Share

Bab 6 Suka atau Cinta?

“Sari sekretaris kantor dan sudah dua tahun bekerja. Kemarin memang beberapa kali sedang mendapat tugas ke luar kota," jelasnya sambil menatap Alisha lekat.

Mas Tyo lanjut berkata, "Aku lebih senang menceritakan mengapa “Shabra” menjadi nama perusahaan." Ditariknya napas setelah berhenti sejenak dan melanjutkan ucapannya.

"Alisha dan Bramantyo disingkat Shabra. Mana yang lebih tertarik? Sari atau Shabra?," tanya Mas Tyo sambil menatapnya tajam.

Sesaat menatap matanya yang dingin, akhirnya Alisha tertunduk malu. Tak pernah kukira jika Mas Tyo sudah sejauh itu membuat hubungan yang dia sendiri belum memahaminya.

“Sudahlah. Yuk, kembali ke ruangan. Kita diskusikan di ruangan,” ajak Tyo setelah selesai memakannya. Dikirimnya pesan agar Hendra membayarkan makanannnya.

Mas Tyo menarik tangan Alisha dan sengaja menggandengnya mesra saat melewati meja Sari dan rekan-rekannya.

***

Besok adalah jadwal sidang. Beberapa hari berdiskusi dengan Mas Tyo membuat keraguan Alisha hilang. Kini dia yakin bisa menjawab pertanyaan yang akan diajukan.

“Besok, mau langsung ke kantor setelah sidang atau mau istirahat?” tanya Tyo saat mereka akan memulai pekerjaannya kembali..

“Lihat besok mas. Takutnya janji tapi tidak ditepati," jawab Alisha sambil membuka laptopnya di atas meja.

Mas Tyo membuka agenda besok. Menghubungi sekretaris untuk memastikan rapat dengan pihak Rumah Sakit Bhaskara. Mereka ingin mendesain ulang beberapa ruangan.

“Benar Pak Bram, besok setelah makan siang langsung rapat di aula rumah sakit,” suara Sari terdengar di telepon saat menjawab pertanyaan.

“Minta Pak Andi membawa desain yang sudah disiapkan.”

“Baik Pak.”

Terdengar suara ketukan dan Pak Andi masuk setelah Mas Tyo menyuruhnya. Beberapa berkas desain di pasang pada meja gambar. Isyarat tangan Mas Tyo memintaku mendekat. Pak Andi menjelaskan beberapa perubahan yang diminta, kemudian mengganti kertas di meja gambar dengan desain terbaru.

“Sudah dibahas dengan dewan direksi rumah sakit?” tanyanyansetelahPak Andi selesai menjelaskan.

“Sudah Pak, intinya mereka setuju. Besok hanya menjelaskan desain yang sudah disempurnakan.”

Mas Tyo menganggukkan kepala dan meminta Pak Andi menyiapkan semua persiapan untuk besok. Sari akan mendampingi mereka jika ada berkas administrasi yang diperlukan.

Tyo mengantar Alisha pulang setelah semua pekerjaannya selesai. Tadi siang Angga mengirimkan pesan jika ingin berdiskusi terkait pekerjaan.

Angga selalu berdiskusi dengannya jika ada hal yang tak bisa diselesaikan sendiri. Dua kepala selalu memberikan solusi terbaik. Didampingi Hendra sebagai eksekutor lapangan.

Kemampuan Hendra dalam mencari informasi yang dibutuhkan sangat membantu dalam penyelesaian kontrak dengannya. Semua pembahasan sudah final. Mereka akan menggelontorkan modal yang diperlukan Fariz. Kontrak yang diajukan sama-sama menguntungkan dua perusahaan. Perubahan manajemen yang akan mengelola pusat perbelanjaan juga dapat diterima dua belah pihak.

“Kontraknya sudah beres dan aman. Pekan depan jadi ke Bandung? Apa perlu ditemani?” tanya Tyo setelah mendengar semua penjelasanku dan Hendra.

“Kamu temani Alisha saja. Biar aku tenang menyelesaikan pekerjaanku," jawabku singkat.

Alisha sempat menemani mereka setelah makan malam, namun karena mengantuk Alisha pamit masuk kek kamarnya. Aku berpesan agar besok tidak terburu-buru menjawab pertanyaan penguji. Pikirkan jawaban terbaik baru disampaikan. Alisha hanya mengangguk memahaminya.

“Mimpi indah, Sha. Jangan lupa hadirkan wajah tampanku ya," ucap Mas Tyo saat Alisha mulai beranjak.

Alisha mencibir pada Mas Tyo, yang sangat percaya diri. Senyum yang memperlihatkan gigi putih membalas cibirannya. Alisha melangkah menuju kamar dan dihempaskannya tubuh yang mulai terasa berat ke kasur. Tak lama dia sudah tertidur pulas.

Tangan Alisha berusaha meraih tangan yang menjulur berusaha mengapai. Entah mengapa dia melihat bayangan Mas Angga seakan menjauh dan menghilang Alisha berteriak dan menangis tak ingin kehilangan.

“Mas Angga... jangan tinggalkan Alisha!” teriaknya pelan dan membuatku kaget.

Alisha terbangun mendengar suara alarm. Pukul 04.00 pagi, diraihnya ponsel di nakas dan mematikan alarm. Keringat masih mengucur dari dahinya. DIcobanya untuk mengingat kejadian dalam mimpi tadi. Digelengkan kepala seakan tak ingin ada hal buruk yang menimpa Mas Angga.

Pagi ini sengaja dipasangnya alarm karena dia berencana mengulang kembali catatan-catatan yang kemarin sudah dibuat. Sepertinya mimpi barusan membuat Alisha tak berkeinginan memulainya. Diputuskan untuk salat malam terlebih dahulu untuk menenangkan diri.

Selesai salat diraihnya ponsel di nakas. Memeriksa pesan yang masuk semalam. Alisha tersenyum melihat pesan paling atas.

-Sudah bangun, Sha?-

-Belum-

-Loh kok online-

Alisha tersenyum membaca pesannya. Tak lama dering ponsel dengan nama Mas Tyo muncul di layar. Digesernya layar untuk mengangkatnya.

“Katanya belum bangun, ini siapa yang angkat?” tanyanya dari ujung seberang.

“Lagi mas ada-ada saja. Masih pagi sudah telepon,” jawabku pelan.

“Tidak bisa tidur, Sha. Kepikiran kamu terus ini.”

“Bukannya agenda hari ini padat mas? Istirahat dulu saja.”

Bukannya memutus telepon, Alisha malah menceritakan mimpi barusan. Mas Tyo menasihati agar tidak memikirkannya. Mungkin hanya bunga tidur. Obrolan berlanjut mengenai sidang nanti. Alsha sudah siap dan tak khawatir lagi. Dia juga ingin membanggakan orang-orang yang disayanginya.

Terdengar suara azan subuh. Alisha meminta maaf membuat Mas Tyo tidak jadi beristirahat. Diputuskan sambungan telepon untuk bangun dan bersiap salat.

Selepas salat subuh Alisha turun menuju dapur. Bunda sudah selesai membuat sarapan. Dibantunya merapikan nasi goreng di meja makan dan menata piring serta membuat segelas susu untuknya dan kopi untuk Mas Angga.

Saat sarapan, Aku menyampaikan rencana ke Bandung pekan depan. Mengecek langsung ke pusat perbelanjaan sambil menyesuaikan beberapa data dengan kondisi riil di lapangan. Setelah semua sesuai dengan kontrak, maka penandatanganan kontrak dapat dilakukan.

“Mas doakan ya, hari ini sidang skripsinya. Semoga hasilnya baik dan lulus, jadi bisa langsung yudisium,” pinta Alisha sebelum sarapan di mulai.

“Aamiin. Mas selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu dan bunda,” jawabku cepat.

“Oh ya, Mas Angga kapan mau bawa calon? Katanya kalau Alisha sudah lulus kuliah,” tanya Alisha sambil menatap penuh tanya.

Alisha tersenyum melihat kekagetan di wajahku. Hingga saat ini aku belum mengenalkan satu pun perempuan yang dekat denganku. Saat sekolah dulu aku dekat dengan Aristya, namun semuanya hanya tinggal masa lalu.

Aku tak ingin mengingat rasa sakit hati yang dulu kurasakan. Hingga aku memutuskan tak ingin lagi dekat dengan yang namanya perempuan, aku hanya mencurahkan kasih dan sayangku pada bunda dan adikku. Alisha, hanya dia perempuan yang sangat dekat denganku. Hingga kini aku selalu merasakan hal yang aneh saat berdekatan dengannya.

"Calon mas sudah ada di sini, tidak perlu bawa-bawa lagi," selorohnya sambil tersenyum.

"Loh... siapa mas?" tanyanya penasaran.

"Kamu dong Alisha, siapa lagi?" tanyaku sambil tertawa, walau dalam hati aku kadang bersedih melihatnya dekat dengan Tyo.

"Apa-apaan sih mas, gak jelas," sungut Alisha yang sudah tak kupedulikan selain memulai sarapan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status