Share

4. Nasib Bujangan Nomor Satu

Bosnya datang tanpa membawa kartu undangan.

Ini adalah pukulan besar bagi Jeremy selaku asistennya. Dia sudah menjadi asisten selama 9 tahun dan dia paham betul akan karakter bosnya. Dia juga tidak pernah melihatnya begitu keluar dari karakter sehingga ketika Hansa Adiwinata mengatakan di pagi ini untuk mengantarkannya ke pesta pernikahan, Jeremy hampir terjungkal dari tempatnya.

Bosnya tidak dikenal sebagai orang yang suka mengunjungi pernikahan atau hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Dia sangat menghargai betapa pentingnya waktu dan perusahaan sehingga dia tidak punya waktu untuk 'main-main' dan menghadiri pernikahan termasuk dalam kamus 'main-main' di mata Hansa. Sepengetahuan Jeremy, selama 9 tahun ia mengabdi, ia hanya pernah melihat bosnya menghadiri dua pesta pernikahan. Yang pertama adalah pernikahan anak dari bibinya, dan yang terakhir itu sudah dua tahun yang lalu, saat menghadiri pernikahan mantan tunangannya yang gila. Itupun bosnya tidak memiliki ketertarikan seperti ini.

Jeremy menatap tampilan bosnya sekali lagi. Dari atas sampai bawah ia memakai barang bermerek premium. 

Dia mungkin lebih bergaya daripada pengantin pria sendiri. Batin Jeremy.

Jeremy belum tahu siapa pesta yang akan bosnya hadiri hari ini. Tapi sangat tidak mungkin dari klan Adiwinata, keluarga bosnya. Adiwinata yang belum menikah hanyalah bosnya dan sepupunya yang masih kuliah, Karna Adiwinata. Tidak mungkin pangeran manja itu memutuskan untuk menikah dini. Bosnya juga tidak punya mantan tunangan atau pacar lain selain wanita itu. Semua kemungkinan dicoret dan Jeremy sangat penasaran siapa orang yang sebegitu penting di mata bosnya sehingga dia sendiri datang ke pernikahannya.

Mungkin teman rahasia?

"Jeremy." 

Panggilan bosnya dengan nada datarnya seperti biasa sukses menyadarkannya dari lamunan iseng. "Eh iya, tuan." 

"Pakai mobil nomor satu." Perintah Hansa, pria itu tengah menyemprotkan parfum Caron Poivre ke tubuhnya. Harganya cukup untuk membuat orang biasa terkejut.

Jeremy yang mendengarnya terkejut sekali lagi. Hari ini bosnya begitu di luar karakter. Tidak tahan lagi, dia memberanikan diri untuk bertanya.

"Kalau boleh tahu tuan, pernikahan siapa yang akan tuan hadiri?"

Tuannya masih dengan santai berdiri di ruang pakaiannya, dengan serius menatap pantulan dirinya sendiri di cermin.

Tuannya tidak pernah melakukan itu dan sekarang Jeremy sangat khawatir mungkin saja ada sistem error di otaknya. Ia dengan cepat menepis pikiran mengenai tuannya yang sudah gila keluar dari otaknya secepatnya. 

"Kau akan tahu nanti." Balas Hansa, lalu dia menoleh kebelakang dan menatap tajam Jeremy. "Kenapa kau masih disini? Pergi siapkan mobil."

Mobil nomor satu berarti mobil BMW M7 yang dibeli bosnya satu tahun yang lalu. Jeremy jarang menyetirnya karena memang mobil ini lebih banyak mendekam di garasi rumah bosnya dibanding hidup di jalan raya. Jeremy mencuri pandang diam-diam kearah bosnya lewat dasbor kaca mobil.

Mereka melaju dengan lancar di jalanan ibukota yang lengang, efek dari peristiwa mudik tahunan. Perjalanan dilakukan dengan suasana hening seperti biasa. Hansa telah memberinya alamat yang akan mereka tuju.

Hansa Adiwinata tahu asistennya tengah mengamatinya. Ia tidak menyalahkannya untuk itu. Hari ini dia memilih setelan paling baik dan mobil terbaiknya. Ia memiliki reputasi yang harus ia tampilkan dengan sempurna. 

Tempat berlangsungnya acara berada di aula hotel bintang lima Lamia Grande. Seluruh hotel itu menampilkan tampilan arsitektur eropa, alasan kenapa para Aslein memilihnya.

Dia tidak memiliki surat undangan.

Theodorus tidak mengundangnya karena mereka hanya relasi jauh yang hanya sebatas kenal satu sama lain sebagai pemimpin perusahaan masing-masing. Satu-satunya Aslein yang memiliki hubungan mitra kerja dengannya adalah Jonathan Aslein, kakak laki-laki Theodorus yang banting setir dengan membuka usaha dibidang ekspor-impor.

"Tuan," panggilan Jeremy menyadarkannya dari lamunan singkatnya.

"Apa benar ini tempatnya?" Jeremy tidak bisa tidak bertanya. Bagaimana tidak, lokasi yang bosnya berikan mengarah ke tempat pernikahan artis terkenal. Bahkan dia yang tidak terlalu mengikuti dunia perfilman tahu bahwa hari ini artis sensasional spesialis antagonis, Rhea akan menikahi tunanganya yang non selebriti.

Jeremy sangsi artis itu bisa mengenal Hansa dan bahkan bisa membuatnya datang ke pestanya.

"Ya."

Dia mengikutinya dari belakang menuju meja daftar tamu. Resepsionis itu tampaknya mengenali bosnya. Duh, wajah tuannya terpampang dimana-mana sebagai penguasa ekonomi dan sempat menyasar di majalah hiburan sebagai pria bujangan nomor satu paling diminati. Tuannya bahkan berhasil mengalahkan deretan selebritas terkenal.

"M-maaf, tuan. Tidak ada nama Hansa Adiwinata dalam daftar tamu."

Jeremy bagai tersambar petir disiang bolong. Tidak hanya dia terkejut bahwa Hansa secara mengejutkan menghadiri pernikahan seorang artis, bosnya ternyata datang tanpa diundang!

Hansa disisi lain masih berpenampilan tenang. Dia memang tidak diundang dan pagi ini dia datang atas inisiatifnya sendiri.

Resepsionis itu menjadi canggung ditempat. Dia terkejut bahwa Hansa Adiwinata, salah satu dari sepuluh konglomerat berpengaruh di Asia Tenggara datang ke pesta pernikahan tertutup sang artis dan tanpa undangan.

"Pasti ada kesalahan. Tolong cek kembali." Jeremy masih yakin tidak ada nama bosnya adalah kesalahan.

"Tidak apa-apa. Kurasa Theodorus lupa menambahkan nama" Hansa berkata. Dia melirik jamnya dan menatap tepat ke mata resepsionis. "Pernikahannya hampir dimulai. Bolehkah saya masuk?"

"Y-ya silahkan." Resepsionis itu menjawab. Setelah dipikir-pikir tidak mungkin orang se penting Hansa datang ke pernikahan tanpa diundang. Pasti ada kesalahan cetak di list tamu.

Pernikahannya sudah dimulai. Setidaknya alunan musik sudah terdengar ketika mereka tiba dan duduk di bangku terakhir yang tersedia. Tamu di sekitar mereka yang menyadari profil bosnya langsung menyalami dan bosnya seperti biasa hanya mengangguk ringan, hampir tak kentara sebagai balasan.

Pengantin wanita bersama ayahnya berjalan menuju ujung altar dimana calon suaminya menunggunya. Jalannya pernikahan ini tampak normal. Ini pertama kalinya Jeremy melihat artis itu secara langsung setelah hanya melihatnya di beberapa film yang ia tonton, dia tampak cantik dengan gaun pengantinnya. 

Ketika ia mulai bosan, drama sesungguhnya terjadi. Jeremy ternganga ketika melihat adegan yang ia kira hanya terjadi di drama sekarang terjadi tepat didepannya. Real, tanpa dibuat-buat. Ia melirik bosnya untuk mengetahui reaksinya dan... Tunggu? Kenapa bosnya tersenyum?

Dan tibalah bagian klimaksnya.

"Siapapun pria layak yang berani maju kedepan mendatangiku. Aku akan menikahinya sekarang juga!"

Seluruh ruangan hening selepas putusan itu diucapkan dari bibir si pengantin wanita.

Senyum Hansa berubah menjadi sunggingan seringai. Dia masih duduk di kursinya. Belum, belum saatnya. Dia hanya ingin menghadiri pernikahan dengan damai dan inilah yang dia dapatkan, melebihi prakiraannya. 

Menarik, batinnya. 

"Jeremy, kuberikan kamu waktu sepuluh menit untuk mengurus dokumen yang dibutuhkan." Katanya.

"A-ap?"

Sebelum Jeremy sempat bertanya lebih lanjut, bosnya telah berdiri dan jelas-jelas tengah berjalan ke depan.

Wajah Jeremy pias. Dia panik di tempat dan ingin seseorang untuk menyadarkannya. Ini pasti halusinasi, pikirnya. Tidak mungkin bosnya benar-benar akan menikahi pengantin wanita didepan. Sebanyak kecantikan Rhea dan kelebihannya, reputasi wanita itu telah menyebar dari Aceh hingga Papua. Tidak, bosnya terlalu mulia untuk menikahi selebritas. 

Tapi disinilah dia, melihat dengan mata kepalanya sendiri. Melihat bosnya yang adalah pria paling diinginkan se indonesia tengah maju ke depan secara sukarela dalam rangka melamar pengantin wanita yang ditinggal pergi pasangannya tepat sebelum acara berlangsung. 

"Saya Hansa Adiwinata, CEO grup Prisma, lajang, umur 32 tahun. Apakah saya bernilai dimata anda?"

Jeremy yakin bosnya sudah gila.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status