Home / Romansa / Adik Ipar Malang / bab 4 Pelaku Sebenarnya

Share

bab 4 Pelaku Sebenarnya

Author: Nefertari
last update Last Updated: 2022-05-13 09:45:46

# Bab4

POV Ayah (Pak Arifin)

Akhir-akhir ini, aku merasa Lilis, putri bungsuku sedikit aneh. Dia jadi pendiam, murung dan lebih suka menyendiri di kamar. Perasaan ini mengatakan ada yang tidak baik.

Dari kecil Lilis paling dekat denganku dari pada ibunya. Tentu saja tahu perubahan sekecil apa pun dari Lilis. Aku harus segera mencari tahu penyebab perubahan dari putri bungsuku ini.

Setelah menyelesaikan pekerjaan yang terpaksa dibawa pulang, aku menengok putri bungsuku itu di kamarnya. Saat pintu kamar terbuka, kudapati anakku duduk dengan kepala menelungkup di atas meja belajarnya. Ternyata dia tertidur saat sedang belajar.

Aku mengangkat Lilis untuk dipindahkan ke kasur. Tak sengaja menyenggol beberapa buku sampai jatuh. Saat hendak membereskannya, ada benda putih panjang yang menyembul dari salah satu buku. Ternyata dari sebuah buku diary.

Aku tarik benda putih itu. Mataku melebar, jantungku tiba-tiba berdebar kencang, pikiranku sudah kemana-mana. Bagaimana bisa Lilis mempunyai benda seperti ini? Benda yang bernama testpack itu saat diteliti lagi, ternyata ada dua buah garis warna merah muda di sana.

Ya Tuhan ... kumohon, semoga yang aku pikirkan bukanlah sebuah kenyataan. Tidak mungkin Lilis seperti itu. Aku tahu Lilis tidak mungkin terjerumus dalam pergaulan bebas.

Kupandangi wajah polos putriku. Wajahnya pucat, kantung matanya terbentuk dan menghitam. Apa sebenarnya yang kamu sembunyikan, Nak?

Besok aku akan pulang ke rumah saat jam pulang sekolah Lilis dan bertanya langsung padanya. Jam pulang biasanya rumah masih sepi. Istriku, Ratna masih di mini marketnya, sedang Laras dia sudah tidak tinggal di sini, ikut suaminya.

Aku keluar dari kamar Lilis dengan membawa pikiran bermacam-macam.

Besoknya, sebelum Lilis pulang aku sudah berada di rumah. Dan benar saja rumah masih sepi. Kami tak mempekerjakan pembantu. Akan ada seseorang yang datang pagi-pagi untuk membersihkan rumah dan mencuci pakaian, siangnya sudah pulang. Kalau untuk makanan, istriku yang memasak.

Aku masuk ke kamar Lilis dan kembali memeriksa meja belajar, mencari buku diary milik Lilis. Ketemu. Aku tak ingin membacanya, karena itu privasi anakku, meskipun aku Ayahnya.

Kugoyang-goyangkan buku ini sampai benda yang tak kuharapkan jatuh. Berharap semalam hanya mimpi saja, namun semuanya memang kenyataan. Mengambil testpack itu, kutatap dengan nanar. Tubuh ini lemas seketika, menjatuhkan bobot di atas kasur.

Terdengar suara pintu terbuka, Lilis sudah pulang. Aku melihat gerak gerik Lilis dari sini. Sesaat dia baru sadar kalau ada orang yang duduk di atas kasurnya.

Dia mendekat dan menyalami tanganku. Aku masih diam saja, mencoba menetralkan emosi dan pikiran. Lalu bertanya semua yang ingin aku tanyakan padanya.

Aku begitu terkejut, mengetahui bahwa memang benar testpack itu milik Lilis. Milik putri bungsu kesayanganku. Yang membuat tak habis pikir ialah ayah dari janin itu laki-laki yang sudah beristri.

Terkejut, kecewa, marah bercampur jadi satu. Apa yang salah dalam diri ini saat mendidik anakku? Bagaimana bisa sampai hamil di luar nikah? Bahkan usianya belum genap tujuh belas tahun.

Aku terus mendesak agar Lilis menceritakan semuanya, agar aku bisa mengambil keputusan. Saat Lilis akan menyebutkan nama laki-laki itu, tiba-tiba saja jatuh pingsan. Aku segera membawanya ke rumah sakit. Bagaimanapun dia masih putriku dan tak ingin sesuatu terjadi padanya.

Kebetulan sekali seorang dokter sedang berjalan ke arahku. Refleks langsung mendekatinya.

"Meta?" Aku terkejut ternyata dokter itu teman lamaku.

"Arifin? Kamu Arifin?" Dokter Meta pun tak kalah terkejut. "Kamu apa kabar? Sedang apa di sini?"

"Aku baik." Aku berbicara langsung ke intinya. "Aku mohon, dokter. Tolong periksa keadaan putriku," pintaku dengan memelas.

Kulihat wajah Lilis begitu pucat dan pipinya yang biasanya tembem, kini terlihat tirus. Baru aku sadari saat membopongnya tadi badannya terasa ringan. Apa dia tidak makan dengan benar?

"Putrimu?" Dokter Meta melihat ke arah pandanganku. "Baik, akan aku tangani segera. Kamu tenang saja dan tunggu di luar."

Dokter Meta langsung membawa Lilis ke ruangan, aku dilarang masuk dan menunggu di luar ruangan dengan cemas. Merogoh gawai di saku celana, ingin kuhubungi istri dan anak sulungku. Tapi, ku urungkan niat itu, sebelum semuanya jelas. Kembali memasukkan gawai ke saku.

Pintu terbuka, aku langsung menghampiri Dokter Meta. Sepertinya dia agak ragu ingin menyampaikan.

"Bagaimana, Dok?" Aku membuka pembicaraan duluan.

"Apa putrimu masih di bawah umur?" tanyanya hati-hati.

"Ya, dia masih enam belas tahun. Bagaimana keadaannya?"

"Dia ...."

"Katakan saja bagaimana keadaannya. Saya sudah tahu tentang kehamilannya," ucapku menjelaskan seakan dia takut menyinggung perasaanku.

Dokter yang juga teman lamaku itu menghela nafas panjang. "Tekanan darahnya sangat rendah, sepertinya dia mengalami depresi. Mungkin karena menyembunyikan kondisinya, sehingga kesehatan tubuhnya dan janin tidak terpantau. Dia harus dirawat inap sampai kondisinya membaik. Yang dibutuhkan putri bapak saat ini, ialah dukungan moril dari orang terdekatnya. Nanti saya juga akan berikan vitamin untuk menguatkan janinnya." Aku terdiam mendengar penjelasannya.

"Aku turut prihatin. Kamu yang sabar. Terus beri dukungan untuk putrimu. Jangan mengucilkannya," sambung dokter itu lagi. Ucapan dokter itu seakan menampar diri ini. Aku ingat akhir-akhir ini aku jarang memperhatikan Lilis.

Setelah mendengar penjelasannya dan mengucapkan terima kasih, aku langsung masuk ke ruangan di mana Lilis di rawat.

Lilis sudah sadar, gegas kuhampiri dia. Setelah melihat kondisinya membaik, aku meminta dia menceritakan kronologinya. Terlihat tubuhnya menegang saat dipaksa untuk menceritakan semua.

Kuberikan dia pengertian pelan-pelan berharap bisa membuat dia tegar. Walau tak dipungkiri ada rasa kecewa dalam diri ini. Diusia remaja sudah kehilangan kegadisannya, bahkan sampai mengandung.

Sampai dia menyebut nama orang yang sudah berbuat bejat padanya, amarahku memuncak. Tanpa sadar rahang ini mengeras, dan tanganku yang mengepal.

"Evan ..." desisku geram.

"Kapan dan di mana dia melakukan itu padamu?" tanyaku buru-buru.

"Ayah ingat saat Ayah, Ibu dan Kak Laras ke tempat Budhe Rara untuk menjenguk suaminya, Pakdhe Riyanto yang sedang sakit?"

Aku mengangguk.

"Saat itu Kak Evan datang karena dihubungi oleh Kak Laras untuk datang ke rumah dan menjagaku. Karena cuaca sedang hujan lebat dan ada petir. Ayah, Ibu dan Kak Laras terpaksa menunda kepulangan dan menginap di sana."

Emosiku menurun berganti dengan perasaan yang tidak enak.

"Saat itulah Kak Evan melakukannya. Di kamarku, di atas kasurku, tempat yang menjadi privasiku, Yah. Setiap malam aku harus teringat kejadian yang sangat menjijikan itu, Yah. Hiks ..."

Aku meneguk saliva dengan susah. Saat itu aku yang menyuruh Laras untuk menghubungi Evan agar pergi ke rumah untuk menengok gadis bungsuku. Cuaca saat itu benar-benar buruk, hujan deras dan petir.

Aku langsung memeluk Lilis. Memberikan kekuatan dan menyembunyikan raut wajah penyesalanku. Andai aku tak menyuruh Evan ke rumah saat itu ... ah, aku harus melakukan sesuatu. Maafkan Ayah, Lilis.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adik Ipar Malang   bab 91 Senyum Bahagia (TAMAT)

    Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber

  • Adik Ipar Malang   bab 90 Elan di Rumah Sakit

    Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu

  • Adik Ipar Malang   bab 89 Tukar Kebebasan Siska

    Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F

  • Adik Ipar Malang   bab 88 Yang Sebenarnya

    Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men

  • Adik Ipar Malang   bab 87 Kamu Punya Sesuatu

    Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,

  • Adik Ipar Malang   bab 86 Menghubungi Devan

    Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status