"Aku pacar Rangga! Aku mengandung anaknya!"
Selepas kalimat itu diucapkan, huru-hara yang sebenarnya dimulai. Sebagian besar tamu tidak tahu harus berbuat apa untuk bereaksi terhadap pernikahan yang terancam batal. Tapi ada sedikit dari mereka yang diam-diam mengeluarkan smartphonenya untuk merekam kejadian langka dalam upacara pernikahan. Lagipula ini pernikahan Rhea, setiap gerak-gerik aktris itu didepan publik bisa menjadi headline di berbagai surat kabar.
Rhea masih berdiri kaku. Dia masih percaya bahwa adegan ini hanya ada dalam pikirannya. Mungkin dia terlalu lelah dan berhalusinasi. Hey, ini tidak mungkin terjadi padanya kan? adegan pernikahan yang kacau hanya bisa terjadi di film yang jelas settingan. Tetapi hatinya mencelos dan serasa jatuh ke lambungnya ketika melihat wanita itu bergerak menuju kearah mereka. Wanita yang tidak ia kenal itu berjalan melewatinya, dia tertuju ke arah Rangga dan langsung memegangi lengan calon suaminya dan memaksanya untuk turun dari altar.
"Rangga, jelaskan semua ini." Pintanya. Dia mencoba mendinginkan pikirannya dan berpikiran rasional yang mana sulit dilakukan di tengah kegilaan ini.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan! Dia harus bertanggung jawab untuk anak ini!" Sela wanita itu.
"Diam dasar wanita gila!" Bentak Rangga. Dia akhirnya bersuara, dengan kasar melepaskan diri dari cengkraman wanita itu dan berjalan kearah Rhea.
"Rhea, ini tidak seperti yang kamu inginkan. Aku tidak mengenalnya. Dia hanya mencoba menjebakku." Rangga dengan cemas menjelaskan.
"Teganya kamu mengatakan itu! Menjebak?! Kamu yang merayuku terlebih dahulu! Kamu berjanji akan menikahiku! bukan menikahi sundal ini!" Wanita itu berteriak marah.
"Penjaga bawa dia keluar!" Ayah Rangga berteriak untuk memanggil satpam.
Rhea semakin curiga melihat respon Rangga dan keluarganya yang tampak panik dan terkesan defensif.
"Berhenti!"
Teriakan nyonya Aslein sedikit bisa mengendalikan suasana. Dia berjalan mendekati wanita asing yang mengaku sebagai pacar calon menantunya dan bahkan membawa bayinya. Meskipun dia tidak menyukai Rangga, kebahagiaan putri nya adalah hal yang utama.
"Katamu kau pacar dari calon menantuku?" Tanyanya dingin.
Hani, nama wanita itu menjawab dengan anggukan dan isakan.
"Berikan kami bukti bahwa kamu berhubungan dengannya." Perintahnya.
Sebagian otak Rhea menginginkan bahwa semua yang dikatakan Hani adalah salah. Menginginkan bahwa wanita itu tidak memiliki bukti hubungannya dengan Rangga. Tetapi hatinya tenggelam ketika melihatnya mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya kepada ibunya.
"Saya Hani, Rangga adalah manajer saya. Dia... Dia yang merayuku terlebih dahulu..." Dia menjelaskan sambil terisak. "Dia bilang dia akan putus dengan tunangannya. Dia tidak memberitahu pernikahan ini. Dia bahkan mencoba membuatku pergi ke Bali. Aku diberitahu oleh temanku dan datang atas namanya. Jika kau masih tidak percaya aku bersedia melakukan tes DNA."
Christina melihat bukti yang diberikan dan mengernyitkan keningnya. Semakin dia membaca chat yang telah tervalidasi tersebut, ketidaksukaannya terhadap Rangga semakin meningkat. Sudah dia duga laki-laki itu tidak baik untuk putrinya.
"Mari kita tes DNA." Theodorus menyanggupi. Sebagai ayah dia merasa marah peristiwa ini terjadi didepan hidungnya. Siapapun yang berniat mempermalukan putrinya bisa berurusan dengannya.
"Cukup." Rhea menyela. Dia melepaskan tangan Rangga di lengannya dan berjalan menuju wanita itu.
Bahkan orang bodoh pun tahu bahwa dengan segala bukti dan kepercayaan diri Hani dibawah tatapan semua orang. Wanita didepannya ini bisa dipastikan tidak berbohong.
Inilah kenyataannya. Pacarnya yang ia setia kepadanya ternyata berselingkuh dengan rekan kerjanya dibelakangnya.
Marah? Rhea sangat marah sekarang. Dia selalu mencoba membuat Rangga diterima di keluarganya dengan selalu memujinya didepan mereka. Ternyata pria yang ingin dinikahinya hanyalah pria licik yang bersembunyi dibalik topeng pacar ideal.
Dia ingin tertawa. Ibunya benar. Laki-laki ini jelas tidak sepadan untuknya. Hampir saja dia menjadi istrinya.
"Rhea tolong dengarkan penjelasan-
"Kubilang cukup." Ulang Rhea.
Dia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Ia berbalik dan tersenyum kearah Rangga.
"Aku percaya padamu Rangga." Ucapnya.
"Rhea!"
Rhea menghiraukan protes ibunya. Dia memandangi Rangga dengan tatapan dalam. Dia sudah mengenal pria ini selama sembilan tahun dan telah bersamanya selama empat tahun. Tapi pada akhirnya dia dikhianati.
"Aku selalu percaya padamu sehingga aku mengatakan ya ketika kamu melamarku." Rhea memulai. "Aku mengatakan ya saat kamu bilang ingin menikahiku, dan aku akan mengatakan ya saya bersedia untuk menjadi istrimu jika wanita ini tidak datang untuk menyadarkan ku bahwa selama ini ternyata aku bersama orang yang salah."
Dia tidak menangis. Dia tidak akan menangisi pria yang terlalu rendah untuk ia tangisi.
"Aku selalu membenci pria brengsek."
Dengan itu, Rhea bergerak untuk menampar sekaligus menendang selangkangannya. Jangan meremehkan sosoknya yang langsing, Rhea memiliki tenaga besar untuk meninju hal-hal yang dibencinya.
"Arghh!" Rangga mengerang kesakitan, begitu dengan sebagian besar laki-laki yang ikut meringis melihatnya. Sebaliknya, tamu perempuan menyukai adegan yang tengah terjadi diatas panggung.
"Enyahlah dari sini." Perintahnya dingin.
Rangga harus dibantu oleh keluarganya untuk berdiri. Mereka berjalan keluar dengan rasa malu di wajah masing-masing dari mereka. Hani mengikuti dibelakangnya. Wanita itu masih gigih untuk meminta pertanggungjawaban dari Rangga. Rupanya dia masih sangat mencintai laki-laki yang telah menipu dan mencoba mencampakkannya.
Setelah pengusiran keluarga mempelai pria, suasana menjadi sangat aneh. Bagaimana tidak? Tanpa pengantin laki-laki, pernikahan ini tidak bisa untuk dilanjutkan kembali. Theodorus yang paham akan hal ini ingin memerintahkan pembawa acara untuk menyiarkan bahwa pernikahan dibatalkan dan langsung menuju acara makan-makan. Tetapi dia dicegah oleh putrinya.
"Maafkan aku ayah, ibu. Aku membuat kalian kecewa." Rhea mengakui kesalahannya.
Sebanyak Christina ingin menguliahi anaknya bahwa dia tidak bisa memilih pasangan hidup yang benar, faktanya dia belum menyerah untuk mencoba menjodohkan Rhea dengan pria-pria pilihannya yang telah ia selidiki bibit bobot bebetnya, dia merasa kasihan dengan anak sulungnya ini..
"Itu tidak penting lagi. Sekarang yang terpenting kamu tidak jadi menikahi bajingan itu." Ucapnya.
"Aku akan menginfokan pembatalan pernikahan. Aku tidak peduli keluarga kita akan dijadikan lelucon karena hal ini. Kebahagiaan anak-anakku adalah hal yang utama." Theodorus menenangkan kembali putrinya.
Rhea memeluk mereka dengan erat. Orangtuanya selalu berada disisinya, tidak peduli akan kesalahan dan kecerobohan yang ia lakukan.
Ia tiba-tiba mendapat ide.
"Pernikahan ini tidak akan batal." Tegasnya.
Kedua orangtuanya saling berpandangan bingung.
"Apa maksudmu Rhea?" Tanya Christina.
"Kalian duduk kembali di kursi dan biarkan aku menangani hal ini."
Meski masih bingung, tuan dan nyonya Aslein menuruti perkataan putrinya.
Rhea langsung mengambil mikrofon pertama yang ia lihat. Dia memandang ke arah tamu undangan yang menatapnya dengan atensi penuh.
"Hadirin sekalian. Pertama-tama terimakasih telah meluangkan waktu anda untuk datang ke upacara pernikahan saya yang sayangnya tidak berjalan dengan lancar. Pria yang ingin saya nikahi ternyata berselingkuh dibelakang saya seperti yang telah anda lihat. Waktu sembilan tahun yang saya habiskan ternyata tidak membuat saya mengenalnya dengan baik-" Dia tertawa getir. "- maka dari itu, saya telah membuat keputusan."
Rhea memandang kedua orangtuanya yang menatapnya dengan tanda tanya. Dia telah membulatkan tekad. Tidak ada jalan kembali. Rhea tidak menginginkan hal itu.
"Siapapun pria layak yang berani maju kedepan mendatangiku. Aku akan menikahinya sekarang juga!"
"Siapapun pria layak yang berani maju kedepan mendatangiku. Aku akan menikahinya sekarang juga!"Setelah pengumuman itu dibuat, terjadi kericuhan massal. Tuan dan nyonya Aslein terkejut atas tindakan drastis putrinya. Theodorus ingin maju ke depan untuk meminta maaf atas spontanitas anaknya yang berapi-api seperti biasa tetapi lengannya ditahan oleh istrinya. Yang mengejutkan."Biarkan saja, gadis itu tahu konsekuensinya." Cegahnya."Tapi Rhea anak kita." Theo mengingatkan. "Bagaimana jika... Jika bajingan lain maju kedepan dan Rhea terpaksa menikahinya?""Tidak ada bajingan yang berani setelah melihatnya menendang bocah brengsek itu." Gerutu Christina."Tapi tetap saja jika ada orang yang nekat mendatanginya Rhea akan mendapat tekanan untuk menikahinya. Putri kita sedang tidak rasional saat ini, sayang." Theodorus mendebat.Christina menatap suaminya dengan pandangan sangsi. Ia juga sangsi akan ada orang yang keluar dari barisan untuk
Bosnya datang tanpa membawa kartu undangan.Ini adalah pukulan besar bagi Jeremy selaku asistennya. Dia sudah menjadi asisten selama 9 tahun dan dia paham betul akan karakter bosnya. Dia juga tidak pernah melihatnya begitu keluar dari karakter sehingga ketika Hansa Adiwinata mengatakan di pagi ini untuk mengantarkannya ke pesta pernikahan, Jeremy hampir terjungkal dari tempatnya.Bosnya tidak dikenal sebagai orang yang suka mengunjungi pernikahan atau hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Dia sangat menghargai betapa pentingnya waktu dan perusahaan sehingga dia tidak punya waktu untuk 'main-main' dan menghadiri pernikahan termasuk dalam kamus 'main-main' di mata Hansa. Sepengetahuan Jeremy, selama 9 tahun ia mengabdi, ia hanya pernah melihat bosnya menghadiri dua pesta pernikahan. Yang pertama adalah pernikahan anak dari bibinya, dan yang terakhir itu sudah dua tahun yang lalu, saat menghadiri pernikahan mantan tunangannya yang gila. Itupun b
"…."Rhea berkedip, dengan tatapan menyelidik dia menatap pria didepannya ini.Tampan. Itu kata pertama yang terlintas di benaknya. Kata kedua adalah uang. Menjadi artis membuatnya melek terhadap produk produk fashion dan segala ke eksklusivitasnya. Pria ini, dari atas dan bawah memancarkan uang, banyak uang. Jenis laki-laki yang memiliki keduanya bisa dipastikan tidak pernah kekurangan wanita, hal terakhir yang Rhea inginkan adalah keluar dari lubang buaya dan masuk ke mulut singa. Tapi dia tidak berada di situasi yang menguntungkan. Dia akan menikahi pria ini.Sudut mulutnya tersungging untuk membentuk senyuman. "Anda bernilai dimata saya, Hansa.""Jadi sekarang?"Hal lain dari Hansa yang disukai Rhea adalah suaranya. Suaranya dalam dan tenang.Rhea melirik ke arah orangtuanya. Mereka memolototinya, bukan- mereka memolototi Hansa.Yah, satu-satunya pria yang berani mendatanginya bukan ora
Mereka tidak pergi ke luar pulau atau ke luar negeri. Sebenarnya mereka memutuskan untuk menyewa kamar premium selama dua malam di hotel Lamia itu sendiri. Alasannya, Hansa punya pertemuan penting yang akan dilaksanakan besok dan sejujurnya Rhea tidak peduli.Bulan madu hanya untuk pernikahan asli yang penuh bunga-bunga cinta. Sedangkan pernikahannya? Rhea tersenyum miris. Hal paling utama yang ia butuhkan adalah tidur dan tidur. Sehingga ketika mereka telah tiba di kamar berdekorasi mawar, Rhea tidak peduli untuk sekedar mengaguminya sejenak dan langsung membuang tatanan kelopak mawar yang membentuk huruf cinta di kasurnya ke lantai dan segera menelungkupkan diri di ranjang yang empuk.Tidur.Rhea mendengar sayu-sayup suara air gemericik, tanda bahwa Hansa tengah mandi. Itu berhasil membuatnya setengah terjaga dan memutuskan bahwa mandi dan berganti menjadi piyama serta menghapus rias wajah adalah pilihan terbaik sebelum tidur.Jadi dia menunggu. S
Sinar pagi berhasil menembus masuk melalui sela-sela gorden putih kamar suit nomor 607 di lantai lima. Rhea mengerjap-erjapkan matanya untuk menyesuaikan keadaan. Selain sensitif terhadap suara, dia juga sensitif terhadap sinar matahari. Suara hembusan nafas dibelakangnya membuat ia seketika menoleh ke sisi lain dan tersentak ketika melihat pemandangan disampingnya. Rupanya gerakannya membuat pria itu terbangun. Dia membuka mata dan langsung berada dibawah tatapan tajam. "Kenapa kamu disini?" Rhea bertanya dalam nada defensif. "Bukankah seharusnya aku memang berada disini?" Hansa membalas. Dia bangkit dari tempat tidurnya, membiarkan daging tubuh bagian atasnya terekspos, dia hanya memakai boxer. Sama seperti sebelumnya, Rhea mengawasi Hansa dengan tatapan tajamnya. Dia akan membuat laki-laki itu tidak nyaman berada disini sehingga dia akan menyewa kamar lain nanti malam. Ini adalah perang dingin yang ia coba untuk menangkan. Dia akan membuat
Kevin adalah bencana nomor satu.Rhea tidak mengerti kenapa orang tua dan adiknya menganggap dia imut. Oke, dia memang imut, tetapi itu sebelum dia memulai mengeluarkan kata-kata puitisnya yang berdarah di setiap langkah yang Rhea buat. Jujur saja, pemujaan yang berlebihan membuat Rhea terkadang bertanya-tanya sendiri sisi mana dari dirinya yang berhasil membuat pria itu tergila-gila padanya. Serius, pasti ada semacam neuron yang error di otaknya."Ya Kevin?" Rhea memanggil ketika tidak ada suara yang terdengar."Harusnya aku yang ada disana." Kevin membalas dengan nada serak. Tidak memungkiri dia habis menangis ketika melihat berita dari resor yang ia sewa.Rhea tidak membalas. Ia sedikit memiliki simpati untuk Kevin. Dia terdengar sangat nelangsa di telepon. Sebanyak kejengkelannya terhadap pro player itu, memiliki Kevin sebagai suami lebih bagus dibanding Hansa. Setidaknya dia mengenal Kevin dan Kevin sangat mencintainya. Seperti yang kata-kata b
"Apa?!" Rhea berkacak pinggang dan menatap Hansa dengan pandangan melotot, meminta penjelasan."Kita tidak akan bercerai." Jelas Hansa dalam nada kalemnya yang biasa.Jawaban Hansa yang terlihat tenang dan santai semakin mengobarkan amarah artis itu. "Ha?!" Ia berkelakar. "Sangat lucu Hansa Adiwinata. Sangat lucu." Dia mengejek.Dia yakin laki-laki itu hanya membual dan mempermainkannya.Bedebah brengsek!"Aku tidak bercanda, istriku sayang." Hansa bersedekap dada dan memandang Rhea dengan pandangan geli."Jangan memanggilku seperti itu." Perintah Rhea."Tapi kamu memang istriku." Hansa menggodanya. Dia tidak tahan untuk itu. Dia ingin sekali memeluknya tetapi Hansa yakin jika dia melakukannya ia hanya akan mendapat tendangan mentah."Hansa!" Tangan Rhea menggebrak meja. Mengesampingkan rasa berdenyut sakit di telapak tangannya, dia menghirup napas panjang dan menghembuskannya secara pelan-pelan, menco
Ini adalah situasi yang canggung. Rhea ingin merutuki kebodohannya sendiri yang lupa mengunci pintu kamar mandi. Bukan, dia menyalahkan makanan pedas yang tadi malam ia makan. Bukan, ia lebih suka menyalahkan Hansa. Ya, dia lah yang bersalah dalam menciptakan adegan yang penuh kecanggungan ini. Mereka saling berpandangan. Wajah panik Rhea dan wajah kebingungan Hansa yang masih tidak mengerti keadaan. "Mesum!" Ia menyalak. Hansa segera tersadar dan sebelum botol sampo itu mendarat ke kepalanya, dia menutup kembali pintu kamar mandi secepat tangannya bisa. Pipi Rhea memerah meski dia tidak mandi uap hari ini. Sial! Hari paginya yang sempurna harus dihancurkan oleh kejadian memalukan. Ia mendengar gumaman dari balik pintu. Rhea mengerang kesal. Tuhan! Kenapa laki-laki itu masih berdiri di depan kamar mandi? Hal pertama yang ia lihat setelah membuka pintu kamar mandi adalah sosok Hansa yang berdiri didepannya. Tunggu, kenapa pipinya