Terhitung, sudah tiga hari sejak kejadian itu Aletta tidak kembali ke apartemennya dengan Javier. Aletta pulang ke rumahnya yang dulu, tentu tanpa mengabari siapapun termasuk Abin dan keluarganya.
Hatinya sakit. Sangat sakit. Aletta memang berbohong masalah pertikaian Abin karena ia tidak ingin Javier khawatir. Atau, bahkan memaksakan diri untuk mengantarnya hanya karena hinaan yang Aletta dapat. Selama ini, bahkan Aletta berhasil menahannya sendirian. Toh Javier benar, lelaki itu harus fokus pada perusahaan agar mereka bertiga bisa bertahan hidup.
Akan tetapi, Javier? Untuk apa kebohongan itu? Kenapa juga Jordy harus membantu kebohongan Javier?
Mungkin, ini salah Aletta. Ini salahnya karena te
Javier tau, meminta bantuan Felly itu memiki resiko yang tinggi. Namun, beberapa hari lagi ia akan dihadapkan dengan jadwal yang padat. Masalahnya dengan Aletta harus diselesaikan secepat mungkin agar ia bisa fokus dengan permasalahan perusahaan. Sesuai dugaannya, menjebak Aletta menggunakan Felly akan membuat gadis berperut besar itu marah besar. Sepanjang jalan, Aletta diam. Tidak berbicara maupun sekedar menoleh pada Javier. Gadis itu bahkan dengan terang-terangan membanting pintu mobil dengan keras sebagai pelampiasan rasa kesalnya. “Apa?!” bentak Aletta saat Javier menahan tangannya, ketika ia hendak masuk ke kamar. Javier sempat terkejut mendapati mata Aletta yang basah. Gadis itu mulai terisak, sedangkan Javier masih diam. “Puas mainin aku? Lucu kali ya menurut kaka
Dejavu. Aletta terbangun di samping Javier, dengan tangan lelaki itu melingkar di pinggagnya. Mereka berhadapan, namun kali ini Aletta tidak berniat bangun lebih dulu. Aletta ingin menikmatinya, rasa dilindungi, hangat, serta nyaman karena seseorang berada di jarak sedekat ini. Di perhatikannya dari inci ke inci wajah Javier. Halisnya yang tebal, mata yang indah, bulu mata lentik, dan rahang tegas. Dalam posisi ini, Aletta bisa melihat dengan jelas bahwa Javier memang kakak dari Janu. Mereka sangat mirip, hanya saja Janu tampak lebih garang karena jembatan hidungnya yang tinggi. Javier terkesan lebih manis, cocok dengan pembawaannya yang selalu tenang. Mengingat Janu, perasaan haru langsung menghampiri Aletta. Selama ini Aletta sebisa mungkin mengusir jauh-jauh rasa khawatir dan rasa keponya terhadap keada
“Aga silau ya pagi ini,” ledek Jordy, melihat Javier datang dengan cengiran lebar. Tak seperti dugaannya, setelah pertengkaran kemarin Javier terlihat begitu bahagia pagi ini. Kotak makan yang lelaki itu jinjing juga, menarik perhatian Jordy. Dapat disimpulkan, Javier telah berhasil menenangkan Aletta dan mendapat pengampunan. Jordy ikut bersyukur. Walaupun tidak dapat dipungkiri ada rasa kesal yang ikut menyelimuti, mengingat keadaan Felly jauh berbalik daripada keadaan Javier. Gadis itu bahkan bolos kerja, memilih untuk menyendiri di kamarnya entah melakukan apa. Dengan dalih ingin beristirahat, Jordy yakin Felly akan menangis seharian. Walaupun begitu, situasi ini memang tidak seharusnya juga untuk dihindari.
Seperti biasanya, Javier akan mematikan ponselnya setiap kali ia bekerja. Karena hari ini ia cukup sibuk, ia tidak membuka ponselnya sama sekali hingga ia pulang ke rumah pada pukul sepuluh malam. Sesampainya di rumah, Javier dikejutkan dengan ketidakhadiran Aletta. Namun, semuanya terjawab saat ia melihat puluhan panggilan tak terjawab dari gadis tersebut. Dengan buru-buru, Javier mengendarai mobilnya menuju rumah sakit yang Aletta kirimkan tadi sore. Nafasnya memburu, jantungnya berdetak tak karuan bahkan rasanya seperti akan meledak. Kombinasi itu menimbulkan rasa pening pada Javier. Jika saja Abin tidak menjemputnya di Lobby, Javier pasti akan kelabakan mencari kamar inap Aletta karena ia tidak bisa berfikir rasional saat ini. Panik, takut, juga merasa bersalah. Perasan itu memicu matan
Aletta berbohong, ia tidak menginginkan cheesecake atau makanan apapun. Aletta hanya menggunakan ‘ngidam’ sebagai alasan agar ia bisa sendirian. Ia ingin Javier pergi, karena ia tak mau lelaki itu menyaksikan dirinya menangis. Pertama, hal ini disebabkan oleh ucapan Javier. Aletta tidak pernah menyangka bahwa Javier akan sebegitu merendahkan dirinya demi Aletta. Kalau diingat-ingat, sejak dulu Javier memang selalu mengalah. Terhitung hanya sekali Aletta melihat Javier out of control dan membentak Aletta. Namun, saat itu memang Aletta keterlaluan. Menegaskan bahwa Javier akan terus mengerti akan perbuatan Aletta, membuat gadis itu merasa jahat. Sama halnya seperti Javier, Aletta juga merasa tega telah merenggut masa keemasan Javier dan memaksanya untuk bertanggu
Terhitung seminggu sudah Janu menjalani kehidupan barunya di salah satu kota terpencil di Aussie. Tinggal di sebuah rumah sepetak bersama Gea. Mereka membagi tugas rumah, membagi tugas juga dan saling melengkapi. Seperti contohnya, Gea yang membangunkan Janu di pagi hari, dan Janu yang mengingatkan Gea untuk membawa barang-barangnya karena gadis itu pelupa. Janu senang, begitu juga Gea. Mereka sangat akrab layaknya kakak dan adik. Sesuai janji Janu, mereka bekerja di sebuah restoran dekat rumah dengan bayaran yang lumayan. Sembari itu, Janu mengikuti banyak kursus yang bisa ia ikuti secara daring. Ia juga mulai mengotak-atik beberapa hal di internet. Hasilnya, luarbiasa. Janu kini memiliki tabungan yang besar hanya dalam hitungan bulan. Tak sekalipun Janu menggunakan uang itu untuk
Abin melipat kedua tangannya di depan dada dengan dagu terangkat. Garis bibirnya tertarik miring, dengan sorot mata sinis yang tertuju pada suster serta lelaki yang sempat bertengkar dengannya beberapa hari yang lalu. Di hadapanny Javier dan Aletta hanya bisa geleng-geleng karena tingkah Abin yang sangat menggambarkan umurnya. Kekanak-kanakan, berbanding jauh dengan Javier yang pagi ini tetap tampak dewasa dengan pakaian casual yang ia pakai. Tangannya merangkul bahu Aletta posessive. Hal itu ia lakukan dengan sengaja untuk menunjukan kepada semua penjung rumah sakit pagi ini, bahwa ia adalah suami Aletta. Suami yang katanya lari dari tanggung jawab setelah menghamili anak berumur belia, yaitu Aletta. Sejak kedatangan mereka bertiga, orang-orang yang memang memiliki sesi jam yang sama dengan Aletta tampak terkejut bukan main. Terlebih, mengingat wajah tampan Javier, kulit putih susunya, lubang hitam di kedua pipi, yang sempurna dipadukan dengan tubuh te
Javier terkekeh kecil saat membuka makanan siang yang dikirimkan Aletta menggunakan jasa kirim untuknya siang ini, juga Jordy. Selain karena ini mendadak, secarik kertas yang ada di dalamnya juga membuat senyum Javier sulit menghilang. Tertulis, ‘Di makan yak Pak suami, kali ini gak ada ati ayam. Adanya atiku’. Saking gemasnya, butuh lima belas menit untuk Javier mebacanya berulang-ulang hingga ia merasa cukup. Padahal, harinya sudah cukup indah denga terbangun di samping Aletta pagi adi. Gadis itu juga menyiapkan sarapan dan pakaiannya, layaknya seorang istri. Yang lalu ditutup dengan Aletta memgantar Javier hingga depan pintu rumahnya.Bertepatan dengan selesainya lamunan Javier, Jordy masuk ke ruangan dengan wajah lelahnya. Dia menghampiri Javier, karena mencium wangi makanan yang memenuhi ruangan. “Enak ye punya istri,” ledek Jordy, melirik Javier dan bekal makan siangnya secara bergantian. Javier terkekeh lagi, kemudian mengulurkan