Home / Romansa / Adakah Jalan Untuk Kembali / 5. Di Pinggir Jalan

Share

5. Di Pinggir Jalan

last update Last Updated: 2025-12-11 19:58:48

NADIA

- 5 Di Pinggir Jalan

"Dasar, kalian memang keterlaluan. Nggak tahu diri banget. Sama-sama gilanya," ujarnya dalam hati sambil terus melangkah menuju jalan raya. Dia tadi memang sengaja tidak naik motor.

Saat menoleh ke belakang, mobil mewah Selina masih terparkir di depan rumah Davin.

"Sudah tepat keputusanmu untuk bercerai. Lelaki yang selingkuh, dia akan mengulanginya suatu hari nanti. Jarang yang benar-benar bertaubat," kata Wiwin.

Ah, ternyata menikah dengan orang yang dicintai itu belum tentu membuat bahagia. Wiwin benar, lebih baik dicintai daripada mencintai. Nadia ingat percakapan dengan temannya.

Dulu ia memutuskan menerima perjodohan itu, disaat Nadia baru lulus kuliah. Belum punya pengalaman. Dia bukan gadis rumahan, tapi bukan juga gadis liar. Dia aktif di luar dan berorganisasi. Namun belum pernah pacaran. Jatuh cinta juga baru pada Davin yang dulu dikenalnya sebagai putra dari teman almarhum ayahnya. Sang ayah meninggal beberapa bulan setelah Nadia menikah.

Di matanya, Davin sosok pria muda yang sempurna. Namun ternyata, dia bukan suami yang bisa untuk dijadikan tempat berlindung. Davin yang justru melukainya terlalu dalam. Pengkhianatan yang menghancurkan mental Nadia. Perempuan muda yang penurut karena belum punya pengalaman apapun.

Surabaya siang itu seperti dipanggang matahari. Asap kendaraan memenuhi udara. Nadia duduk dengan bahu lunglai di halte bus kota. Beberapa taksi kosong sempat menepi tapi Nadia tetap diam.

Kalau penyesalan itu datang beberapa bulan yang lalu, sebelum segala pengkhianatan itu terbongkar dan diakui, mungkin ceritanya masih bisa diperbaiki. Seperti biasa, ia akan memaafkan. Tapi ketika Davin sendiri sudah mengakui memilih Selina dan hubungan mereka sudah terlanjur gila, bagi Nadia semua sudah selesai.

Ia sedang melamun ketika suara klakson membuyarkan pikirannya. Sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Dan Davin yang turun. Dia nekat nyetir sendiri meski lengannya masih di perban. "Kuantar, Na. Sekalian aku mau bertemu Adam."

Nadia diam. Seolah tak melihat Davin di depannya. Dia memperhatikan lalu lalang kendaraan. Davin duduk di sebelahnya. Ke mana Selina, kenapa ditinggal.

"Mari kuantar," ulang Davin dan Nadia tetap bungkam. Hingga beberapa pengendara membunyikan klakson, para calon penumpang di halte juga merasa terganggu dengan keberadaan Davin yang menghalangi mereka. Orang-orang menggerutu. Namun Davin masih menunggu Nadia.

Tidak enak karena mengganggu ketertiban umum, Nadia mengalah. Ikut masuk mobil dan pergi dari sana.

"Ada yang ingin kujelaskan padamu. Kita cari tempat untuk bicara," ucap Davin. Dan ia menghentikan mobilnya di bahu jalan yang longgar.

Hening beberapa lama. Davin masih diam dan sesekali memandang ke arah Nadia.

"Kalau nggak jadi ngomong. Aku mau turun," ujar Nadia akhirnya.

"Aku salah telah menyia-nyiakanmu dan Adam." Davin akhirnya bicara.

Nadia menelan saliva. "Penyesalanmu kali ini, nggak akan bisa menghapus lukaku selama empat tahun, Mas. Bahkan dengan bangganya kamu bilang ingin menikahi Selina. Yang dulu kamu akui sebagai teman. Nyatanya selingkuhan.

"Sudahlah, nggak usah ada drama-drama balikan di antara kita. Mas, juga yang mengajukan gugatan. Kenapa sekarang sibuk mau balikan. Jangan rusak apa yang sudah kupersiapkan untuk melepasmu. Oke." Nadia menoleh dan tersenyum pada Davin.

"Rugi kamu nggak jadi nikah sama Selina, Mas. Dia cantik, kaya, seksi. Perempuan sempurna yang akan membuatmu bangga memilikinya. Kamu nggak akan malu menggandengnya di acara-acara penting. Nggak malu untuk dikenalkan pada relasi-relasimu, pada temanmu.

"Jauh dibandingkan aku, perempuan rumahan yang lusuh dan nggak bisa ngimbangin kamu sebagai seorang eksekutif." Nadia diam sejenak menahan gemuruh di dadanya.

"Selama empat tahun, kamu belum pernah membawaku ke acara resmi. Menghadiri undangan dari relasi, undangan pernikahan, dinner tahunan. Bahkan saat family gathering di perusahaan pun kamu pergi sendiri. Dan aku tahu, di semua acara itu ada Selina yang hadir juga.

"Sejak awal kamu sudah menetapkan aku nggak layak untukmu. Selain hanya sebagai tempat melampiaskan nafsumu." Nadia tersenyum getir. "Begitu hebatnya aku. Bisa sesabar itu."

Davin mematung. Ucapan Nadia menghantam dadanya. Perkataan itu benar. Dia tidak pernah datang ke acara manapun mengajak Nadia. Namun sang istri tidak pernah protes akan hal itu.

"Untungnya aku punya mertua yang hebat. Kalau enggak, mungkin aku sudah gila."

Nadia kemudian mengambil jeda. Dia memperhatikan jauh ke depan.

"Maafkan aku," ujar Davin lirih.

"Aku sabarkan hati untuk menerima semua perlakuanmu padaku. Bahkan disaat aku tahu kamu ada hubungan dengan Selina. Namun waktu kamu mengaku terlanjur jauh dengannya dan bilang akan menikahinya, aku benar-benar mantap untuk pergi.

"Dan yang lebih membuatku sakit dari apapun, kamu nggak peduli pada darah dagingmu sendiri," suara Nadia bergetar.

"Aku minta maaf. Tapi aku menyayangi Adam."

Nadia tersenyum getir. Tidak mempercayai ucapan itu.

"Kita bisa memulainya dari awal lagi, Na."

"Nggak, Mas," jawab Nadia mantap. "Sudah cukup. Ternyata empat tahun ini aku berbagi suami dengan wanita yang kamu cintai. Kamu merasa kehilangan ini hanya sementara, disaat tak ada lagi yang melayanimu di rumah. Nanti akan terbiasa juga setelah Mas dan perempuan itu menikah. Benar dengan apa yang pernah kubaca, kamu bukan kehilanganku. Tapi kamu merasa kehilangan dari caraku memperlakukanmu.

"Dulu sewaktu remaja aku memiliki banyak mimpi. Semua kupendam disaat aku menikah. Aku nggak menyesal mengubur mimpiku karena aku berharap mendapatkan mimpi baru yang lebih indah bersama suamiku. Tapi ...." Nadia diam cukup lama. Melihat bibir Nadia bergetar, Davin spontan meraih untuk memeluknya. Namun tangan Nadia menahan. "Jangan Mas. Sekarang aku nggak butuh pelukan lagi. Dulu ... dulu aku butuh itu. Sekarang nggak. Aku sudah cukup kuat menopang diriku sendiri."

Nadia menghela napas panjang. Lalu melanjutkan bicaranya. "Yang kudapat dalam pernikahanku hanya mimpi buruk. Tapi nggak apa-apa. Ini pelajaran hidup yang paling berharga buatku. Usiaku baru 27 tahun. Pernikahan kita hampir selesai. Setelah aku sendiri, aku ingin meraih mimpi-mimpi itu." Tatapan Nadia menerawang. Wajahnya mulai tenang. Namun justru Davin yang belingsatan.

Cukup lama mereka saling diam. Davin menghela napas berkali-kali. "Aku ingin menebus semuanya, Na."

"Nggak usah, Mas. Bukankah kamu sudah membangun mimpi dengan wanita itu dan keluarganya. Mereka menunggumu memenuhi janji itu."

Davin menunduk dalam-dalam. Dilema besar menghimpitnya begitu keras. Rasa penyesalan dan janji yang dituntut untuk ditunaikan.

"Jalani hidupmu dengan baik, aku juga sama. Aku juga ingin bahagia. Sudah ya, Mas. Aku turun dulu. Aku bisa pulang sendiri."

"Kuantar, Nadia." Davin meriah lengan Nadia yang sudah membuka pintu.

"Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri," jawab Nadia lalu turun dari mobil. Dengan cepat Davin juga membuka pintu. Namun terlambat. Nadia sudah menyetop taksi yang kebetulan lewat. Dia masuk kendaraan itu tanpa sedikit pun menoleh pada suaminya.

Davin menghela nafas panjang. Ia hanya bisa berdiri menatap kendaraan yang membawa Nadia menjauh di bawah terik matahari. Untuk pertama kalinya, ia merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan oleh seseorang yang selama ini menemaninya.

Next ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (15)
goodnovel comment avatar
Movica Kapoor
Davin bikin emosi jiwa raga
goodnovel comment avatar
Fiah Shafiah Dilan
baru bbrp epidode sdh bikin termehek 2.........
goodnovel comment avatar
Camrus Camelia
makasih mb' is sukses terus ya ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Adakah Jalan Untuk Kembali    8. Kecewa

    NADIA- 8 Kecewa "Pergi saja nggak apa-apa untuk yang terakhir kalinya. Ajak Adam," ujar Bu Isti saat malam itu Nadia menemuinya di kamar."Buatlah perpisahan itu indah, Nadia. Meski sesakit apapun hatimu. Biar Davin tahu, dia telah melepaskan perempuan yang paling ikhlas mencintainya. Kelak Adam akan bahagia memiliki Mama yang begitu kuat dan hebat.""Ibu, percaya pada Davin yang akan membawa kami keluar?" Nadia memandang mamanya."Ibu percaya sama kamu, bukan pada dia. Kamu anak Ibu yang kuat." Bu Isti tersenyum pada putrinya. "Aku belajar dari, Ibu. Yang begitu tangguh." Nadia menatap mamanya lekat-lekat. Setelah pemergian ayahnya, sudah berapa pria yang berusaha mendekati dan mengajaknya berumah tangga. Namun Bu Isti menolak dengan tegas. "Maaf, saya tidak ingin berumah tangga lagi. Saya ingin menghabiskan sisa usia untuk melihat anak dan cucu saya bahagia."Padahal bisa dibilang, usia ibunya masih muda. Belum genap setengah abad saat itu. Dia juga kelihatan jauh lebih muda dari

  • Adakah Jalan Untuk Kembali    7. Sudah Terlambat

    NADIA- 7 Sudah Terlambat Davin tidak menemukan yang dicarinya. Bahkan ia tidak melihat Wiwin yang memperhatikan dari kejauhan, dibalik pohon besar. Wanita itu memang sengaja bersembunyi. Kalau ketemu Davin, ia khawatir tidak akan bisa mengontrol mulutnya.Sudah berapa taman yang didatangi, ia tidak menemukan Nadia dan Adam. Apa harus kembali ke rumah mereka saja? Tapi malam ini ada janji ketemuan dengan keluarga Selina.Solusinya cuma satu. Mamanya. Davin melaju ke rumah orang tuanya. Saat itu Bu Septa sedang menyiram bunga. Davin duduk di teras samping rumah."Kamu dari kantor?" Bu Septa menghampiri dan duduk di samping putranya."Iya, Ma.""Ada apa?"Davin diam beberapa saat. "Aku ingin membatalkan perceraian."Bu Septa terkejut dan menegakkan duduknya. Dipandangi sang anak dengan dahi mengernyit tajam. "Apa maksudmu? Tinggal tiga hari saja sidang ikrar talak kalian. Kenapa baru sekarang kamu punya pikiran demikian?""Bantu aku, Ma.""Bantu apa?" Bu Septa menegakkan duduknya."Ban

  • Adakah Jalan Untuk Kembali    6. Rahasia

    NADIA- 6 Rahasia "Nadia nggak di rumah, Nak Davin. Dia ngajak Adam keluar jalan-jalan." Bu Isti memberitahu Davin saat sore itu datang ke rumahnya. Ia mempersilakan calon mantan menantu duduk di teras."Kira-kira ke mana, Bu?""Biasanya ke taman."Wajah Bu Isti begitu teduh menerima dengan baik lelaki yang sudah menghancurkan dan mengkhianati putrinya. Menatap Davin dengan mata lembut yang sangat kontras dengan kondisi batin menantunya yang sedang berkecamuk. Davin merasa serba salah. "Bu, saya mohon maaf sudah menyakiti Nadia dan Ibu.""Nggak apa-apa," sahut Bu Isti cepat. "Semoga kalian masing-masing mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi setelah ini."Davin tidak bisa berkata-kata. Banyak yang ingin disampaikan, tapi lidahnya kelu. Sepertinya Bu Isti pun sudah tidak ingin memberikan kesempatan lagi. Meski dia tetap bersikap ramah dan sabar.Ibu mana yang tidak sakit hati jika anaknya diperlakukan sekejam itu. Cucunya tidak diinginkan. Walaupun terlihat sekarang ini Davin perh

  • Adakah Jalan Untuk Kembali    5. Di Pinggir Jalan

    NADIA- 5 Di Pinggir Jalan "Dasar, kalian memang keterlaluan. Nggak tahu diri banget. Sama-sama gilanya," ujarnya dalam hati sambil terus melangkah menuju jalan raya. Dia tadi memang sengaja tidak naik motor.Saat menoleh ke belakang, mobil mewah Selina masih terparkir di depan rumah Davin."Sudah tepat keputusanmu untuk bercerai. Lelaki yang selingkuh, dia akan mengulanginya suatu hari nanti. Jarang yang benar-benar bertaubat," kata Wiwin.Ah, ternyata menikah dengan orang yang dicintai itu belum tentu membuat bahagia. Wiwin benar, lebih baik dicintai daripada mencintai. Nadia ingat percakapan dengan temannya. Dulu ia memutuskan menerima perjodohan itu, disaat Nadia baru lulus kuliah. Belum punya pengalaman. Dia bukan gadis rumahan, tapi bukan juga gadis liar. Dia aktif di luar dan berorganisasi. Namun belum pernah pacaran. Jatuh cinta juga baru pada Davin yang dulu dikenalnya sebagai putra dari teman almarhum ayahnya. Sang ayah meninggal beberapa bulan setelah Nadia menikah.Di ma

  • Adakah Jalan Untuk Kembali    4. Kembalikan

    NADIA - 4 Kembalikan "Jika pada akhirnya aku menyerah, aku tidak akan menyesali keputusan itu. Karena aku sudah berusaha sekuat hati untuk bertahan dan memperjuangkan pernikahan ini." Davin membeku membaca satu paragraf di layar laptopnya. Tadi dia menemukan flashdisk hitam tanpa gantungan di laci paling bawah meja rias. "Ini punya siapa?" Karena penasaran, akhirnya dia menyalakan laptop dan memasukkan flashdisk. Hanya ada satu folder di sana. NADIA YANG HEBAT. Saat dibuka folder itu berisi satu file dokumen saja. NADIA YANG CANTIK. Membuat Davin semakin penasaran dan ia klik judul itu. Dan terbukalah semuanya. Tentang luahan hati istri yang sebentar lagi akan menjadi mantan. Tiap kalimat menamparnya begitu hebat. Semakin menambah deretan penyesalan yang dalam. Ternyata sejahat itu dia pada seorang Nadia yang sangat mencintainya. Dalam catatannya, Nadia menulis tanggal dan jam kapan ia mengetik. Hampir semuanya ditulis disaat dirinya sedang bekerja. Ternyata begitu lama ia menj

  • Adakah Jalan Untuk Kembali    3. Sendirian

    NADIA - 3 Sendirian Walaupun memejam, Nadia belum bisa terlelap. Ia ingat saat menunjukkan testpack pada suaminya. Bukan bahagia, tapi Davin terlihat kecewa. Melihat istrinya hamil, seharusnya bersuka cita, tapi malah berduka. "Jangan khawatir. Aku akan merawatnya sendiri kalau kamu nggak suka, Mas. Dia juga nggak akan memanggilmu papa," ucap Nadia dengan suara bergetar penuh penekanan, lalu meninggalkan Davin yang masih diam. Kehamilan Nadia memang bukan sesuatu yang diinginkan. Sejak saat itu rumah mereka terasa semakin dingin. Davin sering pulang terlambat dan jarang berbicara. Siksaan batin Nadia semakin terasa sejak trimester pertama. Nadia menjalani kehamilannya sendirian, meski punya suami. Ia muntah-muntah sendirian. Meringkuk sendirian saat tubuhnya terasa lemas. Dia tidak tahu apa itu ngidam. Sama sekali tidak pernah merasakan keinginan aneh seperti perempuan hamil pada umumnya. Mungkin karena hatinya sudah terlalu sakit untuk menginginkan hal-hal yang manis. "Kalau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status