“Kau tak punya hak apa pun atas anakku, Daniel.” Liora mendorong dada Daniel dengan kemarahan yang bercampur kebencian.“Jadi sekarang kau mengakui dia anakmu, hah? Anak kita berdua.”Liora diam sejenak. “Dia tak perlu tahu punya ayah berengsek sepertimu.”“Kau bilang Xiu tidak ada hubungannya dengan permasalahan kita berdua, kan? Termasuk apa yang dikatakan oleh Carissa padamu.”Liora seketika terdiam. Kemarahan di dadanya semakin merebak mengingat kekecewaan dan pengkhianatan yang diberikan pada Daniel.“Aku tak pernah berkhianat.”“Seolah itu berarti sesuatu bagiku, Daniel,” decih Liora sambil membuang wajahnya.Daniel mendesah dengan gusar. Tak tahu bagaimana lagi harus menjelaskan pada Liora. Tetapi, kenapa pula ia perlu menjelaskan? Kedua mata Liora jelas menyiratkan tak ada apa pun yang akan berubah di antara mereka. Wanita itu menganggap dirinya adalah kesalahan terbesar yang pernah diambil Liora, dan memang demikian.“Satu-satunya yang tersisa bagi kita berdua adalah saling m
Sepanjang perjalanan, Liora tak lagi mengucapkan sepatah kata pun dan Daniel sendiri sengaja mempertahankan keheningan tersebut. Benaknya memutar ingatan ketika pertama kali bertemu Liora. Saat pertama kali jatuh cinta pada Liora, Jerome memperkenalkan wanita itu sebagai kekasih.Sepupunya itu selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Dan ia selalu berhenti, tapi entah kenapa Liora tidak seperti wanita lain yang berhasil menarik perhatiannya. Ataupun Carissa.Sebelumnya, hubungannya dan Carissa adalah karena wanita itu yang mendekatinya lebih dulu. Jerome kekasih yang penuh perhatian dan dermawan. Memanjakan Carissa dan Liora dengan segala hal. Tetapi pria itu hampir tak punya waktu untuk sang kekasih. Ia memang berselingkuh dengan Carissa, tetapi apa yang dirasakannya untuk wanita itu tidak sebesar dengan apa yang dimilikinya untuk Liora.Semakin ia menjalin hubungan dengan Liora, ia merasa tak bisa membiarkan wanita itu menjadi milik Jerome. Itulah sebabnya ia sengaja membongkar pers
"Kau benar-benar sudah gila, Daniel! Bagaimana mungkin kau akan menikahinya? Kau sudah kehilangan kewarasanmu!"Daniel hanya mendesah gusar. Ia tahu ini keputusan yang gila. Tapi kata-kata Liora terus berputar di benaknya. Membuat kepalanya semakin berdenyut. 'Aku tak ingin mengharapkan apa pun dari seseorang sepertimu. Tapi kali ini, kumohon. Aku benar-benar memohon kau menepati janjimu. Hanya kali ini saja. Jangan mengkhianati kepercayaanku padamu.'Kata-kata Liora layaknya pedang yang melibas habis dendam di hatinya pada wanita itu. Ia menyadari berapa banyak pengkhianatan dan kekecewaan yang sudah ia lakukan pada wanita itu.Ia sudah berjanji tak akan memisahkan Xiu dan Liora, dengan syarat bahwa wanita itu akan membiarkan dirinya datang di hidup Xiu."Kau ingin memungutnya untuk membuangku? Apa kau sudah kehilangan kewarasanmu? Apa kepalaku sudah membentur sesuatu?" Carissa memecah pikiran Daniel yang masih kusut.Wajah Daniel terangkat, menatap lurus ke aras Carissa dan mendes
Daniel mendorong pintu kamar, menghentikan pembicaraan Liora dan Jenna yang kini saling berpelukan. Kedua saudari kembar tersebut segera mengurai pelukan. "Jerome menunggumu, Jenna," ucapnya setengah mengusir. Jenna membencinya, itu sudah pasti. Semakin lama menghabiskan waktu bersama Liora akan memberikan dampak yang buruk. Yang mungkin bisa membuat Liora berubah pikiran dan melakukan pelarian lainnya. Jenna mendengus. "Kau mengusirku?" sengitnya kasar dengan pelototan mata bulatnya. Daniel memasang senyum selebar mungkin yang dibuat-buat dengan mengedikkan bahu "Dia memang menunggumu." Liora mengambilkan tas Jenna dan meletakkannya di pangkuan sang adik. Mengangguk singkat dan Jenna pun menutup mulut dengan paksa. Mencium Xiu dan sekali lagi memeluk sang kakak sebelum benar-benar beranjak ke arah pintu. Meninggalkan Daniel dan Liora yang membisu. "Setelah apa yang kau lakukan padanya, sekarang kalian memang benar-benar saling melindungi, ya?" Pertama kalinya Daniel bersuara mem
Tatapan keduanya bertemu. Liora masih membeku sementara Daniel dengan tanpa rasa bersalahnya melenggang masuk sambil mengurai dasi kupu-kupu di leher dan melemparnya ke sofa. Berikut jas berwarna biru tuanya. “Kau belum tidur?” “Apa yang kau lakukan di sini?” “Ini apar ….” “Xiu sudah tidur. Jangan membuat alasan untuk datang ke sini.” Liora mengikat jubah tidurnya dan masih tetap di tempatnya. Mengamati Daniel yang hanya terkekeh dan duduk di sofa. Membungkuk untuk melepas sepatu dan kaos kaki. Tak menggubris kekesalan Liora. Kesal, Liora pun berjalan keluar kamar dan memutuskan tidur di sofa di kamar Xiu. Ia baru saja terlelap ketika pintu kamar kembali terbuka. Tahu Daniel yang masuk, ia tetap memejamkan mata dan mendengar langkah pria itu yang semakin mendekat. Berhenti di boks Xiu dan hanya ada keheningan. Berada dekat dan dengan Daniel yang masih berkeliaran di sekitarnya tak pernah tidak membuat emosi di dadanya bergejolak. Kebencian dan kemarahan yang masih bercampur jadi
Liora bisa melihat kecurigaan di mana Daniel yang membuatnya kesal. Tetapi … “Kenapa kau ada di sini? Bukankah ..” “Kau terkejut aku pulang lebih awal?” Bibir Daniel menipis dengan tatapan menajam kea rah Liora. Suara setipis angin, tetapi bisa di tangkap oleh telinga wanita itu. Liora segera menutup mulutnya. Ya, tentu saja ia terkejut. Seharusnya Daniel pulang masih empat hari lagi. Atau bahkan lebih lama lagi, kan? Daniel mendengus pelan. Mendekat ke depan LIora dan memasang senyum selebar mungkin untuk Xiu dengan kedua tangan menawarkan untuk menggendong. “Hai, putri kecil papa.” Xiu langsung menangkap uliran tangan Daniel. Bahkan hingga tertawa dengan kemunculan sang papa. Daniel pun menghujani wajah mungkin itu dengan ciuman, yang membuat Xiu semakin tergelak. “Kami harus pergi, Daniel. Jenna menunggu di bawah.” Liora berusaha menyela interaksi papa dan putri yang membuatnya cemburu tersebut. Kedua tangannya memegang lengan Xiu, tapi Daniel tak berniat memberikan sang putr
Liora membasuh wajahnya dengan air dingin. Amarah memenuhi dadanya meski seharusnya ia sudah melenyapkan semua jenis emosi itu dari hatinya. Semua antara dirinya dan Daniel tak perlu melibatkan perasaan. Butuh beberapa kali mengembuskan napas untuk mengembalikan ketenangan hatinya. Sebelum melangkah keluar dari kamar mandi dan bergabung bersama Jerome dan Jenna. Axel, Alexa, dan Xiu waktunya istirahat dan makan siang. Jerome jelas berperan aktif mengurus kebutuhan ketiga bayi mereka, sementara Jenna mulai terlihat kelelahan. Wajah adiknya tampak pucat. "Ada apa?" tanya Liora ketika melihat adiknya yang baru keluar dari kamar mandi di samping area dapur. Menyusap bibir yang masih basah. Jenna hanya menggeleng. Menghela napas kemudian membanting tubuhnya di sofa. "Akhir-akhir ini badanku lebih cepat lemas. Sepertinya terlalu banyak pikiran." "Kau sudah melewatkan haidmu?" Jenna seketika terdiam, tampak menghitung dan matanya melebar. "M-mungkinkah?" "Ck, kau bahkan tidak memakai k
Wajah Liora memias. Ya, bayangan ketika Carissa dan Daniel berbagi tempat tidur yang sama, sebelum kemudian pria itu naik ke tempat tidurnya tentu saja membuat perasaannya terganggu. Lebih dari itu, semua itu mengingatkannya akan pengkhianat Daniel yang berdampak lebih besar di hatinya lebih besar dari yang ia perkirakan. "Tidurlah. Atau aku yang akan menidurimu di tempat tidur ini. Dengan atau tanpa kerelaanmu, kau tahu aku bisa mendapatkannya darimu, kan? Jangan menguji kesabaranku lebih banyak dari ini." Genggaman tangan Liora yang hendak memutar gagang pintu tertahan. Ia bisa merasakan kemarahan yang teredam di balik suara dingin Daniel. Tahu bukan pilihan yang tepat untuk menyinggung ego pria itu lebih banyak lagi meski dorongan itu terasa lebih kuat. Liora pun melepaskan gagang pintu dan mendekati tempat tidur. Berbaring miring memunggungi posisi Daniel yang di sisi lain ranjang. Sedangkan Daniel berbaring telentang setelah mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur, m