Tangannya ditarik paksa.
Dia tidak punya waktu untuk berduka mengenai kehilangan dua pelayan setianya. Arya memaksanya untuk turun dari keretanya yang telah rusak, merangsek kedepan sambil mengayunkan pedang ke arah musuh yang mendekati mereka.
Kakinya tidak sengaja tersandung sesuatu dan saat dia melihat kebawah, dia berteriak. Dibawahnya ada kepala manusia yang terpenggal. Tubuhnya bergetar hebat. Dia sangat ketakutan sekarang.
"Tolong pejamkan matamu putri." Perintah Arya yang langsung dipatuhinya.
Arya menggendongnya. Dia bisa merasakan cengkraman kuat di lengannya. Tubuhnya berjengit ketika mendengar dentingan pedang yang terdengar keras di lakukan didekatnya
Dia berdoa. Berdoa kepada Sang Hyang Widhi untuk selamat dari kematian hari ini. Berdoa agar Arya mendapat kekuatan untuk bisa menghalau para perampok bengis itu.
Dia merasa tubuhnya ditempatkan ke sesuatu. Dia membuka matanya dan melihat bahwa dia telah berada di atas kuda milik Arya. Dia tidak pernah menaiki kuda secara langsung. Dia takut dengan hewan itu karena di waktu kecil, dia pernah hampir mati diinjak-injak kuda.
"Awas dibelakangmu!" Dia berteriak.
Sudah terlambat, keris musuh itu telah tertancap di punggung bagian kiri sang Senopati. Sebagai gantinya Arya segera menggorok leher musuh dengan pisau kecil yang terselip di pinggangnya.
Sambil meringis penuh kesakitan, dia menaiki kudanya. Dia menghiraukan rasa sakit di perutnya. Dia memiliki seorang putri yang harus dia lindungi. Dengan itu, mereka berpacu dengan cepat menembus kengerian malam.
Mereka baru sampai di ibukota ketika fajar menyingsing. Arya langsung mengarahkan tujuannya ke kediaman saudagar terkaya di kerajaan Tranggana.
Kedatangan mereka menimbulkan kegemparan dan keresahan.
Dia dituntun turun oleh para pelayan yang telah menunggu kedatangannya. "Ndoro Ayu tidak apa-apa?" Tanya salah satu dari mereka.
Sebelum dia menjawab, Arya telah terjatuh dari atas kudanya dengan darah mengucur dari luka tusuknya.
"Arya! Arya!" Dia berteriak memanggil.
.
Rhea terbangun. Terengah-engah dengan mimpi yang baru terjadi. Dengan tangan gemetar, dia meraba-raba saklar lampu tidur di nakas dan menyalakannya. Ia masih merasakan cemas dan khawatir."Damn!" Umpatnya pelan. Sekarang dia bahkan tidak bisa tidur dengan tenang karena disambangi mimpi aneh.
Sejak kapan mimpi bisa disambung ke waktu tidur selanjutnya?
"Rhea?"Hansa terbangun karena merasakan sentakan disampingnya. Dia menatap istrinya yang tengah terduduk kacau. Dia bisa mendengarnya bernapas tersengal-sengal.
Rhea menoleh dan merasa bersalah telah membangunkan tidur Hansa.
"Hanya mimpi buruk." Ia berkata, nyaris berbisik. Tidak sepenuhnya bohong tentang mimpinya.
"Mau kubuatkan susu hangat?" Tanyanya. Dia telah menyibakkan selimut dan ikut terduduk menemani Rhea.
"Tidak usah." Rhea tidak enak hati. Dia mengambil gelas berisi air minum di nakasnya. "Ini sudah cukup." Dia meminumnya.
"Maaf telah membuatmu terbangun. Kita bisa kembali tidur sekarang." Lanjutnya.
Hansa membantu menenangkannya dengan mengusap-usap lembut punggung tangannya. "Jika kau takut, kau bisa memelukku."
Bantal terlempar ke arahnya.
"Memangnya kau penangkal mimpi buruk?" Tanyanya sambil tertawa kecil.
Rhea memunggungi Hansa yang tengah tersenyum seperti orang kasmaran sambil memeluk bantal lemparan.
"Suamimu ini enak buat dipeluk loh."
Hansa mempersempit celah diantara mereka dan memeluk Rhea. Tangannya berada diatas pinggul Rhea, yang sedetik kemudian ditepis oleh istrinya.
"Pindah atau aku tidur di kamar lain." Ancamnya.
***"Apa kau percaya reinkarnasi?"
Kay melirik Rhea. Di kursi belakang, artisnya itu tengah duduk dan tampak serius menatap pemandangan lewat kaca mobil. Dia melihat Rhea memakai gaun hitam selutut dengan sepatu bot senada. Kay menyetujui pilihan fashionnya. Rhea memang tidak pernah salah dalam memilih pakaian. Bahkan dari sudut ini, Rhea tampak seperti seorang dewi yang keluar dari lukisan. Yah, lebih tepatnya dewi jahat. Tapi Kay menyukainya begitu juga dengan sebagian orang. Wanita berbudi luhur? Bah, di masa sekarang, wanita-wanita seperti Rhea yang berpenampilan girl crush ini yang patut dicontoh.
Kembali ke soal, Kay membuat pertanyaan seperti itu setelah Rhea menceritakan mimpinya. Jujur saja, Kay tidak pernah mengalami mimpi berlanjut ala sinetron.
"Kepalamu pasti telah terantuk batu. Hanya itu yang bisa kamu pikirkan?" Cibir Rhea. "Aku tidak."
"Mau bagaimana lagi, mimpi berlanjut itu aneh. Kalau saja bisa berlanjut, aku ingin melanjutkan mimpiku dengan Chang Wook Oppa." Gumam Kay. Ah, memikirkan kembali mimpinya sebulan silam masih membuatnya kesal. Dia sedang bersenang-senang didunia mimpi bersama Ji Chang Wook, aktor korea kesayangannya, mereka akan berciuman jika saja suara bedebah yang datang dari ponselnya itu tidak membangunkannya.
"Maafkan aku. Aku mana tahu kau sedang bermimpi indah" Balas Rhea geli.
Kay memayunkan bibirnya. Ya, panggilan dari Rhea lah yang membangunkannya dari mimpi indah yang sangat langka. Karena itu, Kay akhirnya memakai mode pesawat ketika dia ingin tidur tetapi akhir-akhir ini mimpinya malah bergenre petualangan horor. Andai mimpi itu bisa diulang.
"Tapi... Aku sungguh penasaran dengan mimpimu. Katamu kan bersetting di jaman kuno, siapa tahu itu dari kehidupanmu sebelumnya."
Kay melirik ke kaca spionnya. Ada mobil berwarna hitam dibelakang mereka. Kay melihat mobil itu sengaja membuntuti mereka karena Kay telah menurunkan kecepatan agar bisa disalip tetapi tetap saja mobil dibelakangnya itu memilih mengekori mereka. Jawabannya satu, paparazzi.
"Ada paparazzi di belakang." Ia memberi tahu Rhea.
"Here we go again." Rhea mendesah lelah. Tiga hari terakhir ini dia tampaknya bebas dari paparazzi dan itu hal yang menyenangkan. Sekarang, baru perjalanan ke agensi dia telah dibuntuti satu. Mereka sekumpulan orang yang pantang menyerah sebelum mendapat berita yang menjual.
"Biarkan saja. Aku berpenampilan bagus hari ini." Ucapnya.
Kay kesal dengan mereka. Paparazzi ini semakin menyulitkan pekerjaannya sebagai pendamping artis dan terkadang mereka tidak segan-segan bertindak anarki! Ia bergidik. Jadi selebriti terkenal itu susah. Sekali Rhea pernah menghardik mereka, mereka akan membuat puluhan berita seolah-olah mereka menjadi pihak yang tersakiti dan Rhea akan terframing sebagai sosok artis kasar dan tidak ramah. Itu berita lama.
"Sudah ada beberapa jurnalis yang menunggu didepan pintu dari kemarin. Mereka bertekad untuk mendapatkan cerita dan foto terbarumu."
"Tidak bisakah mereka meninggalkanku sendiri." Rhea mengerang frustasi.
"Mereka tidak akan berhenti. Karena itulah Pak Bertha telah membuat jadwal wawancara dengan UVA." Kay menyebut nama salah satu majalah terkenal.
"Kenapa tidak ada yang memberitahuku mengenai hal ini?!" Rhea memprotes.
"Aku memberitahu."
Seperti perkataan Kay, sudah ada yang menunggu mereka didepan kantor agensi. Tapi ini lebih buruk dari yang mereka berdua kira. Ada puluhan kamera yang saling berebut menjadi yang terdepan untuk mendapatkan foto ketika mobil mereka berhenti. Untungnya sudah ada dua penjaga yang akan mengawal Rhea.
Rhea menghirup napas dalam-dalam sebelum menggeser pintu dan keluar.
"Rhea, tolong lihat kesini."
"Rhea, apa kamu mengenal Hansa Adiwinata sebelumnya?"
"Bagaimana tanggapanmu mengenai pacar yang menyelingkuhimu?"
"Apakah anda memutuskan pensiun menjadi artis?"
Sinar flash kamera berkilat di sana-sini. Mereka semakin merangsek dengan ganas menuju sang artis yang masih menutup mulut dan tidak menjawab pertanyaan apapun yang ditujukan.
Rhea merasa tubuhnya ditarik-tarik dari segala sisi. Dia mempercepat jalannya tetapi ada salah satu jurnalis yang berhasil menerobos jalur dan menghadang didepannya dengan ponsel diarahkan ke arahnya.
"Apakah semua kejadian di pernikahanmu itu nyata dan bukan rekaan?"
Rhea tetap tidak menjawab. Sepertinya itu membuatnya kesal sehingga dia dengan sengaja menjulurkan kakinya. Rhea yang tidak melihat ke bawah saat berjalan akhirnya terjegal parah.
Dia akan jatuh ke tanah dan para jurnalis akan senang karena bisa mendapat foto memalukan darinya. Tapi dia tidak jadi tersungkur, tidak jadi mencium lantai semen dibawahnya. Ada tangan yang menahan dan menarik tubuhnya untuk kembali berdiri tegak.
Rhea mendongak dan melihat wajah yang telah dikenalnya.
Rhea menatap dirinya di cermin. Jelas dia sedang tidak dalam keadaan baik. Rambutnya kusut karena ia sendiri lupa kapan menyisir rambut. Pelupuk matanya sedikit bengkak karena habis menangis satu malam. Rhea tidak menyukai tampilannya.Dia melewatkan sarapan bersama pagi ini karena ingin menghindari ibunya. Dia juga akan keluar rumah hari ini, pergi ke tempat baru yang akan ia tuju mengikuti seberapa jauh dia bisa mengendarai mobilnya. Sendirian, tanpa memberitahu Kay atau siapapun. Dia ingin menghilang sejenak, menenangkan diri, dan berpikir mengenai masa depannya yang baru.Dia memakai jaket dengan kaos putih dibaliknya dan ripped jeans yang ia beli beberapa tahun yang lalu yang untungnya masih muat. Dia memakai pakaian yang seadanya yang masih tertinggal di lemarinya.Ketika dia keluar, dia berpapasan dengan Eda.Adiknya bertanya, "Mau kemana?""Pergi." Balasnya singkat.Eda menatapnya selama beberapa detik sebelum mengangguk, lalu pergi.
Dua hari setelah dia bangun dari koma dan dinyatakan sehat, dia akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit. Rhea senang dengan hal itu karena dia tidak menyukai berlama-lama tinggal di ruangan dengan alat-alat kesehatan dan bau obat yang menguar di setiap dindingnya.Berbeda dengan sikap penuh bunga yang ditampilkan Rhea. Christina menampilkan aura sebaliknya. Bukan karena dia tidak suka anaknya sembuh, Christina bahkan hampir gila ketika menunggui Rhea agar terbangun dari komanya yang berjalan selama sepuluh hari. Hanya saja, dia sebal dan ingin mulutnya gatal untuk memarahi anak sulungnya itu yang sekarang duduk di kursi belakang mobil suaminya dengan Edward disampingnya.Rhea tidak seharusnya pulang kerumahnya. Dia harusnya pulang bersama Hansa, bukan bersama mereka.Christina sebagai ibu sudah menyadari hubungan Rhea dengan suaminya sedang kisruh alias tidak sedang baik-baik saja. Itu membuatnya bingung, dia hanya tidak mengerti jalan pikiran anaknya yang sepert
Hansa seketika mematung. Dia sangat terkejut dengan perkataan Rhea yang tiba-tiba mengungkit soal perceraian. Tangannya berhenti bergerak dan dia menatap Rhea yang sekarang tengah memalingkan muka dan menolak menatapnya.Kedua mertuanya yang berdiri disampingnya juga sangat terkejut atas perkataan Rhea. Bagaimana tidak? Kalimat pertama yang diucapkan Rhea selepas terbangun dari komanya adalah meminta perceraian didepan suaminya yang merawatnya dengan baik ketika dia tenggelam dalam koma."Rhea, apa kau sadar apa yang kau katakan?" Christina bertanya dengan penuh kehati-hatian. Dia melirik menantunya yang wajahnya langsung berubah drastis dari kebahagiaan menjadi penuh tanda tanya.Rhea menolak untuk melihat mereka. Matanya menunduk dan lebih memilih melihat selang infus yang menyalurkan nutrisi ke tubuhnya."Kalian keluar saja. Aku ingin sendirian bersama Hansa." Ucapnya enggan.Christina ingin mendebat namun tangan Theodorus yang menyentuh bahunya
Rhea terduduk saking tidak bisa berdirinya dia setelah mengetahui akhir kisah dari Sekar yang ada dalam mimpinya. Itu bukan kisah yang akan dia harapkan. Rhea tidak pernah menebak Sekar akan berakhir mati di tangan Arya, juga tidak pernah menebak kehidupan pernikahan Sekar akan lebih sering terselimuti duri dibanding bahagia.Tanpa sadar air mata telah mengalir dari kedua matanya yang ia tujukan kepada Sekar yang masih duduk didepannya."Sekarang kamu telah tahu ceritaku." Sekar menatap Rhea dengan pandangan yang tak terbaca.Itu membuat Rhea semakin tidak mengerti kenapa dia harus memiliki pengalaman seperti ini. Dia sendiri tidak tahu dia masih hidup atau mati, dan sekarang dia sedang berhadapan dengan tokoh di mimpinya. Rasa-rasanya Rhea sudah tahu seperti apa keterkaitan antara mereka berdua tetapi dia mencoba untuk tidak berpikir kearah itu."Jatuh cinta membuat kita bodoh bukan?" Tanya Sekar, melanjutkan kisahnya dengan
Tepat hari minggu pertama sejak istana berduka atas kematian permaisuri, alun-alun kota ramai dengan berbagai kalangan yang kesemuanya punya satu tujuan. Melihat perang tanding antara rajanya dengan patihnya hingga salah satu diantara mereka mati.Mereka semua sudah tahu mengenai berita cinta segitiga diantara raja ratu dan patihnya. Rakyat biasa mengira itu hanyalah rumor yang dibuat untuk mencoreng nama permaisuri. Namun sekarang melihat dua pria itu bertanding yang kabarnya berhubungan dengan kematian Sekar membuat mereka tertarik mendengar gosip lebih dalam lagi.Pertandingan masih akan dimulai di sore hari namun saat siang alun-alun sudah padat dengan orang. Para pejabat kerajaan sudah berdiri di poskonya masing-masing. Terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung Ayudhipa dan kubu pendukung Arya yang rata-rata dari prajurit bekas perang terakhir.Ketika matahari mulai tergelincir dari puncaknya, rombongan Aryalah yang pertama kali muncul. Dia
Arya langsung melepaskan gagang pedangnya. Seluruh tubuhnya gemetar ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Tidak," bisiknya.Dia terduduk lemas ditanah. Matanya menatap siapa yang ia hunus dengan pandangan tidak percaya.Ini semua tidak ada dalam rencananya.Ayudhipa lah yang ingin dia bunuh. Bukan perempuan yang dicintainya yang sekarang tengah berbaring di tanah didepannya dengan darah bersimbah di perutnya."Sekar!" Teriak Ayudhipa.Pria itu menatap pedang yang menancap di perut Sekar dengan ketakutan. Dia segera bersimpuh dan memangkunya."Rwanda!" Teriaknya. Memanggil bawahannya yang izin buang air kecil.Senopati muda itu datang tergopoh-gopoh mendengar teriakan rajanya. Matanya melihat kejadian didepannya dan keterkejutan serta ketakutan terlihat di matanya."Panggil tabib! Cepat!" Perintah Ayudhipa. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Matanya telah berkac
Laksita memberitahunya kabar. Kabar yang membuat dia langsung menebaskan pedangnya ke kumpulan bambu didepannya saking inginnya untuk membunuh seseorang. Tidak peduli dia tengah dilihat oleh pasukannya dibelakangnya.Mereka telah memenangkan pertarungan berdarah selama lima bulan sejak dia diutus memimpin wilayah barat. Arya telah mengerahkan seluruh kemampuan mengatur strateginya untuk menaklukkan pasukan koalisi tiga kadipaten paling barat yang ternyata lebih tangguh dari prediksinya. Lalu apa yang dia dapatkan? Hukuman mati dari raja menantinya di ibukota dengan tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah dia lakukan bersama Sekar."Tenang Arya, kami disini berada disisimu." Ucap salah satu senopatinya yang segera diangguki yang lain.Namun itu tak menyurutkan kemarahan Arya yang ditujukan kepada rajanya."Bagaimana keadaan permaisuri?" Tanyanya kepada Laksita yang memang tidak ikut dengannya ke perang terakhir.
Sekar jelas-jelas sangat terkejut dan tersinggung dengan tuduhan yang Ayushita arahkan kepadanya. Bagaimana tidak? Dia tidak peduli dan sama sekali tidak ikut campur dengan kehamilan Ayushita sejak awal. Jika bukan karena adat pun dia tak akan mengunjungi selir itu. Kemarin pun dia datang hanya untuk kunjungan singkat. Kegilaan apa yang tengah Ayushita miliki hingga berani menuduhnya seperti itu?"Jaga ucapanmu selir Ayushita. Kau tahu sendiri aku tidak pernah berhubungan denganmu selain kemarin, itupun kau tahu sendiri aku melakukan apa di rumahmu." Balasnya dengan penuh penekanan.Tuduhan semacam ini hanya akan memunculkan rumor yang semakin menyudutkannya."Sebelum kedatanganmu, bayiku sehat-sehat saja. Tapi gara-gara kamu, aku harus kehilangan anakku!" Balas Ayushita histeris. Dia masih menangis terisak dengan tangan memegangi perutnya. Disampingnya seorang dayangnya tengah mencoba menenangkannya."Yang Mulia, kamu harus bersik
Bulan-bulan berlalu seperti lintasan sekejap mata. Kediaman Sekar masih tertutup dan tampak terlihat dingin dibanding rumah-rumah lainnya. Dia lebih suka tinggal di pendopo belakang rumahnya sambil menyesap teh dan melihat senja berakhir.Hubungannya dengan Ayudhipa masih renggang, sesekali dia menerima pria itu datang dan bermalam di rumahnya tapi hubungan mereka tidak sebagus sebelum mereka menikah.Hari ini dia akan menemui salah satu selir. Kehamilan selir Ayushita telah berusia lima bulan dan sesuai adat istiadat, sang permaisuri harus mengunjunginya dan memberi berkat ke bayi itu. Karena sesuai legalitas, setiap anak yang dilahirkan selir akan menjadi milik permaisuri dan anak itu akan memanggil permaisuri dengan sebutan 'ibunda'.Sekar memakai pakaian resminya yang berwarna merah. Dia naik tandu untuk pergi ke kediaman selir yang dituju dengan sepuluh dayang dan kasimnya yang mengikuti dari belakang."Salam Kanjeng Ratu." Serempak