Home / Romansa / Adik Ipar Malang / bab 5 Undangan Makan Malam

Share

bab 5 Undangan Makan Malam

Author: Nefertari
last update Last Updated: 2022-05-13 09:45:50

bab 5

POV Lilis

Pagi ini aku bersiap untuk sarapan, supaya bisa fokus mengikuti pelajaran di sekolah. Sudah ada Ibu dan Ayah di ruang makan. Ayah masih membaca koran, belum memulai sarapannya. Sedang Ibu, menyiapkan sarapan di atas meja.

Terlihat Kak Devan berjalan mendekat. Aku baru ingat kalau rumah ini kedatangan anggota baru. Pipiku merona melihat pemandangan segar di pagi hari. Kak Devan mengenakan kemeja baby blue yang dimasukkan dalam celana hitam formal pas badan, dan rambut hitam yang disisir ke belakang rapi, menambah kesan maskulin dan dewasa.

Wajahku berubah terkejut dan menegang melihat siapa yang berada di belakang Kak Devan, Kak Laras dan suaminya. Mereka ikut sarapan di sini. Tumben sekali. Aku langsung menunduk enggan untuk menatap, melirik pun tak sanggup.

Ayah yang mengetahui gerak-gerikku, mencairkan suasana dengan berdehem. "Cepat duduk dan sarapan! Ada yang ingin Ayah sampaikan pada Laras dan Evan setelah sarapan."

Ketiga orang tersebut langsung duduk. Ayah duduk paling ujung sendiri, karena di sini Ayah sebagai kepala keluarga. Sebelah kanan Ayah ada Ibu, lalu aku, dan Kak Devan. Sedang sebelah kiri Ayah ada Kak Evan dan Kak Laras.

Ayah langsung memulai sarapan diikuti dengan yang lainnya. Kami sarapan dengan tenang. Mungkin masing-masing diam karena memikirkan apa yang akan disampaikan oleh Ayah.

"Evan!" panggil Ayah setelah menghabiskan sarapannya.

"Ya, Ayah," jawab Kak Evan dengan suara baritonnya, sambil melihat Ayah. Dia memang irit saat berbicara, tapi itu malah yang membuat dia terlihat misterius dan berkharisma.

"Hari Minggu, aku mengundang orang tuamu untuk makan malam di sini." Ayah berbicara sambil menautkan kesepuluh jarinya di bawah dagu dengan siku bertumpu di meja.

Kak Laras menghentikan suapannya, dahinya mengernyit mendengar perkataan Ayah barusan. "Tumben, Ayah."

"Hanya jamuan makan malam biasa. Bukankah sudah lama Ayah tidak berjumpa dengan besan Ayah? Laras, kamu dan Evan juga ikut makan malam di sini," kata Ayah dengan santainya.

"Iya, Ayah. Nanti aku sampaikan pada Papa dan Mama." jawab Kak Evan sopan.

Kulihat wajah Kak Laras agak mendung. Mungkin dia memikirkan saat bertemu dengan orang tua Kak Evan, terutama Tante Maya, ibu mertuanya. Kakak kandungku satu-satunya itu pernah cerita kalau dirinya sering ditanya soal anak. Hal itu membuatnya risih, katanya.

Kak Laras juga cerita kalau dia dan suaminya sudah memeriksakan kesehatannya. Hasilnya semua sehat dan subur. Bahkan mereka sudah melakukan program hamil dari setahun yang lalu, tapi apa daya kalau Tuhan belum menitipkan zuriat dalam rahimnya.

Aku tak bisa bayangkan bagaimana perasaan Kak Laras, kalau tahu aku sedang mengandung janin dari benih suaminya. Perutku yang masih tidak enak untuk menerima makanan, ditambah memikirkan hubunganku dengan Kak Laras nantinya seperti apa, membuat nafsu makan ini langsung lenyap.

"Aku sudah selesai." Aku menulungkupkan sendok di atas mangkuk yang berisikan bubur. Makanan khusus untuk aku yang belum benar-benar sembuh.

"Loh, kok, buburnya nggak dihabisin? Setengah mangkuk masih lebih itu," tegur Ibu.

"Perut Lilis masih belum mampu makan banyak, Bu," jawabku dengan tatapan memelas.

Ibu hanya menghela nafas mendengar jawabanku. "Ya, sudah. Tapi, jangan lupa tetap makan saat istirahat sekolah, ya."

"Ya, Bu."

"Aku antar kamu berangkat sekolah, ya, Lis. Kebetulan kita satu arah," kata Kak Devan sambil membersihkan mulutnya dengan tisu.

"Kamu nggak mau berangkat dengan Kakak, Lis?" tanya Kak Laras.

Aku langsung terkesiap, lalu menggeleng. "Aku dengan Kak Devan saja." Itu lebih baik dari pada harus satu mobil dengan mereka. Aku dan Kak Devan menyalami Ayah dan Ibu bergantian serta mengucapkan salam. Kemudian berjalan ke luar menuju mobil Kak Devan.

"Dari dulu Devan pasti memonopoli Lilis sendirian." Samar masih terdengar cibiran Kak Laras.

Sampai di luar, Kak Devan membukakan pintu mobil untukku. Ada perasaan istimewa saat diperlakukan seperti itu. Tapi aku cepat menepisnya, jangan pernah berharap lebih, Lilis. Aku terus menekan batinku.

Sepanjang perjalanan, di dalam mobil kami hanya saling diam. Membiarkan musik menjadi pengantar di perjalanan menuju sekolah. Sampai tak terasa sudah sampai di depan gerbang sekolah.

Aku melepas sabuk pengaman, kemudian menghadap Kak Devan. Belum sempat mulut mengucapkan terima kasih, pria tampan di hadapanku ini sudah berbicara dulu, dengan pandangan masih menatap ke depan.

"Ingat ini! Kamu nggak sendiri, Lis. Sekarang ada aku di sini." Pandangannya beralih ke arahku, menatap dengan pandangan teduhnya. Aku sendiri membalasnya dengan pandangan bingung. Mungkinkah dia sudah tau yang sebenarnya?

"Kalau kamu ada suatu masalah, kamu bisa cerita ke aku. Aku siap menampung semua keluh-kesahmu. Masalah itu tidak akan selesai kalau hanya kamu pendam sendiri. Yang ada malah akan semakin berlarut dan bertumpuk-tumpuk," lanjut Kak Devan.

Aku membuang muka ke arah lain, entah ke mana asal tak menatap wajah Kak Devan. Satu sisi, ada rasa haru atas perkataannya barusan. Di sisi lain, aku merasa menyesal dan tak pantas menerima rasa simpati darinya.

Tanpa terasa bulir bening keluar, membasahi pipi tirus ini. Rasa hangat menyentuh kulit pipi. Kak Devan menggunakan kedua ibu jarinya untuk menghapus air mataku, membuat tangis ini mereda.

Aku menatap wajahnya dengan mata berkaca-kaca. Seandainya dia tahu kalau aku sedang mengandung anak hasil perk*saan, apa dia masih bersimpati? Atau sebaliknya dia akan merasa jijik?

"Sudah, jangan menangis terus! Mau sekolah, kok, nangis. Nanti temennya pada kabur," candanya.

Sontak aku langsung menghapus air mata dengan kasar, kemudian memukul lengannya, membuat dia berteriak yang dibuat-buat. Berlanjut dengan kita saling lempar senyum.

"Hapus dulu air matamu!" Kak Devan mencabut tisu, kemudian menyodorkannya di depan wajahku.

Aku mengambil tisu itu, lalu membersihkan wajah dari sisa air mata. Tiba-tiba terlintas ide jahil di kepala.

Mencabut tisu beberapa lembar, kemudian menempelkan di hidung. Langsung saja mengosongkan cairan yang ada di dalam hidung sampai bersih. Kak Devan meringis sambil memundurkan tubuhnya.

Aku melempar tisu bekas tadi ke pangkuan Kak Devan, membuat dia terkejut dan berjengit. Spontan mengambil tisu itu dan membuangnya lewat kaca jendela.

"Kamu jadi perempuan jorok banget, sih," sewot Kak Devan.

Aku hanya menanggapi dengan cekikikan.

"Aku sumpahin kamu nggak laku, dan nggak ada yang mau nikah sama kamu!"

Mataku melotot. Enak saja dia bicaranya.

"Jangan gitu, dong. Nanti kalau beneran nggak ada yang mau nikah sama aku, gimana?" kataku dengan cemberut.

"Kalau begitu, aku yang bertanggung jawab nikahin kamu."

Blush ...

Wajahku memanas. Aku langsung menunduk, takut dia melihat wajah ini. Niat mengerjai malah aku yang di gombalin. Cepat-cepat membuka pintu, keluar dari mobil dan juga situasi memalukan ini. Berdiri membelakangi mobil sambil memegang dada yang berdebar-debar.

"Lilis!" panggil Kak Devan.

Aku membalikkan badan. Kaca mobil diturunkan, menampakkan wajah tampan Kak Devan.

"Nanti pulang sekolah aku jemput."

Aku menanggapi dengan mengangguk seraya tersenyum. Setelah melambaikan tangan, kaca pintu mobil perlahan tertutup, kemudian melaju meninggalkanku dengan senyum masih tersungging di bibirku.

"Lilis!"

Deg!

Senyumku memudar. Suara bariton rendah ini ... kenapa dia ada di sini?

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adik Ipar Malang   bab 91 Senyum Bahagia (TAMAT)

    Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber

  • Adik Ipar Malang   bab 90 Elan di Rumah Sakit

    Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu

  • Adik Ipar Malang   bab 89 Tukar Kebebasan Siska

    Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F

  • Adik Ipar Malang   bab 88 Yang Sebenarnya

    Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men

  • Adik Ipar Malang   bab 87 Kamu Punya Sesuatu

    Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,

  • Adik Ipar Malang   bab 86 Menghubungi Devan

    Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status