Share

Aku Tak Mengerti

Aku sedang berdiri di atas balkon apartemenku sambil memegang sebuah botol minuman yang tadi aku beli di supermarket, aku berdiri melamun memikirkan sesuatu yang aneh dalam diriku. Aku tak mengerti apakah aku merasa kosong karena aku baru berpisah dengan Adisty, atau aku merasa kosong karena  Jessica marah dan tidak mau bertemu lagi denganku..

Tunggu! Mengapa aku memikirkan Jessica astaga.. Aku tidak mengerti mengapa gadis itu selalu melintas di pikiranku, apakah aku merasa kehilangan Jessica? Aku benar benar sudah gila sekarang, mana mungkin aku menyukai Jessica.

Aku menatap layar ponselku, mencoba mencari Jessica di sosial media tapi aku tidak menemukan akun sosial medianya. Aku tidak ingin Jessica salah paham kepadaku tentang kejadian malam kemarin, apa aku telah melecehkannya sehingga dia sekarang sangat marah padaku? Astaga bodoh sekali kamu Albert malah mabuk saat bersama Jessica! Aku mengutuk diriku sendiri.

Perasaanku sangat tak karuan, apa aku coba untuk meminta maaf lagi kepada Jessica besok?

  ..

Menatap cermin melihat diriku yang sudah tumbuh dewasa, sudah 15 tahun lamanya kedua Orang tua ku meninggal dan rasanya aku sangat merindukan mereka. Sekarang aku hidup sendiri dalam kesepian di tengah-tengah kota besar ini, menjalankan kehidupan yang sangat membosankan.

Dua bulan lagi usiaku menginjak angka 21 tahun, aku sangat bingung harus senang apa sedih. Semakin dewasa aku hanya hidup dalam kesunyian meski aku berasa di tengah keramaian sekalipun.

Air mataku menetes dengan sendirinya, rasanya hidupku terlalu melelahkan dan sangat membosankan tanpa ada yang menemaniku. Aku menghapus air mataku karena aku harus segera bergegas pergi untuk bekerja.

'Ayo semangat Jessica, kamu pasti bisa melewati semua ini! Dan kamu harus tetap hidup apapun alasannya!' aku menyemangati diriku sendiri, lalu pergi meninggalkan apartemenku menuju kantor.

Aku turun dari bis dengan hati-hati, lalu menyebrang menuju gedung yang ada di hadapanku sekarang. Beruntung sekali gedung itu berdiri tepat tak jauh dari halte bis jadi aku tak perlu repot-repot untuk berjalan lebih jauh lagi.

Melihat orang yang berjalan dengan teman atau kekasihnya aku menghela nafas, mungkin rasanya sangat bahagia memiliki teman dekat atau orang spesial untuk memotivasi diri

"Hah, yang benar saja bahagia sekalinya aku memiliki pacar hanya di selungkuhi dan dicampakan!" ucapku penuh kesal karena mengingat kejadian kemarin.

Aku telah sampai di ruangan ku lalu aku meneguk sebuah minuman yang tadi aku bawa, tak lama ada seseorang yang menepuk pundakku dan membuatku kaget.

"Uhukk!!" aku tersedak.

"Kamu tidak apa-apa?" ucap seseorang sambil menepuk-nepuk pundakku pelan.

"Matamu! Sudah jelas aku tersedak masih saja nanya," jawabku penuh emosi, aku menatapnya sinis.

"Maaf aku tak sengaja," kata orang itu merasa bersalah.

"Sudah ku bilang, jangan pernah mengangguku lagi!" tegasku kepada Hansen, aku sangat kesal sekali mengapa dia masih berani datang lagi di hadapan wajahku.

"Aku tak menganggumu Jess, aku disini mau mengajak mu makan siang nanti," ucapnya.

Aku menatapnya datar, mengapa Hansen sangat egois sedari dulu. Lihat lah dia hanya mementingkan perasaannya saja, mana mau mengerti dia tentang perasaanku.

Hansen memasang wajah memelas berharap aku mau meng-iya kan perkataannya, namun aku sangat tidak perduli padanya. 

Jam makan siang telah tiba, aku mengerutkan keningku karena bingung banyak kesali berkas yang masih berantakan, bisa-bisa malam ini aku lembur, batinku.

Tak lama Hansen datang membawa dua kotak makanan, wajahnya sangat berseri dan sepertinya dia sangat bahagia.

"Aku tahu kamu pasti akan mengelak untuk aku ajak makan siang, jadi aku bawa kesini saja. Ayo kita makan"

Dia menyodorkan satu kotak makanannya kepadaku, aku menatapnya malas, bibirku tersenyum sinis.

"Kenapa?" tanyaku sinis dan sedikit mengejek.

"Kenapa apanya Jess?" jawab dia bingung.

"Kenapa kamu menjadi tak waras setelah putus denganku? Kau lupa dulu aku sering membawakanmu makan tapi kamu tak memakannya, bahkan kamu membuangnya di hadapanku." ucapku penuh rasa sakit mengingat perlakuannya dulu padaku.

"Aku minta maaf, sekarang aku mau menebus kesalahanku dulu padamu. Aku sangat kehilanganmu setelah kau pergi.."

"Kehilangan setelah aku pergi? Kamu gila! Kamu sendiri yang pergi meninggalkanku.."

Aku masih tak mengerti Hansen memang tak waras, tanpa rasa bersalah dia menyakitiku lalu dengan gampangnya meminta maaf.

"Hansen kamu tahu, meminta maaf itu sangatlah mudah daripada memaafkan," ucapku lagi.

Hansen hanya terpaku mendengar ucapan ku, ingin sekali aku melakukan hal yang sama padanya.

"Aku bukan gadis yang bodoh lagi sekarang Hansen, jadi berhentilah membuang waktumu untuk melakukan lelucon seperti ini!" aku lalu bangkit dan segera meninggalkan Hansen yang masih terdiam membisu,

Bagaimana rasanya di abaikan..

....

Hansen masih terpaku di depan kursi Jessica, hatinya sangat tertohok mendengar ucapannya. Memang benar memaafkan tidaklah mudah namun Hansen akan terus mencoba untuk meminta maaf kepada Jessica.

Membuka kotak makanan yang tadi dibawanya, Hansen memakan makannya di kursi Jessica sambil merasa sangat bersalah. Setelah selsai Hansen meninggalkan satu kotak makanannya untuk Jessica.

Sedangkan disisi lain Albert sedang merasa frustasi karena dia tak tahu caranya untuk membujuk Jessica agar mau bertemu dengannya lagi. Albert melemparkan barang yang ada di hadapannya dengan kesal.

"Arghhhh... Kenapa juga dia harus marah padaku aku kan hanya menciumnya tak sampai menidurinya," ucap Albert dengan frustasi.

Perasaannya sekarang sangatlah berantakan lebih dari melihat pacarnya yang selingkuh kemarin, Albert mulai salah tingkah karena memikirkan Jessica. Sedangkan Jessica sendiri tidak memikirkan Albert sekalipun.

Hari sudah mulai malam Jessica masih sibuk mengurus berkasnya yang belum selsai, dia menatap kotak yang di bawakan Hansen tadi lalu membukanya. Disana terdapat nasi, sosis, sayap ayam dan ikan sarden makanan favorit Jessica semua.

Jessica berasa bersalah jika dia membuang makan itu, bagaimanapun juga sepertinya Hansen tulus membawakan makanan ini. Dia menyuapkan makanan yang sudah dingin itu dan memakannya sampai habis.

Setelah selsai makan Jessica segera merapihkan mejanya untuk segera pulang, setelah selsai dia menunggu bis yang lewat namun bis itu tak kunjung datang

Sekitar 30 menit Jessica berdiri di halte bis menunggu bis yang menuju kearah apartemennya tiba, tapi ketika Jessica sedikit melamun ada tiga orang pria mulai menghampiri Jessica dan mengganggunya.

"Halo cantik, sendirian aja nih.. Kok malam-malam begini baru pulang.." goda pria yang badannya paling tinggi.

"Boleh dong kita temenin.." ucap pria satunya lagi.

Jessica mulai ketakutan tubuhnya gemetar melihat pria asing yang menggodanya itu, Jessica menundukkan wajahnya agar tetap tenang, namun pria itu masih tetap menggoda Jessica.

"Bis nya udah lewat jam operasional mending abang ater aja yuk neng hehehe.." 

Mereka sudah semakin kurang ajar terhadap Jessica yang sedang sangat ketakutan, Jessica sangat takut sekali sekarang dia bingung mau menghubungi siapa untuk menjemputnya, terlebih jalanan tiba-tiba sangat sepi.

Keringat dingin mulai memenuhi wajah Jessica yang sedang ketakutan, sedangkan pria-pria itu mulai lebih mendekati Jessica.

Tiba-tiba mobil hitam melintas dan berhenti di hadapan Jessica, ada seseorang yang keluar dari mobil itu membuat pria-pria asing tadi segera pergi, tubuh Jessica sangat lemas sekarang.

Laki-laki itu menghampiri Jessica dan memeluknya, tubuh Jessica masih gemetar dia memeluk balik laki-laki itu lalu menangis.

"Aku takut..." lirih Jessica sambil menangis tersedu

"Udahh kamu sekarang aman, ayo masuk ke mobil yu disini dingin nanti kamu masuk angin," ucap Albert sambil melepaskan pelukannya dan memakaikan kemeja yang di gunakan Albert tadi, sekarang Albert hanya mengunakan kaos polos saja.

Jessica masuk ke mobil Albert, sedangkan Albert segera memasangkan sabuk pengaman kepada Jessica dan mengusap air matanya.

"Udah jangan nangis yaa.. Sekarang kamu udah aman bersama saya."

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status