Share

After We Married
After We Married
Penulis: Etna.S

1. (Bukan) Pernikahan Impian

Setiap orang yang tahu hiburan di Indonesia pasti kenal dengan Raenira Aslein. Lebih dikenal dengan nama Rhea, gadis itu merajai dunia perfilman dengan menjadi antagonis yang paling dibenci. Sifat aslinya tidak membantunya dari reputasinya yang tercemar. Lahir dari keluarga konglomerat, lulus dari Universitas Yale di Amerika, memiliki fitur tubuh dan wajah yang cantik, hingga kemudian memiliki pacar tampan dan berkualitas menjadikannya sebagai sumber keirian karena begitu sempurna. Sehingga ketika Rhea terkena skandal tengah memarahi asistennya, ia segera menjadi bulan-bulanan di media sosial, reputasi buruknya mulai menyebar seperti api. Ditambah dengan karirnya sebagai wanita jahat, ia sukses menjadi artis paling dibenci dalam setiap poling yang diadakan.

Dia merajai tagar hari ini. Sisi positifnya itu bukan karena skandal atau peran lain yang akan ia mainkan. Itu karena berita pernikahannya yang akan dilaksanakan hari ini.

Wanita itu sekarang tengah berada di ruang rias dengan MUA yang tengah menjalin rambutnya untuk menjadi kepangan rumit ketika pintu dibuka dan menampilkan wanita bersetelan kebaya datang.

Rhea mendongak dan tersenyum. "Halo ibu."

Nyonya Christina Aslein tidak mencoba berpura-pura untuk menikmati pernikahan putrinya hari ini. Menurutnya, Rhea terlalu muda untuk menikah, dan meski dia tidak menginginkan bahwa calon suami anaknya harus berasal dari golongan yang sama dengan mereka, entah kenapa dia tidak merasa cocok dengan pilihan anaknya itu.

"Masih ada waktu untuk pembatalan pernikahan." Ucapnya blak-blakan.

Senyum Rhea memudar mendengar perkataan ibunya. "Ibu, Rangga akan menjadi suami yang baik. Dia setia mendampingiku sejak SMA. Kenapa ibu selalu membencinya?" Dia menerangkan.

Ibunya tidak mendebatnya lagi dan memilih duduk di kursi disamping Rhea.

"Lagipula apa kau ingin anakmu jadi bahan tertawaan se- Indonesia?" Lanjut Rhea.

"Siapa yang ingin menjadi artis?" Gerutu nyonya Aslein. "Lebih baik segera pensiun dan bekerja membantu ayahmu di perusahaan."

Rhea mencibir. "Dan hidup dengan kertas-kertas yang membosankan? Ayolah Bu, kita sudah membahas hal ini berkali-kali. Lagipula aku suka berakting." 

"Ya, berakting menjadi gadis jahat yang merundung istri sah orang, menjadi penyihir keji, orang ketiga, pencuri yang mati mengenaskan, hingga menjadi selir yang dibakar. Tidak ada peran normal yang pernah kamu mainkan!" 

Amukan ibunya berhasil membuat tangan MUA terhenti sesaat saat ingin menyampirkan veil ke kepala Rhea.

Rhea meringis. Memang benar bahwa peran yang diambilnya semuanya antagonis. Tapi salahkan wajahnya ini, hampir setiap sutradara film yang melihatnya langsung menawarkan peran jahat untuknya. 

"Sisi baiknya aku akan menjadi legenda film. Juga, aku tidak tahu ibu menonton setiap film yang ada aku didalamnya." 

Pintu kembali dibuka dan menampilkan pria paruh baya bersetelan jas hitam. Pria itu adalah Theodorus Aslein, pemimpin perusahaan Theseus yang bergerak di bidang game. Dia menatap bolak-balik antara ibu dan anak itu. 

"Pernikahannya akan dimulai. Rhea, kurang lebih lima menit kamu harus sudah siap,-" Theodorus beralih ke istrinya. "- dan sayang, kenapa kamu tidak pergi menyapa tamu yang hadir?" 

"Ibu menyarankan pembatalan pernikahan." Adu Rhea, ia mendapat pelototan ibunya akan hal ini.

Ayahnya adalah pihak netral yang tidak mendukung atau menentang pernikahan ini. Menurutnya, Rhea sudah dewasa untuk memilih jalan hidupnya sendiri.

"Sayang, pernikahan ini tidak bisa dibatalkan lagi. Para tamu sudah datang, Rhea akan menikah sekarang." Terang Theodorus.

Tiara telah disematkan, dan kini Rhea siap untuk berjalan diatas altar. Kedua orang tuanya berjalan di sisinya untuk pergi kedepan.

Pacarnya bukan dari keluarga kaya. Dia hanyalah laki-laki sederhana yang berprofesi menjadi manager di salah satu perusahaan multinasional. Meski karir Rhea lebih bagus dan berpenghasilan lebih besar, Rangga tetap mendukungnya untuk terus maju dan mensupportnya setiap saat. Dia bukan laki-laki murah yang menahan karir pacarnya karena takut tersaingi. Rangga bukan laki-laki seperti itu. Itulah kenapa Rhea mencintainya dan hubungan mereka langgeng sampai ke pelaminan sekarang. 

Dia melihat adik satu-satunya yang ditugaskan untuk menyalami tamu sementara. Rhea memeluknya.

"Kamu tampak cantik, kak." Puji Eda.

"Tentu saja." Rhea menyombongkan dirinya.

Ia memandangi kursi-kursi tamu yang sebagian besar telah terisi. Mereka yang akan menjadi saksi pernikahannya. Tamu dibagi menjadi tiga kategori, tamu dari pihak ayahnya yang rata-rata pebisnis dan petinggi perusahaan, tamu dari keluarga Rangga yang rata-rata teman karyawannya, dan dari pihaknya yang dihadiri oleh para sutradara film kenalannya dan sedikit artis yang cukup dekat dengannya untuk dia undang.

"Apakah sudah dimulai?" Theo seperti ayah yang baik yang menginginkan hari bahagia anaknya menjadi sesempurna mungkin. Dia merapikan dasinya dan menawarkan lengannya kepada Rhea yang segera dia sambut.

Entah kenapa firasat Rhea menjadi tidak enak akan hal ini. Musik pernikahan telah berbunyi dan hadirin berdiri. Rupanya kecemasannya terlihat oleh ayahnya yang berbisik menenangkannya. "Jangan cemas, rileks."

Panjang altar itu sekitar 6 meter. Rhea menatap ke depan dan melihat Rangga tampak tenang dan tampan dengan setelan jas putihnya. Mereka saling bertatapan dan melemparkan senyum setelahnya. 

Benar, ini hari pernikahannya. Tetapi melihat Rangga tidak membuat kecemasannya berkurang. Waktu terasa berjalan dengan lambat. Setiap langkah yang Rhea ambil membuatnya teringat dengan kenangan masa lalunya. Ia mengenal Rangga karena mereka berada di SMA yang sama. Meski begitu, Rhea baru mengenalnya sebagai teman ketika kelas tiga dimana mereka satu kelas karena sebelumnya Rhea selalu disibukkan sengan syuting film dan studinya. Mereka berdiskusi tentang pelajaran dan menjadi dekat setelah berada di kelompok yang sama.

Langkah kaki berhenti dan ayahnya melepaskan lengannya.  Dia menatap Rangga dan mengangguk sebelum turun dari panggung dan duduk di kursinya sendiri.

"Kamu tampak cantik." Bisik Rangga.

"Kamu orang kedua yang mengatakan hal itu." Balas Rhea.

"Siapa yang pertama?" 

Rhea tertawa kecil ketika Rangga terdengar cemburu. "Tenang saja, itu adikku."

Pendeta berdehem dan mereka kembali serius untuk upacara pernikahan. 

Rhea tidak mendengar jelas perkataan pendeta didepannya. Kecemasanya semakin meningkat dan dia benci tidak mengetahui penyebabnya. 

'Seharusnya aku meminum obat penenang terlebih dahulu', Batinnya.

Rangga yang menyadari Rhea tampak tidak nyaman mencoba menenangkannya dengan memegang tangannya. Langkah yang sia-sia karena yang Rhea pikirkan sekarang hanyalah cara agar upacara ini cepat selesai agar dia bisa beristirahat. Tampaknya melewatkan sarapan dan tidak tidur hampir 24 jam bukan langkah cerdas yang dia ambil.

"Apakah saudari Raenira Aslein bersedia?"

Rhea masih tersesat dalam pikirannya. Ia baru tersadar ketika Rangga menyenggolnya dan melihat bahwa suasana menjadi hening dan pendeta tengah menatapnya dengan pandangan serius.

"Apakah saudari Raenira Aslein bersedia?" Pendeta itu mengulangi kalimatnya.

"Aku-" Rhea melihat Rangga memandangnya. Dia menguatkan diri. 

"Aku bers-" suaranya terpotong oleh jeritan keras tiba-tiba, disusul suara teriakan yang bergema di aula.

"Aku tidak mengijinkannya!"

Mereka berdua berbalik.

Seorang wanita tiba-tiba berdiri dan keluar dari tempat duduknya, dia berjalan ke altar dengan air mata berlinang di wajahnya.

"Aku tidak mengijinkannya!" Ulang wanita itu.

Senyum Rhea runtuh. Dahinya berkerut saat melihat wanita asing keluar dari tempat duduknya, dengan berani beraninya mengacau dan menyela sumpahnya. Dia tidak kenal perusuh dadakan itu. Dia menoleh kesamping dan melihat Rangga menjadi gelisah ditempatnya. Kecurigaan mulai timbul di benak Rhea.

"Rangga siapa wanita itu?" Ia meminta penjelasan.

Sebelum Rangga bisa menjawab, wanita itu lebih cepat bersuara.

 "Aku pacar Rangga! Aku mengandung anaknya!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status