pengajian yang dipimpin oleh salah satu pemuka agama di kampung ini. Pengajian berjalan hikmat dan juga lancar. Setelah selesai, tamu yang hadir berpamitan dan memberi selamat padaku dan juga Mas Kenzie. Tak lupa, kami memberikan souvernir yang memang sudah kami siapkan untuk para tamu undangan yang hadir di acara syukuran ini.

Selama jalannya acara, mataku selalu tertuju pada Ibu mertua yang duduk di sudut deretan kursi undangan. Ibu menggendong seorang bayi sambil berbincang dengan seorang wanita. Ibu terlihat sangat akrab dengan wanita itu. Bahkan sesekali, Ibu dan wanita itu terlihat tertawa seperti sedang bergurau.

Ayahku dan Kak Kayla beserta keluarga kecilnya berpamitan pulang. Ayah lagi-lagi memberikan wejangan untukku dan Mas Kenzie sebelum pulang. Ayah memang begitu, ia sangat menyayangi anak-anaknya. Aku tahu, Ayah hanya mengkhawatirkan diriku.

Setelah hampir semua tamu undangan pulang, kini giliran wanita yang sedari tadi berbicara dengan Ibu menghampiri aku dan Mas Kenzie sambil menggendong bayinya. Ternyata, wanita itu adalah Anggun, keponakan Ibu yang sempat membuat acara syukuran di sini juga.

"Selamat ya Mbak Naya, semoga kandungan Mbak Naya selalu sehat dan dilancarkan hingga persalinan nanti," ucap Anggun lembut sambil menjabat tanganku. Tak lupa Anggun juga bercipika-cipiki denganku.

Di lihat dari dekat, ternyata wajah Anggun terlihat sangat manis, ditambah lesung pipit di kedua pipinya membuatku tak bosan memandang wajah ayunya. Suara Anggun juga sangat lembut, dan terlihat kalem. Anggun juga terlihat lebih dewasa dariku.

"Iya, terima kasih," jawabku.

"Sama-sama, Mbak. Aku juga terima kasih untuk kado yang Mbak Naya kasih dulu untuk anakku. Maaf, aku baru ngucapin sekarang, karena kita baru ketemu disini," ujar Anggun.

"Iya gak papa, aku ngerti kok," kataku.

Setelah mengucap selamat padaku dan Mas Kenzie, Anggun pamit pulang. Anggun hanya datang seorang diri bersama bayi dalam gendongannya yang sedang tertidur pulas. Aku sama sekali tak melihat keberadaan suami Anggun. Aku bahkan lupa menanyakan, dimana suaminya.

Aku tertegun saat menoleh ke arah Mas Kenzie. Mas Kenzie menatap kepergian Anggun tanpa berkedip, bahkan seolah aku tak ada disampingnya. Tatapan Mas Kenzie terlihat aneh, bahkan sulit untuk aku artikan. Entah mengapa, ada sesak di dalam hati melihat Mas Kenzie yang masih dengan jelas menatap kepergian Anggun hingga ujung jalan. Apakah aku cemburu?

*****

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Putri Leo
Kan istri Kenzie
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status