Share

bab 4

"Kakak udah siap?" tanya Rara pada gadis  remajanya yang sekarang sedang berada di daun pintu kamar. 

"Sudah Bun, ini tinggal berangkat." Jawab Hanum sambil memutar-mutarkan tubuhnya. 

Rara hanya hanya tersenyum melihat tingkah anak gadisnya. Anak gadis tetapi rasa teman. 

"Bunda juga sudah siap kok, yuk!" ajak Rara. 

Mereka berdua  pergi menuju ke mobil dan melajukan perjalanan ke rumah Omanya Hanum. 

Di tengah perjalanan mereka terlibat obrolan-obrolan ringan antara Bunda dan anak. Rara menanyakan bagaimana di sekolahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. 

Hingga perjalanan mereka terasa begitu asyik. 

"Kita mampir dulu beli kado ya Kak, buat 

Tante Dwi sama Om Dito." Ujar Rara saat  mereka sampai di depan toko perlengkapan bayi. 

"Kado apa Bun? Kok toko perlengkapan bayi? emangnya Tante Dwi dan Om Dito kenapa, Bun? Kok kita beli kado segala." Tanya Hanum penasaran. 

Rara yang hendak turun dari mobil akhirnya urung, Rara menoleh ke Hanum dan memberitahukan semuanya. 

"Tante Dwi lagi hamil, Kak. Kebetulan habis acara tujuh bulanan kemarin di rumah Oma. Terus Bunda diundang, tapi sepertinya Papa lupa kasih tau Bunda, jadi Bunda nggak datang, gak enak donk gak kasih kado kan? Nanti kita mampir dulu ke rumahnya Om Dito, ya." Rara menjelaskan pada Hanum. Tetapi Hanum sedikit bingung dengan penuturan Bundanya, sebab kemarin Hanum baru saja bertemu dengan Dito dan Dwi di sekolahan. 

"Tapi Bun, kemarin Kakak ketemu sama Om Dito dan Tante Dwi, Bun. Kemarin waktu Kakak di sekolah pas mau masuk itu Kakak jalan sama teman-teman Kakak di luar, Bun. Terus Tante Dwi mampir nyapa Kakak, terus juga Om Dito kasih Kakak Jajan, Bun, Seratus Ribu."

"Kapan itu Kak?" tanya Rara penasaran. 

"Kemarin, Bun, pas kakak baru mau masuk gerbang sekolah, di klakson sama Om Dito, terus Om Dito kasih Kakak jajan. Maaf Kakak lupa kasih tau Bunda." Ujar Hanum dengan sedikit merasa bersalah. 

"Nggak papa Sayang, Bunda Nggak marah kok. Tante Dwi turun nggak dari mobil kemarin itu?" tanya Rara lagi. 

"Turun, Bun. Kakak nggak lihat ada perut buncitnya Tante Dwi kok bun. Tante Dwi masih langsing bangat itu." Celetuk Hanum lagi. 

Rara sedikit terkejut dan tak bisa berkata-kata. Ada apa ini sebenarnya. "Jika memang Dwi belum hamil lalu siapa yang melaksanakan acara tujuh bulanan kemarin di rumah Mama?  Jika memang bukan Dwi lalu siapa? Kenapa mereka menutupi semuanya dariku?" Gumam Rara. 

Tubuh Rara melemah seketika memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Rara sangat takut mendapati kenyataan yang dari kemarin sudah berputar-putar dibenaknya. 

"Ya Allah semoga tidak ada hal yang akan membuatku dan Hanum kecewa nantinya." Doa Rara dalam hatinya. 

"Bun, Bunda kenapa? Kok  Bunda malah melamun." tanya Hanum yang melihat Rara seperti mematung dan melamun  memikirkan sesuatu. 

"Bunda jadi mau beli kado nggak buat Tante Dwi?" tanya Hanum lagi. 

"Hm, iya Kak, Jadi. Mungkin  kemarin Kakak kurang memperhatikan kali Kak, jadi nggak kelihatan kalo Tante Dwi lagi hamil." Ujar Rara lagi sembari meyakinkan dirinya sendiri. 

"Nggak kok Bun, orang tante Dwi juga peluk 

Kakak kemarin, terus Tante itu pake gamis yang dibelikan sama Bunda bulan lalu itu, ngepas gitu bun cantik kok Tante Dwi kemarin itu pake Gamis Hanum Collection, kelihatan kok tubuh tante Dwi langsing." Hanum memuji kecantikan Dwi. 

Memang beberapa hari lalu Hanum bertemu saat Dwi dan Dito hendak pergi ke klinik dokter kandungan untuk melakukan program hamil. Kebetulan lewat sekolahan Hanum, dan mereka berhenti saat melihat Hanum bersama teman-temannya. 

Bulan kemarin  Rara baru mengeluarkan gamis terbaru dari Hanum Collection, dan Dwi salah satu pelanggan Hanum Collection.

 Setiap ada keluaran terbaru, Dwi memang selalu membeli minimal satu pics. Bulan lalu Hanum collection baru mengeluarkan gamis dengan model tangan balon. Model badannya, dibentuk mayung kebawah. Tapi akan ngepas untuk dibagian pinggang ke atas. Jadi, jika dipakai oleh wanita hamil tentu tidak bisa karena sempit di bagian perutnya, apalagi hamil tujuh bulan. 

Kali ini Rara kembali syok dengan pernyataan anak semata wayangnya. 

Namun, sebisa mungkin Rara menguasai kembali dirinya. Rara tidak ingin menunjukan kekhawatirannya dihadapan anak remajanya. 

Selama ini memang Rara menghindari  yang membuat Hanum khawatir. Rara selalu menunjukkan halnya yang baik-baik saja dihadapan Hanum, apalagi ini masalah orang dewasa, Hanum belum cukup umur untuk ikut mengerti hal ini. Biarlah hanum tumbuh menikmati masa  remajanya yang menyenangkan tanpa harus tau urusan orang dewasa, meskipun kelak Hanum tetap melewati fase-fase itu. Tapi belum untuk saat ini. 

"Kenapa, Bun?" tanya Hanum kembali. Karena Rara kembali seperti orang  bingung. Meskipun Rara tidak menceritakan itu, tapi Hanum tau, Bundanya sedang tidak baik-baik saja. 

****************************

****************************

Setelah melalui percakapan sesaat di depan toko perlengkapan bayi, akhirnya Rara membatalkan untuk membeli kado. Karena memang sepertinya Dwi tidak hamil. 

Sekarang Rara dan hanum hampir sampai di rumah mertuanya. 

Saat hendak masuk gang rumah mertuanya, mobil Rara berselisihan dengan mobil truk yang berisikan tenda baru keluar dari rumah mertuanya. 

Jalan yang kecil membuat 

Rara memundurkan mobilnya ke belakang, karena memang gang di rumah mertuanya kecil dan tidak bisa dilewati untuk dua mobil sekaligus. 

Sampai di persimpangan tiga  lintas depan, setelah mobil truk itu keluar berulah Rara kembali masuk kedalam yang berjarak sekitar lima puluh meter dari rumah mertuanya. 

Semakin membuat Rara yakin ada yang tidak beres setelah melihat mobil tenda keluar dari rumah mertuanya. 

Rara memasuki halaman rumah mertuanya. 

Terlihat Mama mertua sedang  duduk di teras dan beberapa tetangga di sekitar rumah Mama. 

Semua mata tertuju pada Rara, begitupun dengan Mama mertuanya. 

"Assalamualaikum, Ma," sapa Rara saat turun dari mobil. 

Terlihat wajah Mama panik. 

Sedangkan Ibu-Ibu lainnya saling tatap. 

"Waalaikumsalam, Rara…." 

Mama berdiri dan memelukku sambil menangis. 

Rara pun membalas pelukan itu. 

"Nak," lirihnya dalam pelukan Rara. 

Rara hanya diam menahan sesak, tidak tau apa yang harus Rara lakukan, yang Rara tau saat ini Rara akan menerima kabar buruk. Meskipun Rara masih belum tau pasti apa yang akan Rara dengar nantinya. 

"Kuat Rara, kuat!" Rara menyemangati dirinya sendiri. 

Sementara Ibu-Ibu yang tadi berbincang di teras bersama mertuanya pamit pulang kerumah mereka masing-masing. 

Karena semua sudah tau apa yang akan terjadi. 

Hanum masih bingung, tidak tau apa yang terjadi. Melihat Omanya menangis di pelukan Bundanya membuat Hanum bertanya-tanya.

Apa yang terjadi sebenarnya. 

Tak berselang lama Vina pun keluar. 

"Mbak, Rara?! Hanum?" Wajah Vina pun seketika berubah panik. Sangat terlihat jelas dari bola matanya yang membulat sempurna  hampir ingin keluar dari tempatnya. Hanum langsung menyalami Vina. Vina merangkul Hanum dalam pelukannya. Tangisan Vina pun pecah. 

 Tetapi Hanum sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. 

Kenapa semua Oma dan Tantenya menangis menyambut kedatangan dia dan Bundanya. 

Hanum bingung, benar-benar bingung. 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status