Share

17. Queen

"Berhenti disini."

Meski bingung, Jeremy menghentikan mobilnya. Dia selalu memarkir mobilnya tepat di depan rumah Hansa untuk mengantar jemput Tuannya itu. Tapi dia tetap mematuhi perintah yang diucapkan Tuannya meski akhir-akhir ini banyak permintaan aneh.

Hansa segera keluar dan menyuruh Jeremy memakirkan mobilnya ke tempat biasa. Bukan tanpa alasan dia meminta turun disini. Dia melihat istrinya tengah bermain dengan anjingnya dan Hansa berniat untuk langsung menemuinya.

Dia melepaskan jasnya dan melampirkannya ke tangan kirinya. Semakin dia dekat dengan mereka, dia bisa mulai mendengar tawa kecil Rhea yang tengah bersenang-senang melempar boneka tulang untuk diambil anjingnya.

"Bersenang-senang?" Ia menghampiri.

Rhea menoleh kearahnya, "Little White Sangat pintar." Beritahunya.

Little White?

Anjing itu menginterupsi mereka dengan menempel ke kaki Rhea dan menjatuhkan mainannya. Menatapnya dengan ekor bergoyang-goyang, meminta perhatian Rhea. 

Rhea tertawa geli merasakan bulu halus Little White di kakinya. Dia membungkuk dan merengkuh anjing besar itu dan menepuk-nepuk punggungya. "Goodjob boy." Pujinya.

Little White tampaknya mengerti bahasa manusia. Anjing itu bersolek mendengar pujiannya dengan berguling di rerumputan.

Hansa memandangi anjingnya dengan tatapan tajam. Anjingnya tidak tahu malu. Menggoda istrinya didepan wajahnya. Dia bahkan berhasil mendapatkan pelukan dari Rhea, yang mana Hansa sendiri tidak pernah. Hansa iri dengan anjingnya sendiri.

"Namanya Ares." Hansa memberitahu.

"Kau bercanda, dia tidak garang seperti dewa perang." Rhea berkomentar.

Hansa memilih untuk tidak memberitahunya kebenaran tentang Ares. Anjing itu tampaknya ingin memainkan fasad hewan peliharaan manis dan lucu didepan Rhea. Andai istrinya tahu, di rumah ini tidak ada yang berani mendekati Ares karena dia liar sehingga dia dibiarkan seenaknya sendiri.

"Ares," panggilnya. "Datang ke papa."

Anjing itu memberinya tatapan kotor sebelum menggonggong singkat dan melompat ke arahnya. Hansa membelai dahi Ares dan menatap istrinya. "Dia anak nakal."

Ares menyalak protes.

Rhea tertawa melihat interaksi mereka.

Mereka bertiga berjalan bersama dengan Ares yang memimpin. Setelah tiba di teras rumah. Rhea melompat ke arah tengah-tengah pintu dan menghadang Hansa.

"Apa? Aku tidak boleh masuk?" Hansa menggoda.

Rhea menggeleng-gelengkan kepala. Dia menjulurkan tangan ala penghormatan tamu ke arah pintu dan berkata, "Home sweet home."

Hansa melangkah masuk dan berhenti di satu langkah. "Aku melihat." Ucapnya.

Hansa tidak peduli isi rumahnya. Sejujurnya, dia menyerahkan semua penataan rumah ke salah satu start up interior rumah. Sekarang, setelah semuanya diganti oleh barang-barang pilihan Rhea, dia baru sadar kalau desain yang dulu terlihat kuno. 

Dia berbalik,

"Nyonya Rhea, tampaknya kamu memiliki bakat artistik di bidang ini." Pujinya.

***

"Ini adalah sop matahari dengan jamur Matsutake selamat menikmati." Bi Asih datang dengan hidangan yang dari baunya saja sudah menggugah selera makan Rhea.

"Terimakasih." Ucapnya. Dia tidak sabar untuk segera mencicipinya.

"Hati-hati, itu masih panas." Hansa memperingatkan. Dia mengambil sesendok dan menunggunya selama sekian detik di udara sebelum menyerahkannya kepada Rhea. "Makanlah."

Tidak seperti ekspetasi Hansa yang ingin menyuapi istrinya, Rhea mengambil alih gagang sendok itu dan memilih menyuapi dirinya sendiri.

"Enak." Komentarnya.

"Makanlah yang banyak."

Rhea menghentikan kegiatan makannya. "Apa katamu tadi?" Dia bertanya.

Hansa tahu itu pertanyaan berbahaya dan menjebak. Dia hanya ingin Rhea makan sepuas yang ia mau. 'Wanita', ia menghela.

"Lupakan saja." 

Mereka makan malam dalam diam. Hansa baru dalam suapan ke tujuh sebelum Rhea meletakkan sendok dan garpunya lalu mengambil serbet, tanda bahwa ia telah selesai. Hansa melihat piringnya, makanannya masih tersisa banyak.

Hansa tahu selebriti harus menjaga fisik tubuhnya. Salah satu caranya, makan dalam porsi kecil dan kadang melakukan diet. Tapi sisa di piring Rhea keterlaluan. Hansa pikir dia hanya makan dalam empat suapan. Itu tidak sehat.

"Sudah?" Ia bertanya.

"Aku lupa memberitahu Bi Asih untuk membuat porsi kecil untukku dan ya, aku sudah selesai." 

Rhea tidak tahu kenapa Hansa mempermasalahkan pola makannya. Dia sedang diet sekarang setelah kemarin berat badannya menambah tiga kilogram.

Dia menoleh ke Bi Asih yang tengah membersihkan dapur. "Sajikan hidangan penutupnya." Katanya.

Hidangan penutup yang dibuat kali ini adalah puding jeruk. Rhea berhasil menghabiskan puding di mangkuk kecilnya. Itu membuat Hansa senang bahwa setidaknya dia mendapat asupan tambahan. 

"Aku selesai." Rhea ingin beranjak berdiri tetapi tangannya ditahan oleh Hansa. 

"Bisakah kau tinggal sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan." Hansa menjelaskan.

"Oke."  Mata Rhea menatap tangannya yang masih dipegang Hansa meski dia telah kembali duduk dan bersiap untuk mendengarkan. Dia menarik tangannya.

"Maukah kamu besok pergi menemui orangtuaku?" Tanyanya.

"Besok aku harus ke agensi." Rhea menjawab. Tetapi kemudian dia menambahkan, "Tapi waktu sore kosong. Jika kau mau?"

Hansa senang mendengarnya. "Sore." Dia mengiyakan.

"Goodnight." 

Rhea langsung ambruk merebahkan diri di kasurnya. Kegiatan hari ini melelahkannya. Dia hanya ingin rebahan untuk merilekskan tulang-tulang punggungnya. Dia menyalakan ponselnya dan membuka aplikasi g***l. Ada pesan yang harus ia balas.

***

Vancouver, Kanada

Seorang laki-laki berjaket hitam masuk ke dalam market retail yang tampak lengang di pagi hari ini. Dia mengambil keranjang dan memulai berbelanja barang. Dia mengabaikan rak yang berisi peralatan rumah dan langsung menuju ke rak makanan hewan dan memasukkan banyak ke keranjangnya. Kemudian melewati etalase buah-buahan, mengambil kaleng minuman secara acak dan pemberhentian terakhir berada didepan berbagai merek es krim.

"Totalnya 50 dolar."

Dia mengeluarkan kartu debitnya untuk membayar. 

Sambil menjinjing barang pembeliannya, dia menyusuri jalanan yang ramai dengan orang-orang berlalu lalang dengan kepentingan masing-masing. Dia mengetatkan jaketnya, udara di masa pergantian musim gugur menuju musim dingin bisa sangat menusuk. 

Dia masuk ke salah satu bangunan apartemen kelas atas yang berjajar. Menekan tombol lift ke lantai tiga dan menuju kamar bernomor 20. Dia mengeluarkan akses masuk apartemennya dan membukanya. Dia disambut oleh anjing Siberian Husky putih peliharaannya yang telah menanti kehadirannya.

"Sabar Little White." Dia membelai dahi teman kecilnya itu.

Dia membuka makanan anjing yang baru saja dibelinya ke dalam wadah hitam di sudut pintu. Anjingnya memakannya dengan cepat. Dia tertekeh melihat tingkah Little White, nama anjingnya.

Setelah merapikan barang belanjaannya ke tempat penyimpanan di dapur, dia mengambil minuman kopi instan dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia menyalakan komputernya dan melihat bahwa dia telah mendapat balasan dari teman penanya, Queen.

Senyumnya perlahan muncul saat membaca pesan balasan. Mereka dipertemukan secara tidak sengaja karena kecintaan mereka dengan bunga. Dia jarang bisa berteman, apalagi pertemanan jarak jauh dengan seseorang yang menggunakan profil anonimitas. Tapi yang ini berbeda. Setelah bertukar surat kurang lebih dua tahun. Dia yakin dia orangnya. 

"Hey kiddo." Anjingnya melompat masuk kepangkuannya. 

"Ingat Queen, teman kita?" Tanyanya. Dia sudah terbiasa berinteraksi satu arah dengan anjingnya. 

Little White menjulurkan lidahnya dan menatap pemiliknya dengan netranya yang berbeda warna, biru dan cokelat.

"Kurasa sudah saatnya kita terbang ke Indonesia dan menemuinya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status