"Hmm, Ra, Mas juga minta maaf ya. Maaf sudah menyakiti kamu. Maas menyesal." Ucap Ridwan lirih.Lagi Rara tersenyum. Meskipun itu di paksakan."Iya, Mas. Sekarang aku minta kamu talak aku, Mas." Ujar Rara.Ridwan menarik nafasnya berat. Yang selalu dia hindari selama ini akhirnya harus dia ucapkan juga."Di depan Mama, Vina, Eca...." Ridwan menghentikan ucapannya. Rara masih menunggu dengan perasaan yang tak bisa ia jelaskan.Ridwan menatap Rara sesaat, lalu melanjutkan lagi ucapannya. "Rara khairunnisa Binti Muhammad Shaleh, mulai hari ini kami aku talak. Dan mulai hari ini kamu sudah bukan lagi istriku dan tidak lagi menjadi tanggung jawabku." Ridwan mengucapkan dengan suara yang bergetar menahan sesak. Istri yang masih sangat dia cintai, namun sekarang harus dia lepaskan karena kesalahannya sendiri.Rara menerima dengan, senyuman manisnya. "Baik, Mas. Saya terima talak darimu. Saya pamit." Rara lalu berjalan menuju mobilnya di parkiran untuk segera pulang. Tanpa bersalaman dengan
Satu bulan sudah berlalu perceraian itu. Rara dan Hanum sudah terbiasa menerima keadaan. Rara menjalani kehidupannya seperti biasa. Hanum pun sudah bisa berdamai dengan takdir bahwa sekarang orang tuanya tak lagi bersama. Meskipun masih utuh.Sakitnya Hanum saat itu mengetahui bahwa selingkuhan Papanya adalah orang kepercayaan bundanya sendiri, meninggalkan trauma yang cukup bagi Hanum. Beruntung Rara biasa mengatasi Hanum. Sehingga Hanum sekarang sudah bisa menerima semuanya. Dan kembali seperti biasa.*****"Mas, sakit!" ujar Eca memberi tahu kan Ridwan. Eca memegang perutnya, merasakan ada kontraksi yang membuat Eca susah untuk bangun.Ridwan yang baru selesai menunaikan ibadah sholat subuh segera mendekati Eca. "Apanya yang sakit. Kamu mau lahiran itu. Ayok kita ke rumah sakit sekarang." Ridwan segera mengantikan pakaiannya untuk bersiap."Mas, kita naik apa kerumah sakit? Ini masih gelap." Tanya Eca."Terus gimana? Kamu kuat naik motor nggak? Kalo kuat kita naik motor saja." Us
"Seneng." Jawab Eca seenaknya.Karena masih di dalam ruang operasi, Ridwan memilih diam dan tak lagi menanyakan banyak hal pada Eca. Sekarang yang penting anaknya telah lahir, Eca sehat begitupun juga dengan anaknya.*****"Buk Eca, belajar menyusui anaknya ya, Bu. Biar nanti asinya lancar." Ujar dokter Elen saat memeriksa kondisi Eca."Maf, Bu, sepertinya belum bisa. Nanti saja di rumah, Bu. Sekarang biar supor dulu aja." Tolak Eca."Ayolah sayang, belajar ya susui Anak kita ya, Biar dia kenyang kalo mimik sama kamu." Pinta Ridwan juga."Aku belum bisa, Mas. Masih pada sakit badannya." Alasan Eca berbohong.Dokter Elen merasa Eca memang menolak untuk menyusui anaknya, menjadi tidak enak dan sungkan jika terus meminta, takut dikira memaksa. "Tidak apa-apa, Pak. Jangan dipaksa. Nanti kapan Bu Eca siap dan sudah kuat, susui ya, Bu." Dokter Elen menasehati."Iya, Dok. Nanti saya susui kalau saya sudah benar-benar sembuh." Sahut Eca.Dokter Elen pun pamit keluar dan meninggalkan Eca ber
"Mas, kamu nggak mau cari kerjaan gitu, Mas? Masa mau jadi pengangguran terus? Aku sama Kelvin nanti makannya gimana? Kamu mau nafkahi aku gimana? Mana kebutuhan hidup itu mahal, Mas! Tuh! Coba kamu lihat! Skincare-ku udah mau habis, Mas. Bajuku juga udah banyak pada nggak muat sekarang. Tabungan, habis juga." Eca terus mengomel gak berkesudahan dari siang hingga malam, membuat Ridwan terkadang jengah.Semenjak melahirkan, Eca benar-benar berubah. Sifat keibuan sangat jauh dari dirinya, Kelvin kerapkali diabaikan olehnya. Meskipun Kelvin nangis-nangis, Eca seolah tak menghiraukan tangisan itu."Sabar lah, Ca, ini juga Mas lagi cari-cari lowongan kerja. Nanti kalo ada pasti kerja. Sekarang kita jual dulu perhiasan itu, ya. Nanti Mas sudah dapat kerja Mas ganti lagi." Usul Ridwan. Perhiasan yang dikembalikan Rara beberapa bulan lalu masih tersimpan rapi di lemari."Apaan sih, Mas? Kok minta jual itu perhiasan. Yang benar saja lah, Mas. Kamu mau kerja apa nantinya, belum tentu bisa beli
Kali ini Eca terpaksa bangun, sebab mukanya basah akibat siraman Rista barusan."Mama! Mama apa-apa sih, Ma?""Kamu yang apa-apaan? Anak nangis bukannya disusui! Malah asyik-asyiknya tidur. Kasian Ridwan udah hampir sebulan begadang ngurusin Kelvin. Kamu ibunya malah leyeh-leyeh aja. Nggak punya hati bener kamu jadi ibunya ya. Kamu lihat di luar sana, Ca ... ada banyak perempuan yang menginginkan keturunan dengan segala cara. Kamu udah dikasih anak gak mau ngurusin. Nih! Susuin anakmu!"Rista meletakkan Kelvin dipangkuan Eca. Dengan wajah kesal Eca menerimanya menyusui Kelvin. Namun Kelvin bukannya mau, malah menolak saat Eca mencoba, memberikan Asi itu. Kelvin terus saja menangi dan menggelengkan kepalanya kekiri dan ke kanan. Seolah menolak untuk menerima Asi "Kan, anaknya aja nggak mau, gimana aku mau ngasih dia asi." Ujar Eca."Nggak mau karena kamu nggak ikhlas mengasinya. Coba kamu kasih dia dengan tulus. Pasti mau!" ketus Rista lagi.Eca benar-benar jengkel terusan diomelin ol
Rara menggeliat sembari membuka matanya perlahan dari tidur, Rara melirik jam yang ada di diding kamarnya, waktu sudah menunjukan pukul setengah lima subuh. Rara segera bangun untuk menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim. Tidak lupa Rara untuk membangunkan Hanum terlebih dahulu untuk sholat berjamaah. Rutinitas yang selalu Rara biasakan dari dulu. Hanya saja sekarang bedanya imamnya bukan lagi Ridwan. Selepas menunaikan ibadah sholat subuh tak lupa Rara bertilawah, begitu juga dengan Hanum, mereka mengaji bersama. Setelah selesai, Rara kembali membereskan semua peralatan shalat dan menaruhnya di tempat semula. Hanum mendekati Rara, memulai pembicaraan menanyakan kepada bundanya, " Bun, libur sekolah nanti Apakah boleh Kakak ke rumah Papa? Kakak kangen, Papa, Bun." Ucap Hanum lirih. Hanum takut Rara tak mengijinkan dan akan marah. Rara menatap dalam mata Hanum lalu tersenyum dengan sangat Tulus. "Kakak Kangen Papa?" tanya Rara. Dengan semangat Hanum menganggukkan kepalanya
Hari ini Hanum collection mengeluarkan produk terbaru berupa dress kekinian. Bisa dipakai anak remaja, dewasa dan ibu-ibu tentunya. Sejak beberapa hari lalu, Rara dan Hanum sudah sibuk melakukan pemotretan. Setelah semua selesai, Rara memposting produk terbarunya di sosial media tempat sarana promosi Rara selama lima tahun belakangan ini. Tak butuh waktu lama, hanya bilangan menit setiap gambar yang Rara posting dibanjiri komentar dari pelanggan setia Hanum collection. Begitu juga dari agen-agen dan para reseller berebutan untuk memesan dalam jumlah banyak. Ada juga candaan dari pelanggan yang membuat Rara tersenyum geli. [Bunda, anaknya tolong jangan kasihkan ke orang ya, Bun. Boleh lah di jodohkan sama anak saya. Emot tertawa di ujungnya.][Saya mau beli untuk istri tapi belum punya istri. boleh lah saya beli tapi bajunya untuk bunda aja. Aduh, sanggupnya cuma beli baju doang ,Bun, beli Alphard celengan ayam saya belum penuh." Goda seseakun itu penuh dengan candaan. Rara hanya
Sebuah notifikasi pesan WA masuk ke HP Rara. Rara yang tengah sibuk di meja kerja menghentikan sejenak aktivitasnya. Lalu mengambil HP itu untuk melihat dari siapa gerangan. Dahi Rara berkerut, namum sesat kemudian wajahnya berubah bahagia. "Alhamdulillah, akhirnya laku juga. " Ucap Rara.Windi yang mendengar itu lalu menoleh, dan bertanya. "Kenapa, Bun? Butik bunda udah ada yang beli?" tanya Windi."Iya Win, butik Bunda yang di sana udah laku. Ini ada yang mau beli nanti sore dia ingin ketemu sama Bunda mau cek langsung." Ujar Rara"Syukurlah, Bun. Windi turut seneng dengernya." Tutur Windi tulus.Sorenya Rara langsung menuju lokasi di mana tempat Rara dan calon pembeli itu janjian. Waktu menunjukkan pukul 15.00, saat Rara sampai di tujuan. Rara melihat hpnya untuk memastikan apakah ada kabar dari calon pembeli butik tersebut. Ternyata belum, mungkin bisa masih di jalan, pikir Rara.Rara memarkirkan mobilnya di sisi jalan, saat hendak turun, tak sengaja mata Rara menangkap sebuah mo