Share

2. Menebus Dosa

Liora mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin. Meringkuk di lantai kamar mandi yang dingin dan membiarkan air jatuh mengaliri seluruh tubuhnya. Air matanya melebur dalam aliran air dan menghilang tanpa bekas.

Sejak awal Jerome sudah mengetahui siapa dirinya sebenarnya, dan sekarang ia harus mengorbankan sang adik sebagai penebus untuk dosa-dosanya. Kemudian menghilang dari kehidupan pria itu untuk selamanya.

Tangan Liora menyentuh perutnya. Merasakan sebuah kehidupan tengah bertumbuh di dalam sana. Berjanji juga akan menghilang dari hidup Daniel untuk selamanya. Ia sudah menghancurkan hidup Jenna, maka ia pun tak berhak memiliki hidup yang baik.

“Kumohon perlakukan dia dengan baik, Jerome.”

“Kau tak berhak meminta apa pun padaku, Liora.”

Liora meringis dalam hati. Ternyata selama ini Jerome pun tahu nama aslinya.

“Kau menggunakan nama adikmu, bukankah sejak awal kau sudah mengorbankan adikmu? Sebaiknya simpan rasa bersalahmu untuk dirimu sendiri,” balas Jerome dengan dingin. “Turunlah. Waktumu hanya dua hari untuk membawanya padaku.”

Liora tak mengangguk. Kemudian turun dan mengambil tiket serta koper kecil yang diberikan pengawal Jerome. Ia melangkah memasuki bandara, diikuti satu pengawal Jerome yang akan memastikannya masuk ke pesawat dan tak mencoba melarikan diri.

Rencana Liora berjalan sempurna dalam dua hari. Menghancurkan hubungan Jenna dan Juna dengan menyewa pelacur. Adiknya begitu polos dan naif, begitu mudahnya tertipu dan jatuh dalam perangkapnya. Dan dua hari, sesuai jadwal kesepakatannya dengan Jerome, ia berhasil mengirim Jenna kepada pria itu.

Sedangkan Liora melarikan diri ke Singapore. Bermaksud memulai kehidupan barunya dengan janin dalam kandungannya. Namun, kehidupan yang baru saja ia mulai, kini hancur berantakan dalam satu  bulan. Ketika siang itu Daniel tiba-tiba muncul di ambang pintu apartemennya.

“Hamil anakku dan kau masih berpikir melarikan diri dariku, huh?” Itulah kalimat pertama yang diucapkan Daniel begitu wajahnya muncul di depan batang hidung pria itu. Membuat seluruh tubuh Liora membeku dan respon pertama yang ia lakukan adalah mendorong pintu apartemen. Daniel dengan sigap menyelipkan kakinya di antara pintu, menahan pintu kemudian mendorongnya. Membuat tubuh Liora nyaris terhuyung ke belakang dan ditangkap oleh Daniel.

“Lepaskan aku, Daniel.” Liora menyentakkan kedua tangan Daniel dari pinggangnya, mendorong pria itu menjauh.

“Bagaimana mungkin kau bisa menemukanmu, Daniel.”

“Jenna yang menyuruhku,” jawab Daniel. “Jenna yang asli,” tambahnya memperjelas.

Liora terdiam. Tentu saja Daniel pasti sudah mengetahui wajah yang tersimpan di balik topengnya.

“Dia juga yang memberitahuku tentang kehamilanmu.”

“Ini bukan anakmu.”

Daniel mendengus. “Anak Jerome? Omong kosong, Liora!”

Liora mengerjap cepat.

“Apa kau tahu betapa liciknya adikmu. Menggunakan keperawanannya untuk membodohi Jerome. Tapi … kau tahu Jerome tentu saja lebih cerdik dari yang kau dan adikmu pikir, Liora. Itulah sebabnya dia memintaku mencarimu dan menyelamatkanmu dari Jerome.”

“Apa yang terjadi Jenna?” Jika Jerome sudah mencarinya, pasti adiknya berada dalam masalah besar.

“Aku yakin adikmu pasti bisa beradaptasi dengan baik, sekarang yang perlu kita pikirkan adalah nasib kita. Anak buah Jerome mengejar kita. Kita harus pergi dari tempat ini secepatnya.”

Liora tampak menimbang, kemudian menggeleng. “Aku bisa mengurus urusanku, kau pergi saja.”

Wajah Daniel mengeras. “Jangan main-main kau, Liora.”

“Urusan kita selesai saat Jerome mengetahui perselingkuhan ini, Daniel. Apa pun yang terjadi setelahnya, akan menjadi urusan masing-masing. Hubungan kita sudah berakhir saat aku menukar adikku dengan kebebasan ini.”

“Dan kau pikir kau bisa melenggang pergi begitu saja dengan anakku yang berada dalam kandunganmu, begitu?”

“Aku sudah mengatakan padamu, anak ini tak akan menjadi urusanmu.”

Daniel menggeram marah. “Yang kutahu, mulai hari ini anak itu akan menjadi urusanku, begitu pun denganmu. Dengan atau tanpa keinginanmu. Apa kau mengerti?”

Tubuh Liora mundur satu langkah ke belakang. Keberaniannya menyusut seketika dengan kadar keseriusan di wajah Daniel yang tidak bisa ia tanggung. Daniel bisa menjadi sangat lembut, tetapi saat pria itu benar-benar keras kepala, Liora pun tak bisa menghadapi ketakutannya terhadap pria itu.

***

Baru satu malam Daniel bermalam di apartemen Liora, demi memastikan wanita itu tidak melarikan diri. Keesokan harinya saat Daniel mencari makan siang untuk keduanya. Tiba-tiba Daniel kembali lebih cepat.

“Ada apa?” Liora

“Ambil paspor dan dompetmu. Kita pergi sekarang.”

Liora yang baru saja keluar dari kamar mandi dan masih mengenakan jubah mandi. Membelalak tak mengerti.

“Anak buah Jerome di bawah. Kita harus pergi sekarang juga, Liora.” Daniel mengambil tas miliknya di nakas, menyambar apa pun yang sekiranya bisa dibawa dam cukup berharga. “Cepat, Liora!”

Liora tercengang dengan keras, kemudian menyambar pakaian di dalam lemari smabil mengatakan pada Daniel untuk mengambil tasnya yang berwarna merah di laci nakas teratas. Dalam sekejap keduanya keluar dari apartemen dan turun melewati tangga darurat. Mendapatkan taksi dengan cepat.

“Ke mana kita?” tanya Liora ketika sudah duduk di dalam taksi.

“Bandara.”

Dalam setengah jam, keduanya sudah sampai di bandara. Liora tak bertanya kenapa tujuan mereka LA. Setelah pesawat take off, dan memastikan anak buah Jerome jauh tertinggal di belakang. Daniel akhirnya bisa bernapas dengan lega.

“Ada apa?” tanya Daniel pada Liora yang meringis seolah menahan rasa sakit.

Liora menggeleng. Perutnya terasa kaku dan seluruh tubuhnya berkeringat.

“Perutmu sakit.”

Liora menggeleng lagi, tangannya meluruh terjatuh dan perlahan pandangannya mulai kabur. Suara Daniel yang memanggil-manggil namanya perlahan menjauh, semakin menjauh, dan akhirnya lenyap.

***

Rasa pusing yang memberati kepala Liora, membuat wanita itu mengerang pelan. Menyentuh kepalanya dan menekannya sedikit demi meredakan pusing yang semakin menusuk. Matanya mengerjap beberapa kali, menyesuaikan pencahayaan kamar yang menyilaukan.

Liora berhasil bangun dan terduduk, menemukan dirinya tengah berbaring di ranjang yang luas. Matanya menjelajah ke setiap sudut ruangan. Ruangan ini sangat luas, putih, dan nyaman. Tapi Liora tahu ini  bukan rumah sakit. Saat Liora menoleh ke samping, ia melihat halaman yang luas dengan kolam renang. Kemudian suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Liora. Melihat Daniel yang melangkah masuk. Pria itu sempat terkejut menemukannya sudah bangun.

“Kau sudah bisa bangun?” Daniel melangkah semakin dekat.

“Di mana kita?” tanya Liora.

“Kau pingsan beberapa kali. Apa kau tidak mengingatnya?”

Liora mengernyitkan kening, berusaha menggali sedikit ingatannya. Entah berapa kali ia sadar, satu-satunya hal yang ia rasakan saat itu hanya suara Daniel yang terus menyuruhnya membuka mata. Hilang dan muncul. “Di mana kita?”

“Kita baru saja turun dari pesawat satu jam yang lalu. Sekarang kita berada di rumah temanku. Kita aman.”

Liora tak terlalu mendengarkan penjelasan Daniel. Ia melihat gelas air putih di nakas dan mengambilnya. Menghabiskannya dalam sekejap.

Daniel mengambil gelas di tangan Liora, satu tangannya terulur menyentuh sudut bibir Liora yang masih basah.

“Aku merasa ingin kembali, Daniel.” Kalimat tiba-tiba Liora mneghentikan gerakan tangan Daniel. Wajah pria itu seketika membeku.

“Apa kau sudah gila? Jenna menyuruhku menyelamatkanmu dan kau malah ingin melarikan diri?”

“Firasatku mengatakan dia berada dalam bahaya. Aku tak mungkin tinggal diam. Jika kau tidak bisa membantuku, aku bisa melakukannya sendiri.” Liora menyingkap selimut dan turun dari tempat tidur. Tetapi baru saja ia berdiri dengan kedua kakinya, tiba-tiba kepalanya terasa pusing kembali.

Daniel langsung menangkap tubuh Liora dan kembali membaringkan wanita itu di tempat tidur. “Kita akan bicara nanti. Sekarang istirahatlah, nanti siang dokter akan datang memeriksa keadaanmu.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status