Divan, tentu tidak terima mendapat pukulan dari Denis. Dia membalasnya dan mereka berdua akhirnya bertengkar sampai membuat keributan di dalam toko.
Makanan dan barang-barang di rak minimarket terlihat pada jatuh berhamburan ke lantai akibat mereka berdua. Siska yang dari tadi ada di sana dengan cepat pergi memanggil Tuan Lyle. Manajer minimarket.
Beberapa saat kemudian setelah Tuan Lyle tiba, betapa terkejutnya dia setelah melihat Denis sedang memukuli Divan di pinggir jendela dekat meja kasir.
"Denis, berhenti!" teriak manajer Lyle
Siska bergegas lari menghampiri Denis dan menarik lengannya agar berhenti.
"Sudah Denis, berhenti! Kamu tidak perlu melakukan ini!" Siska berusaha menenangkan sambil memeluk erat tubuh Denis dari belakang.
"Apa-apaan ini, Denis? Kenapa kau memukuli Divan?" Manajer Lyle menghampiri Denis dan membentaknya marah.
“Dia mengerjaiku, tuan Lyle!” jawab Denis berat menahan amarah.
“Tidak, Tuan. Jangan salah paham dulu! Aku hanya menyuruhnya mengantarkan belanjaan ke depan. Tapi tidak tahu kenapa setelah kembali, dia malah memukulku, Tuan!” Divan tersungkur di lantai mengernyit menahan rasa sakit. Terlihat luka merah lebam di area matanya. Divan segera berdiri melakukan pembelaan.
"T-tidak, Tuan. Bukan begitu ...," ucap Denis.
"Denis! Apa kamu lupa dengan peraturan di sini, hah? Semua karyawan tidak boleh melakukan kekerasan! Sekarang kamu berani memukuli Divan, apalagi Divan asistenku!"
“Tindakanmu keterlaluan! Sekarang juga kamu saya pecat!”
Bom...
Tidak ada angin tidak ada hujan detik itu juga Manajer Lyle langsung memecat Denis. Matanya melotot menatap Denis tajam!
Seketika Denis membeku di tempat, mulutnya menganga tidak tahu harus berkata apa.
Suasana di dalam toko mendadak hening. Semua karyawan laki-laki yang ada di sana terkejut mendengar pernyataan Manejer Lyle yang tiba-tiba. Mereka langsung melihat ke arah Denis dengan perasaan gembira. Termasuk Divan. Tentu saja hal itu yang sebenarnya mereka inginkan dari jauh-jauh hari. Hahaha, mampus!
Divan tertawa sinis merasa bahagia.
"T-Tapi, tuan ...."
"Tidak ada tapi-tapian! Sekarang juga kamu pergi!" pungkas Tuan Lyle marah ketika kemudian mengambil sebuah amplop hijau dalam saku jasnya, "Ini gaji kamu bulan ini. Sekarang, kamu kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini! Mengerti!" kata Manajer Lyle dingin.
Manajer Lyle sangat marah. Dia memang tipe orang yang tidak suka terhadap kekerasan. Selama ini Manajer Lyle mengira bahwa Denis ini adalah orang baik. Ditambah, Denis juga miskin. Karena merasa kasihan waktu itu Lyle menawarkan pekerjaan paruh waktu kepada Denis di tokonya. Akan tetapi, dia ternyata salah menilai. Rupanya Denis hanya orang bodoh yang tidak tahu diri! Tentu saja Manajer Lyle sangat kecewa.
"Maaf, Tuan. Denis tidak sengaja menghajar Divan, dia hanya kesal karena Divan selalu menghinanya, tuan!" sahut Siska melakukan pembelaan. Masih menggandeng tangan Denis.
"Kamu tidak usah ikut campur, Siska. Denis telah melanggar peraturan yang ada di sini. Dia berhak mendapatkan semua itu," timpal Divan sembari tersenyum puas penuh kemenangan mengetahui Denis dipecat.
Siska semakin geram dan kesal terhadap Divan. "Kamu .... "
“Sudah Siska, aku memang salah. Kamu tidak perlu ikut campur!” Melihat Siska marah, Denis segera berkata sambil tersenyum menenangkan Siska.
Denis tidak tahu harus berkata apa. Meskipun dalam hati tidak terima, dia tetap mengakui kalau dirinya telah melakukan kesalahan dan bertindak ceroboh. Selama ini hanya Siska yang selalu baik padanya. Denis tidak mau Siska terlibat dan akhirnya ikut dikeluarkan gara-gara dia.
"Tapi, Denis. Kalau kamu keluar dari sini, kamu akan kerja di mana lagi? Bukankah semua orang di desa menolakmu?" tanya Siska dengan nada cemas.
“Kamu tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja.” Denis tersenyum tipis lalu melihat ke arah Manajer Lyle, menarik nafas panjang dan berkata, “Baiklah, Tuan. Aku mengakui bahwa aku sudah melanggar peraturan di sini. Untuk itu, sebelum aku pergi, aku minta maaf sebesar-besarnya dengan apa yang sudah kulakukan Tuan.” Denis menundukan kepala seraya berkata sopan, lalu mengambil amplop hijau yang diberikan Manajer Lyle.
Sejujurnya, Denis masih tidak terima dengan semua ini. Apa yang Siska katakan memang benar! Tidak ada seorangpun di desa Western Cily yang mau menerimanya bekerja. Kalau keluar dari sini harus mencari kerja ke mana lagi?
Tetapi, Denis tetap berusaha menerima untuk menerima kenyataan pahit itu.
Pertama, dia diputuskan oleh Salma dan Salma langsung berpacaran dengan Rio. Padahal Denis masih sangat mencintai Salma. Ke dua, dia dipecat seperti ini oleh manajernya. Tentu mustahil jika Denis tidak merasa kecewa dan sakit hati.
Denis sangat sedih. Perasaan marah dan kekecewaan berkecamuk dalam hatinya. Semua ini gara-gara Divan!
Denis kemudian berjanji pada dirinya sendiri kalau suatu saat nanti ada kesempatan, dia pasti akan membalas semua perbuatan Divan saat itu juga! Denis menggertakan gigi menahan amarah.
“Baik, aku terima permintaan maafmu. Sekarang kamu boleh pergi!” kata Lyle dengan nada agak memelas sambil memasukan tangan ke saku celana.
"Baik, tuan!"
Denis kemudian berbalik meninggalkan mereka, memasuki sebuah ruangan khusus pegawai untuk mengemasi barang-barang miliknya. Siska mengikuti Denis dari belakang.
“Hahaha, mampus lo, Denis! Orang miskin sepertimu tidak pantas bekerja di sini!” Dalam hati Divan tertawa puas, menatap Denis penuh kemenangan.
Sebenarnya, sejak lama Divan ingin kalau Denis itu dikeluarkan dari toko minimarket ini. Denis selalu bekerja dengan baik bahkan sampai mau dijadikan asissten manajer. Maka dari itu, sebelum posisinya direbut, Divan selalu melakukan berbagai cara untuk menyingkirkan Denis. Sekarang, setelah dia berhasil membuat Denis keluar, tentu Divan merasa sangat puas!
Seperti kata pepatah, "Bahagia di balik penderitaan orang lain."
Ya, itulah yang dirasakan Divan sekarang.
****
Dalam ruangan khusus pegawai, Denis mengambil semua barang-barang miliknya termasuk baju ganti. Semuanya dia masukan ke dalam tas ransel.
Siska yang mengikuti Denis, mau tidak mau, dia memaksakan diri untuk bertanya, "Denis? Setelah ini kamu mau kemana?"
"Aku mau pulang."
Denis menjawab sambil terus memasukan baju pada tasnya tanpa melirik Siska.
"Maksudku ... kamu tidak mau cari pekerjaan lagi?" tanya Siska dengan cemas.
"Seperti yang kamu bilang, kalaupun aku mencari pekerjaan lagi, orang-orang di desa tidak akan ada yang menerimaku." Denis menjelaskan dengan ekpresi yang tampak kecewa.
Mendengarnya, Siska menundukan kepala.
"Maaf, Denis. Aku tidak bisa membantumu," kata Siska dengan lemas.
Denis yang melihat wajah Siska tampak murung, ia langsung mendekati Siska, kemudian menepuk pundaknya dan berkata, "Kamu tidak usah khawatir, Siska. Aku baik-baik saja. Lebih baik kamu khawatirkan dirimu sendiri. Mulai sekarang aku tidak lagi bekerja di sini. Jaga dirimu baik-baik!"
Denis menatap Siska sambil tersenyum halus.
Mendengar perkataan Denis, Siska sedikit tersentuh. Sebagai tanggapan, ia hanya menganggukan kepala.
"Ngomong-ngomong Denis, bagaimana hubunganmu dengan Salma sekarang?" tanya Siska.
Mendengar pertanyaan Siska, Denis menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu. Tolong jangan bicarakan soal itu dulu!" jawab Denis dengan lemas. Terpancar kesedihan dari sorot matanya.
Ada satu kata-kata bijak mengatakan, "Diam adalah bahasa terbaik, disaat sedang kecewa dengan keadaan"
Denis lebih memilih untuk diam dan tidak memberitahu Siska tentang hubunganya dengan Salma karena memang saat itu perasaannya sedang sangat kacau. Dia hanya mau menenangkan pikiranya dulu dan tidak mau mengungkit-ngungkit soal Salma.
Yang jelas, dia sangat kecewa!
Siska yang mengerti akan perasaan Denis, ia berkata, "Maaf, Denis."
"Kenapa kamu minta maaf?"
"Gara-gara aku, kamu jadi teringat kembali pada Salma," jawab Siska.
"Haha, kamu ini ada-ada saja. Aku baik-baik saja. Sudah ya. Aku pulang dulu." Denis menatap Siska sambil tersenyum, seolah-olah menutupi kesedihanya.
Denis, kemudian mengambil tasnya di atas meja, dan berbalik untuk segera pergi.
"Denis, tunggu! Nanti malam aku ke rumahmu, ya," teriak Siska.
"Terserah kamu saja, rumahku selalu terbuka buat kamu," jawab Denis, sebelum kemudian keluar dari pintu belakang toko, dan pergi.
Siska sangat senang mendengar jawaban Denis.
Sekarang, dia hanya bisa menatap Denis yang pergi semakin menjauh.
Hanya butuh beberapa menit saja untuk akhirnya Denis tiba di rumah, dan betapa terkejutnya dia setelah membuka pintu, ternyata ada seorang gadis cantik berpenampilan mewah, dengan fostur tubuhnya yang seksi, sedang terbaring di kursi rumahnya seorang diri!
"Siapa dia? Kenapa gadis itu bisa ada di rumahku?" Denis bertanya-tanya.
Denis terus memperhatikan gadis itu dari ujung rambut sampai ujung kaki, dan terlihat ada sebuah koper besar di sampingnya. Setelah terdiam sejenak sambil memfokuskan pandangan, Denis akhirnya menyadari bahwa gadis yang sedang terbaring di kursi rumahnya adalah kakak perempuanya dari Soul Kalbar. Jessica Tayson. “Kakak! kenapa kakak ada di sini?” seru Denis saat itu juga. Jessica yang terkejut mendengar suara adiknya secara tiba-tiba, ia langsung duduk dan melirik ke arah Denis. Jessica menyeringai, “Hmmm, emang kenapa kalau aku ada di sini, adikku yang tampan?”ucap Jessica. “M-Maksudku, mau apa kakak ke desa Westren Cily?” Denis bertanya sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. “Hehe, Dengar Denis! Kamu pasti belum tahu-kan, untuk apa kakak ke sini?”Jessica tersenyum, lalu menghampiri Denis yang masih berdiri
"Haiii, halo, Denis. Aku sudah dalam perjalanan menuju rumahmu. Kamu udah makan belum? Aku belikan nasi goreng buat kamu, ya. Kita makan malam bareng, bagaimana?" tanya Siska tampak bersemangat dari balik telepon. "Eeee ... I-Iya, boleh boleh." Denis gugup. Ia tidak tahu harus berkata apa. Yang jelas, dia sangat kebingungan karena kakaknya masih di rumah. “Hmmm, oke ... Ngomong-ngomong kamu kenapa kok bicaranya gugup begitu? Kamu tidak suka ya, kalau aku kerumahmu?” tanya Siska penasaran. Denis terkejut. "T-Tidak ... bukan begitu Siska. Aku tidak apa-apa, kok." "Bener, tidak apa-apa?" "Iya ... Kamu tenang saja," jawab Denis. "Hmmm ... Baguslah kalau begitu." Dari seberang sana, Siska merasa agak sedikit kecewa. Siska curiga kalau Denis sedang menyembunyikan sesuatu. Tidak biasanya Denis gugup begini. "
"Iya, kalau tidak ada orang itu, dari tadi kita pasti sudah berhasil menculik Siska!" jawab pria satunya lagi. "Sudah, kita tunggu saja. Sebentar lagi orang itu pasti akan pergi. Setelah itu, kita culik Siska dan bawa dia pada bos besar!" tegas si pemimpin. Sebagai tanggapan, pria satunya hanya menganggukan kepala. Beberapa detik kemudian setelah melihat ke pemilik mobil, pria itu menyadari sesuatu. “Ngomong-ngomong, bos. Gadis yang mendekati Siska ternyata cantik juga ya. Kelihatannya dia orang yang sangat kaya.” “Maksudmu?” tanya si pemimpin. "Coba lihat bos, mobil yang dikendarai gadis itu sangat mewah! Itu mobil Bentley Bacalar! Mobil itu seharga dua juta dolar dan hanya ada 12 unit saja di dunia ini!" Temanya menjelaskan sambil menunjuk mobil Jessica. Mendengarnya, pria itu terkejut lalu melihat kembali ke arah mobil Jessica.
Di tempat lain, Denis bersiap-siap untuk menjemput Siska. Denis membuka pintu depan rumah dan hendak pergi saat itu juga. Dia membawa sebuah Headlamp (senter kepala) di tanganya untuk menerangi jalanan yang gelap. Rumah Denis terletak di sebelah kiri jalan yang di mana jalanan itu agak menurun karena memang rumahnya berada di atas kaki gunung. Tepat di samping kanan jalan adalah jurang yang sangat terjal. Kalau melihat ke bawah, siapapun bisa melihat pemandangan seluruh desa Western Cily dari atas sana. Dari ujung desa Westren Cily, terlihat ada sebuah danau luas yang membatasi antara desa Western Cily dan desa lain. Sejauh mata memandang, seluruh desa Westren Cily di kelilingi oleh pegunungan-pegunungan besar yang menjulang tinggi. Tepat di atas rumah Denis adalah gunung Prau. Gunung Prau memiliki ketinggian yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2500 MDPL. Setelah keluar rumah, Denis langsung mem
"Betul Tuan Muda. Kita tunggu saja. Bawahanku pasti akan segera kembali dan membawa Siska kepadamu, Tuan. Haha!" tambah pria bertubuh besar satunya lagi. Big Buster. Wakil pengawal keluarga Bringtong. Mereka tertawa terbahak-bahak sebelum kemudian dikejutkan dengan kedantangan dua orang pria bertudung hitam, membuka pintu utama Villa dan berlari menghampiri mereka dengan nafas terengah-engah. "M-Maaf Tuan Muda, kami gagal membawa Siska, Tuan." Kedua pria bertudung itu menghampiri Jacob, kemudian berlutut di hadapannya dengan ekpresi ketakutan. "APA! KALIAN GAGAL MEMBAWA SISKAAA?" Raut wajah Jacob seketika berubah merah padam. Rahangnya mengeras serta alis menyatu, menatap tajam ke arah dua pria bertudung itu. Jacob mengepalkan tangan lalu mengambil botol anggur di meja dan melemparkan botol itu ke lantai! Pranggkkk... Botol
Mendengar penjelasan komandanya, Denis terkejut! Ternyata ada keluarga sekejam itu di Kota Bandung City? Yang Denis tahu, Bandung City adalah kota maju. Tetapi, di balik kemajuan kota itu ternyata ada kejahatan ternyembunyi di dalamnya. "Iya Denis. Atasan menyuruhku untuk mengganti misimu. Karena kamu dekat dengan kota Bandung City, kamu di tugaskan untuk menyelidikinya. Bagaimana, Siap?" "Baik Komandan. Siap!" jawab Denis dengan tegas. "Baiklah kalau begitu. Mulai besok, kamu sudah bisa menjalankan misi ini." Komandan Andri tampak senang mendengar Denis bersemangat. "Oh, satu lagi, menurut informan, ada orang-orang misterius yang membuat pasar gelap di Bandung City" "Dengan adanya pasar gelap di sana, dunia bawah semakin tak terkendali! Kamu selidiki itu juga, ya!" lanjutnya. "Oke, komandan!" "Baiklah. Sudah dulu Denis." Denis kemudian menutup panggilan lalu memasukan ponselnya ke saku celana. Dia benar-b
"Hei? Apa yang kau bicarakan? Pria itu ingin melihat tas edisi khusus?" tanya Rio sambil tangannya menunjuk Denis dengan congkak. Ini pasti hanya lelucon! Rio memandang Denis dengan tatapan merendahkan. Denis merasa malu karena pengunjung lain juga memperhatikannya. Bella pun tidak bisa menyembunyikan rasa kesal. "Wanda! Apa kau benar-benar yakin pria itu akan mampu membeli barang di toko ini? Ayolah, jangan bercanda!" "Aku sedang tidak bercanda, Bella. Dia memiliki kartu black-gold. Dia pengunjung VIP." "Hahaha!" Sekali lagi Rio tertawa keras. " Pengunjung VIP kau bilang!? Hei, dengar, dia cuma seorang gembel di desa ini!" Salma memandang Denis dengan tatapan jijik, "Denis, Tidakkah kau malu pada dirimu sendiri? Kenapa kau tidak pergi saja dari sini?" "Hahahahaha!" Pengunjung lain ikut menertawakan Denis. Kejadian di toko i
Denis baru menyadari bahwa dia tidak mungkin membawa belanjaan dan tas Hermes ke acara reuni. Dia memutuskan kembali ke toko dan berniat mengganti pakaian dengan yang sudah dia beli di sana, sekaligus menitipkan tas Hermes nya.“Selamat datang kembali, Tuan. Apa ada lagi yang bisa kami bantu." Bella dan Wanda keheranan melihat Denis kembali ke toko.“Maaf. Bolehkah aku ikut mengganti pakaianku di sini. Aku ada urusan mendadak," ucap Denis sambil menatap kedua wanita itu di depanya.“Oh, silahkan Tuan. Di sebelah sini," jawab Wanda dan Bella secara bersamaan sambil menunjuk sebuah ruangan khusus untuk berganti pakaian.Denis tersenyum melihat Bella yang sekarang tampak lebih sopan. Mungkin dia masih malu karena kejadian tadi.“Terimakasih. Oh, ya. Aku ingin menitip tas ini. Nanti aku ke sini lagi." Denis memberikan tas Hermes edisi khususnya pada Bella.“Baik, Tuan. Dengan senang hati." Bella membungkuk hormat, m