bab7 (Awal)POV LilisSuasana langsung hening dan senyap. Wajah Kak Evan tegang dan pucat. Kak Laras memicingkan matanya menatap Kak Evan. Om Rifan dan Tante Maya saling berpandangan. Ibu memandang Ayah dengan tatapan seolah bertanya. Sedang Kak Devan, memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan.Bagaimana denganku? Jangan tanyakan lagi. Tentu saja keringat dingin sudah mengalir di dahi dan di telapak tangan. Dudukku sudah gelisah tak menentu.Tiba-tiba Ayah terkekeh sambil duduk di kursi yang sebelumnya ditempati. Semua orang memandang Ayah dengan heran, termasuk aku."Aku hanya bercanda. Lilis memang tak suka buah apel. Tak suka buah apel, bukan berarti alergi, bukan? Boleh saja, kan, kalau Lilis makan buah apel untuk kesehatan 'dia'?" ucap Ayah dengan menekankan kata 'dia'. Pernyataan Ayah barusan membuat beberapa orang di ruangan ini memasang raut wajah lega."Pak Arif ini, bercandanya ada-ada saja. Tentu saja boleh, dong. Malah itu bagus juga untuk kulit," ucap Tante Maya
POV Lilis"Milik siapa testpack itu? Apa itu punya kamu, Laras?" tanya Tante Maya dengan mata berbinar. Mungkin melihat dua buah garis di testpack itu. Semua tahu kalau Tante Maya sangat menunggu kehadiran cucu pertamanya."Bukan. Itu bukan punyaku," jawab Kak Laras dengan lesu."Oh." Wajah Tante Maya langsung berubah kecut. Mungkin sangat berharap benda pipih bergaris dua itu milik menantunya.Kasihan sekali Kak Laras. Apa setelah janin ini lahir, aku berikan saja pada kakak kandungku? Tapi, apa Kak Laras bersedia merawat dengan senang hati? Sedang dia saja bukan wanita mandul. Hanya belum saja dititipi anak oleh Allah.Astaghfirullah. Bagaimana bisa aku berpikiran seperti itu? Ini anakku sendiri, mana mungkin diberikan seenaknya pada orang lain. Menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran yang bukan-bukan."Lalu ini punya siapa?" tanya Ibu sambil mengacungkan testpack yang lebih ditujukan ke Ayah. "Apa ada anggota keluarga kita yang sedang ha-""Itu milik Lilis." Perkataan Ibu langs
Bab 9 (Bertanggung Jawab)POV LilisMeski wajahnya tetap datar, tapi dari matanya memancarkan penyesalan. Aku menangis dengan perasaan antara lega dan bersalah. Lega, karena dia telah mengakui perbuatannya dan merasa bersalah, kepada Kak Laras.Ibu dan Tante Maya mendadak lemas. Ibu dipapah oleh Kak Devan, sedang Tante Maya dibantu oleh Om Rifan untuk kembali duduk.Kak Laras berteriak dengan histeris dan kalap, tak terima dengan pernyataan suaminya. "Tega kamu, Evan. Kamu tega hianati aku!" Wajahnya yang cantik dengan polesan make up, kini bercampur dengan air mata. "Kamu pasti dijebak oleh Lilis, kan, Evan? Cepat bilang saja!" Sungguh bucinnya Kak Laras, sudah jelas suaminya salah, masih menyalahkan orang lain."Apa benar sepeti itu, kalau kamu dirayu atau dijebak oleh Lilis?" tanya Ayah memastikan."Aku melakukan itu karena kekhilafanku sendiri. Lilis sama sekali tak menggoda atau merayuku. Aku ... memang menginginkan tubuh Lilis saat itu."Tubuhku bergetar mendengar pengakuannya.
Bab 10 (keputusan Lilis)POV LilisApa dia pikir aku ini pencetak anak untuknya? Seenaknya berkata tanpa disaring dulu. Cukup sudah aku membiarkan dia menjelek-jelekkanku dari tadi."Aku tidak mau! Cukup, Kak! Dari tadi kamu menghinaku. Mengatakan kalau aku menggoda dan merayu suamimu, menyuruh untuk meng*g*rkan kandunganku, mengatakan aku aib keluarga. Kakak pikir aib ini ulah siapa? Ulah suamimu yang tak bermoral. Andai suamimu bisa menahan n*fsunya pada adik iparnya sendiri, aib ini nggak akan ada. Sekarang, kamu ingin aku menikah dengan suamimu, kemudian setelah anak dalam kandunganku lahir, aku harus bercerai dan memberikan anakku pada kalian? Aku tak sudi. Lebih baik aku diasingkan, membesarkan anakku sendiri, tanpa campur tangan kalian." Aku mengatakan dengan berapi-api. Hancur hatiku ketika mereka ingin mengatur hidupku."Sebaiknya pikir-pikir lagi, Lis. Kalau mau mengikuti saran Kakak, kamu masih bisa melanjutkan sekolah, kuliah, dan meraih cita-cita yang diimpikan. Banyak ha
Bab 11POV EvanAku Evan Pramudya Sakti, anak bungsu dari dua bersaudara. Mempunyai kakak bernama Elan Fadil Firdaus, hanya beda lima tahun denganku. Aku sudah menikah dengan Laras, adik tingkatku dulu saat kuliah.Awal aku mengenal Laras adalah saat dia magang di kantor perusahaan orang tuaku. Ternyata kita satu divisi dan dia menjadi bawahanku. Aku kagum dengan apa yang ada pada dirinya. Dia cantik, cerdas, mandiri, pemberani, tidak cerewet, dan tidak terlalu agresif pada laki-laki.Akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada Laras, untuk ke jenjang pernikahan. Dia sangat sesuai dengan kriteriaku. Jauh dari definisi wanita yang sering disebut dengan kata 'merepotkan'.Sampai aku bertemu dengan Lilis, adik iparku sendiri. Dia kebalikan dari Laras. Manja, cerewet, penurut, sangat peduli dengan sekitar, tingkahnya juga sangat menggemaskan.Lilis memang manja, tapi dia sangat perhatian. Perhatian yang tidak dia buat-buat, murni dari hatinya. Mampu menggeser sedikit pribadiku yang sangat din
bab 12POV Evan 2Aku menepati janji, membawa Lilis ke rumah Mama. Laras tidak ikut. Dia bilang ingin mencari ide yang lebih brilian, supaya lebih dekat dengan tujuannya. Tipe wanita pejuang sekali. Tapi sayang, aku jadi semakin tak dihiraukan.Melihat Mama tertawa lepas bersama dengan Lilis, membuat hatiku menghangat. Ada rasa iri di dalam hati, kenapa Mama tidak bisa seperti itu dengan Laras.Setelah bersuka ria di dapur, Lilis kini berada di halaman samping rumah. Dia menemani Papa bermain catur. Pembawaan Lilis yang ramah dan mudah berbaur dengan orang di sekelilingnya, membuat dia dipuji banyak orang. Entah dari kalangan muda maupun yang tua.Seperti yang pernah Mama dan Papa bilang, mereka mendambakan anak perempuan. Kini Lilis hadir di antara mereka. Menjadi anak bungsu tersayang.Bahkan Kak Elan yang sangat dingin terhadap perempuan, semenjak kekasihnya tiada pun menjadi sangat memanjakan Lilis. Memberikan kasih sayang bak kakak laki-laki terhadap adik perempuannya."Andai Tan
Bab 13POV Evan warning 21+ harap bijak membacanya"Biar aku membantumu mengerjakan PR, supaya cepat selesai. Waktu sudah lumayan larut.""Eh, benarkah? Kak Evan mau membantuku?" Matanya berbinar seperti mendapat keberuntungan. Aku jadi bertambah gemas. "Kalau begitu kita mengerjakannya di ruang tamu saja, ya. Biar aku bawa buku-bukunya dulu.""Nggak perlu." Aku langsung mencegah Lilis. "Di sini saja. Biar nggak repot memindahkan buku dari sini ke ruang tamu."Sepanjang membantu dan mengajari dia mengerjakan PR, aku tak pernah melewatkan ekspresi dari wajahnya. Bibirnya mengerucut lucu saat menghadapi soal yang menurutnya susah.Berbeda dengan Laras yang jarang mengeluh. Dia tangguh dan mandiri untuk menghadapi masalah yang dimiliki. Aku jadi seperti merasa tidak terlalu berperan dalam hidupnya.Entah keberanian dari mana, aku mencoba untuk bisa mencium paksa bibirnya. Lilis menampar pipiku, berusaha untuk menyadarkan sesuatu yang salah.Bukannya sadar, aku malah menarik paksa dia da
Adik Ipar Malangbab 14POV Devan"Aku pulang gadis kecilku!"Harusnya itu yang kukatakan pada dia. Gadis kecil yang sudah berani mencuri hatiku. Membuat aku jadi seseorang yang kata temen-temen 'sapi tua makan rumput muda'. Mereka dapat kata-kata itu dari pepatah cina.Setelah berada jauh, dan tak tinggal bersama dengannya lagi, aku mulai merasakan apa yang dinamakan rindu dan tak ingin jauh darinya. Berusaha menahan hati dan godaan jari-jari nakal yang berusaha untuk menghubunginya terus menerus. Kali ini aku kembali.Baru beberapa hari aku tinggal di sini, duniaku dalam sekejap hancur karena jamuan makan malam untuk keluarga suaminya Laras.Aku terjebak di antara rumitnya masalah internal keluarga Om Arifin. Seorang lelaki yang mengkhianati istrinya, dengan memp*rkosa adik iparnya sendiri.Ingin sekali memaki gadis kecilku, bahkan membuang namanya dari sudut hati ini. Tak bisa menjaga mahkotanya sendiri di usia belia.Setelah melihat rekaman kamera pengawas itu, serta mendengar pen