Liora mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin. Meringkuk di lantai kamar mandi yang dingin dan membiarkan air jatuh mengaliri seluruh tubuhnya. Air matanya melebur dalam aliran air dan menghilang tanpa bekas.
Sejak awal Jerome sudah mengetahui siapa dirinya sebenarnya, dan sekarang ia harus mengorbankan sang adik sebagai penebus untuk dosa-dosanya. Kemudian menghilang dari kehidupan pria itu untuk selamanya.
Tangan Liora menyentuh perutnya. Merasakan sebuah kehidupan tengah bertumbuh di dalam sana. Berjanji juga akan menghilang dari hidup Daniel untuk selamanya. Ia sudah menghancurkan hidup Jenna, maka ia pun tak berhak memiliki hidup yang baik.
“Kumohon perlakukan dia dengan baik, Jerome.”
“Kau tak berhak meminta apa pun padaku, Liora.”
Liora meringis dalam hati. Ternyata selama ini Jerome pun tahu nama aslinya.
“Kau menggunakan nama adikmu, bukankah sejak awal kau sudah mengorbankan adikmu? Sebaiknya simpan rasa bersalahmu untuk dirimu sendiri,” balas Jerome dengan dingin. “Turunlah. Waktumu hanya dua hari untuk membawanya padaku.”
Liora tak mengangguk. Kemudian turun dan mengambil tiket serta koper kecil yang diberikan pengawal Jerome. Ia melangkah memasuki bandara, diikuti satu pengawal Jerome yang akan memastikannya masuk ke pesawat dan tak mencoba melarikan diri.
Rencana Liora berjalan sempurna dalam dua hari. Menghancurkan hubungan Jenna dan Juna dengan menyewa pelacur. Adiknya begitu polos dan naif, begitu mudahnya tertipu dan jatuh dalam perangkapnya. Dan dua hari, sesuai jadwal kesepakatannya dengan Jerome, ia berhasil mengirim Jenna kepada pria itu.
Sedangkan Liora melarikan diri ke Singapore. Bermaksud memulai kehidupan barunya dengan janin dalam kandungannya. Namun, kehidupan yang baru saja ia mulai, kini hancur berantakan dalam satu bulan. Ketika siang itu Daniel tiba-tiba muncul di ambang pintu apartemennya.
“Hamil anakku dan kau masih berpikir melarikan diri dariku, huh?” Itulah kalimat pertama yang diucapkan Daniel begitu wajahnya muncul di depan batang hidung pria itu. Membuat seluruh tubuh Liora membeku dan respon pertama yang ia lakukan adalah mendorong pintu apartemen. Daniel dengan sigap menyelipkan kakinya di antara pintu, menahan pintu kemudian mendorongnya. Membuat tubuh Liora nyaris terhuyung ke belakang dan ditangkap oleh Daniel.
“Lepaskan aku, Daniel.” Liora menyentakkan kedua tangan Daniel dari pinggangnya, mendorong pria itu menjauh.
“Bagaimana mungkin kau bisa menemukanmu, Daniel.”
“Jenna yang menyuruhku,” jawab Daniel. “Jenna yang asli,” tambahnya memperjelas.
Liora terdiam. Tentu saja Daniel pasti sudah mengetahui wajah yang tersimpan di balik topengnya.
“Dia juga yang memberitahuku tentang kehamilanmu.”
“Ini bukan anakmu.”
Daniel mendengus. “Anak Jerome? Omong kosong, Liora!”
Liora mengerjap cepat.
“Apa kau tahu betapa liciknya adikmu. Menggunakan keperawanannya untuk membodohi Jerome. Tapi … kau tahu Jerome tentu saja lebih cerdik dari yang kau dan adikmu pikir, Liora. Itulah sebabnya dia memintaku mencarimu dan menyelamatkanmu dari Jerome.”
“Apa yang terjadi Jenna?” Jika Jerome sudah mencarinya, pasti adiknya berada dalam masalah besar.
“Aku yakin adikmu pasti bisa beradaptasi dengan baik, sekarang yang perlu kita pikirkan adalah nasib kita. Anak buah Jerome mengejar kita. Kita harus pergi dari tempat ini secepatnya.”
Liora tampak menimbang, kemudian menggeleng. “Aku bisa mengurus urusanku, kau pergi saja.”
Wajah Daniel mengeras. “Jangan main-main kau, Liora.”
“Urusan kita selesai saat Jerome mengetahui perselingkuhan ini, Daniel. Apa pun yang terjadi setelahnya, akan menjadi urusan masing-masing. Hubungan kita sudah berakhir saat aku menukar adikku dengan kebebasan ini.”
“Dan kau pikir kau bisa melenggang pergi begitu saja dengan anakku yang berada dalam kandunganmu, begitu?”
“Aku sudah mengatakan padamu, anak ini tak akan menjadi urusanmu.”
Daniel menggeram marah. “Yang kutahu, mulai hari ini anak itu akan menjadi urusanku, begitu pun denganmu. Dengan atau tanpa keinginanmu. Apa kau mengerti?”
Tubuh Liora mundur satu langkah ke belakang. Keberaniannya menyusut seketika dengan kadar keseriusan di wajah Daniel yang tidak bisa ia tanggung. Daniel bisa menjadi sangat lembut, tetapi saat pria itu benar-benar keras kepala, Liora pun tak bisa menghadapi ketakutannya terhadap pria itu.
***
Baru satu malam Daniel bermalam di apartemen Liora, demi memastikan wanita itu tidak melarikan diri. Keesokan harinya saat Daniel mencari makan siang untuk keduanya. Tiba-tiba Daniel kembali lebih cepat.
“Ada apa?” Liora
“Ambil paspor dan dompetmu. Kita pergi sekarang.”
Liora yang baru saja keluar dari kamar mandi dan masih mengenakan jubah mandi. Membelalak tak mengerti.
“Anak buah Jerome di bawah. Kita harus pergi sekarang juga, Liora.” Daniel mengambil tas miliknya di nakas, menyambar apa pun yang sekiranya bisa dibawa dam cukup berharga. “Cepat, Liora!”
Liora tercengang dengan keras, kemudian menyambar pakaian di dalam lemari smabil mengatakan pada Daniel untuk mengambil tasnya yang berwarna merah di laci nakas teratas. Dalam sekejap keduanya keluar dari apartemen dan turun melewati tangga darurat. Mendapatkan taksi dengan cepat.
“Ke mana kita?” tanya Liora ketika sudah duduk di dalam taksi.
“Bandara.”
Dalam setengah jam, keduanya sudah sampai di bandara. Liora tak bertanya kenapa tujuan mereka LA. Setelah pesawat take off, dan memastikan anak buah Jerome jauh tertinggal di belakang. Daniel akhirnya bisa bernapas dengan lega.
“Ada apa?” tanya Daniel pada Liora yang meringis seolah menahan rasa sakit.
Liora menggeleng. Perutnya terasa kaku dan seluruh tubuhnya berkeringat.
“Perutmu sakit.”
Liora menggeleng lagi, tangannya meluruh terjatuh dan perlahan pandangannya mulai kabur. Suara Daniel yang memanggil-manggil namanya perlahan menjauh, semakin menjauh, dan akhirnya lenyap.
***
Rasa pusing yang memberati kepala Liora, membuat wanita itu mengerang pelan. Menyentuh kepalanya dan menekannya sedikit demi meredakan pusing yang semakin menusuk. Matanya mengerjap beberapa kali, menyesuaikan pencahayaan kamar yang menyilaukan.
Liora berhasil bangun dan terduduk, menemukan dirinya tengah berbaring di ranjang yang luas. Matanya menjelajah ke setiap sudut ruangan. Ruangan ini sangat luas, putih, dan nyaman. Tapi Liora tahu ini bukan rumah sakit. Saat Liora menoleh ke samping, ia melihat halaman yang luas dengan kolam renang. Kemudian suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Liora. Melihat Daniel yang melangkah masuk. Pria itu sempat terkejut menemukannya sudah bangun.
“Kau sudah bisa bangun?” Daniel melangkah semakin dekat.
“Di mana kita?” tanya Liora.
“Kau pingsan beberapa kali. Apa kau tidak mengingatnya?”
Liora mengernyitkan kening, berusaha menggali sedikit ingatannya. Entah berapa kali ia sadar, satu-satunya hal yang ia rasakan saat itu hanya suara Daniel yang terus menyuruhnya membuka mata. Hilang dan muncul. “Di mana kita?”
“Kita baru saja turun dari pesawat satu jam yang lalu. Sekarang kita berada di rumah temanku. Kita aman.”
Liora tak terlalu mendengarkan penjelasan Daniel. Ia melihat gelas air putih di nakas dan mengambilnya. Menghabiskannya dalam sekejap.
Daniel mengambil gelas di tangan Liora, satu tangannya terulur menyentuh sudut bibir Liora yang masih basah.
“Aku merasa ingin kembali, Daniel.” Kalimat tiba-tiba Liora mneghentikan gerakan tangan Daniel. Wajah pria itu seketika membeku.
“Apa kau sudah gila? Jenna menyuruhku menyelamatkanmu dan kau malah ingin melarikan diri?”
“Firasatku mengatakan dia berada dalam bahaya. Aku tak mungkin tinggal diam. Jika kau tidak bisa membantuku, aku bisa melakukannya sendiri.” Liora menyingkap selimut dan turun dari tempat tidur. Tetapi baru saja ia berdiri dengan kedua kakinya, tiba-tiba kepalanya terasa pusing kembali.
Daniel langsung menangkap tubuh Liora dan kembali membaringkan wanita itu di tempat tidur. “Kita akan bicara nanti. Sekarang istirahatlah, nanti siang dokter akan datang memeriksa keadaanmu.”
Dan, ternyata seorang teman yang dikatakan oleh Daniel ternyata adalah Carissa, wanita cantik yang adalah mantan kekasih Jerome. Liora dibuat murka bukan main. Mendengar pembicaraan Carissa dan Daniel di ruangan Carissa saat ia hendak ke dapur untuk mengambil air minum. “Kau membohongiku, Daniel,” sembur Liora begitu Daniel masuk ke kamar. “Dia memang seorang teman.” “Mantan kekasih Jerome,” koreksi Liora dengan sengit. Daniel maju ke depan, meraih tangan Liora. “Pikirkan ini, Liora. Kau ingin menyelamatkan adikmu, kan. Kita bisa meminta bantuan Carissa. Carissa akan kembali kepada Jerome sehingga Jerome bisa melepaskan kau dan adikmu.” “Hanya ini yang bisa kulakukan untuk membantumu.” Liora terdiam. Tampak menimbang-nimbang selama beberapa saat. “Juga, dia juga akan membantu pernikahan kita.” Wajah Liora seketika berubah pucat. “Menikah? Apa maksudmu?” “Ya, kita akan menikah.” “Kenapa kita perlu menikah?” Liora menepis tangan Daniel yang berusaha menyentuhnya. “Karena kau
Tiga tahun kemudian … Di salah satu unit apartemen, Liora duduk berjongkok di laci nakas terbawah mencari-cari dengan ponsel yang terselip di antara pundak dan telinga. “Ya, Jenna. Aku tak akan melupakannya. Dua hari lagi, kan?” “…” “Bagaimana keadaan Axel. Apa dia sudah membaik?” “…” “Syukurlah. Alexa dan Xiu?” “…” “Dia masih pemilih ya? Kenapa kau membeda-bedakannya? Alexa pasti merasa cemburu dengan saudarinya.” “…” “Bukan salahnya. Dia mengikutimu.” “…” Liora terkikik. “Sepertiku? Bagaimana bisa? Aku tak pernah membuat masalah ya.” “…” “Setidaknya dua hari terakhir ini. Ah tidak, sejak kemarin. Lusa aku lupa mengatur jadwal Samuel dengan klien baru dari Singapore. Pria itu kesal, tapi dia menyapaku lebih dulu. Mengatakan rencananya untuk mendiamkanku selama seminggu gagal total.” Liora terkikik lagi. “…” Liora terdiam, senyumnya seketika membeku. “Kau sudah mendengarnya?” “…” “Kenapa kau masih saja membencinya?” “…” Liora tertawa tipis. “Kami hanya professional,
Tepat jam delapan malam, Samuel datang menjemput Liora dengan Buggati birunya. Liora segera turun begitu ia memberitahu kedatangannya. Lima menit kemudian suara sepatu yang beradu di lantai lobi membuatnya berbalik dengan seketika. Kedua mata Samuel memandang penuh ketakjuban begitu Liora muncul dengan begitu sempurna. Rambut bergelombang wanita dibiarkan terurai ke samping, dengan gaun berwarna merah yang menampilkan lekukan tubuh seksi Liora, wanita itu sangat mampu memenuhi segala macam pikiran terliar pria manapun. Belahan samping yang menampilkan kaki jenjang Liora mengintip dengan malu-malu di setiap langkah wanita itu. "Kau terlihat menawan, Liora." Samuel menghampiri wanita itu dengan salah satu tangan di belakang. "Aku tahu dan aku memang selalu seperti ini. Kenapa kau masih saja terkejut, Samuel?" balas Liora dengan senyum yang semakin melengkapi kesempurnaan wanita itu dan kerlingan mata yang mampu melumpuhkan kedua kakinya. Wanita itu selalu dipenuhi kepercayaan diri yan
"Tunggu, Liora." Samuel berhasil menangkap pergelangan tangan Liora di depan pintu lift yang nyaris memisahkannya dirinya dari Samuel. Merasa begitu terkhianati oleh pria itu. "Kau tahu dia yang akan datang?" sembur Liora dalam desisan yang tajam. "Aku tak mungkin membawamu datang jika tahu cucu tuan Saito adalah Daniel. Daniel Lim,” tekan Samuel pada kalimat terakhirnya. Satu-satunya saingannya untuk menaklukkan hati Liora hanyalah Daniel Lim, yang meskipun hanya sebagai bayang-bayang masa lalu Liora. Liora berusaha mencari gurat kebohongan di wajah Samuel, yang tak bisa ia temukan. Ia tahu Samuel mengatakan yang sebenarnya. "Lalu apa yang terjadi tiga tahun lalu? Kau mengatakan padaku bahwa dia dipenjara." Meski Liora tak tahu detail berapa lama pria itu ditahan. Liora tak perlu dan tak ingin tahu. Satu-satunya hal yang membekas hanyalah geram kemarahan Daniel saat ia masuk ke dalam mobil Samuel. Kemudian kegilaan pria itu yang mencoba membunuh mereka berdua dalam kecelakaan itu.
Sungguh, satu-satunya hal yang menahan dirinya untuk tidak mendobrak meja di hadapannya ini adalah dendam yang mengendap di dadanya. Dan bukan sekarang saat yang tepat untuk memberi wanita satu ini hadiah. Setelah semua penderitaan di masa lalu yang tak pernah bisa ia lupakan, bagaimana mungkin Liora sama sekali tak terpengaruh dengan kemunculannya. Meninggalkannya layaknya sampah seperti yang dulu wanita itu lakukan padanya. Tidak, kali ini ia tidak akan menjadi sampah itu. Lioralah yang akan ia tinggalkan. “Melarikan diri lagi, huh?” Akhirnya kalimat itu keluar dalam bentuk dengusan yang tipis. Sudut mata Daniel melirik surat pengunduran diri tersebut. Sama sekali tak sudi akan menyentuhnya. Well, ia muncul di hidup Liora untuk memporak porandakan kehidupan nyaman wanita itu. Kehidupan nyaman yang didapatkannya ketika ia berkubang dalam rasa bersalah dan pengkhiatan yang dilakukan oleh wanita ini. Rasa bersalah telah menjadi pembunuh untuk darah dagingnya sendiri dan luka hati ya
Samuel menjemput Liora tepat jam dua belas siang. Pria itu bersikeras menemani Liora untuk mencarikan beberapa hadiah untuk ulang tahun keponakannya. “Kau tak bisa menolakku, Liora.” Tangan Samuel bersidekap keras kepala di dada. “Kau harus bergegas ke rumah Jenna, kan?” Mata Liora menyipit, menusuk penuh curiga tepat ke kedua mata Samuel. “Dari mana kau tahu tentang itu?” Samuel mengeluarkan sebuah kartu undangan dengan warna pelangi dan bertema kartun favorit Xiu dan Alexa, Snow White. Dilengkapi senyum kemenangan pria itu. “Kau tahu jam makan siang adalah saat jalanan paling merepotkan. Amat sangat merepotkan jika kau menggunakan taksi. Belum dengan pemilihan hadiah. Aku seorang pria, sudah pasti Axel tak suka hadiah boneka, kan?” Liora mendengus sinis akan pengetahuan Samuel tentang ketiga kembar. “Kau tahu Jenna akan menyemburmu begitu kau muncul di depan wajahnya, kan?” “Beruntung jika dia tidak menyiramkan seember air padaku lagi, kan,” canda Samuel. “Tapi … kali ini aku me
Jerome hanya menatap dingin ke arah Daniel, kemudian melirik ke arah Jenna yang tampak memucat. Wanita itu bergerak mendekat ke arahnya, melingkarkan lengan di lengannya. Ia bisa merasakan ketakutan yang menyeruak dari wanita itu. Begitu pun dengan Liora.Satu persatu Daniel menatap bergantian ketiga kembar dengan masing-masing kue ulang tahun dan nama yang tertulis di kue dengan bentuk yang berbeda. Axel, Alexa, dan Xiu. Daniel menatap lebih lama ke arah Xiu, dengan kernyitan yang tersamar. Mengamati wajah putri kecilnya tersebut dan Jerome bergegas menyela perhatian yang terlalu banyak tersebut.“Sekarang bukan saat yang tepat untuk membuat keributan di rumahku, Daniel.”Pertanyaan Jerome berhasil menarik perhatian Daniel, kembali menatap sang sepupu.“Jangan bersikap terlalu keras, sepupu. Kau sudah mendapatkan Jenna yang asli, untuk apa lagi kita perlu mengingat masa lalu yang sudah jauh tertinggal di belakang.” Kalimat Daniel lebih ditujukan pada Liora ketimbang pada Jerome dan J
“Capek?” tanya Samuel begitu Liora mendaratkan pantatnya di jok depan mobilnya.Liora menghela napas panjang sembari bersandar dan memasang sabuk pengamannya. “Ya, tapi setidaknya aku senang bisa bertemu mereka.”Samuel pun melajukan mobil keluar dari kediaman Jerome Lim dan Liora mencari posisi nyaman untuk memejamkan mata. Sepanjang perjalanan, Samuel tak berhenti menyempatkan menikmati pemandangan Liora yang terlelap dengan penuh ketenangan. Hingga ponsel dari dalam tas wanita itu berdering dan menampilkan nama Daniel saat Samuel mengeluarkan ponsel tersebut. Tanpa keraguan, pria itu mengangkatnya.“Ya?”Tak langsung ada jawaban dari seberang. “Di mana Liora?”Samuel melirik ke samping, Liora masih terlelap dan tampaknya wanita itu memang sangat kelelahan. “Masih tidur.”Tak ada reaksi dari seberang dan Samuel pun memilih membuka suaranya lagi. “Apa ada yang ingin kau katakan padanya? Aku akan mengatakannya saat dia bangun.”“Tidak perlu repot-repot. Urusan kami sama sekali bukan u