Home / Romansa / Ah! Enak Mas Dokter / Mengunjungi Praktek Dokter

Share

Mengunjungi Praktek Dokter

Author: Dita SY
last update Last Updated: 2025-05-24 10:53:52

Paginya, Febby dan Andi sedang bersiap-siap mengunjungi praktek Dokter yang direkomendasikan oleh Ratih.

Wanita paruh baya itu pulang ke rumahnya di daerah Bogor pagi-pagi sekali. Sebelum pulang, Ratih sudah memberitahu Dirga kalau Andi dan Febby ingin ke sana.

"Kalau Dokter nyaranin kita periksa kesehatan alat reproduksi lagi, gimana Mas? Apa kali ini kamu mau?" tanya Febby pada suaminya yang tengah memakai sepatu.

Andi melirik sinis. "Kamu kan udah beberapa kali periksa dan kamu sehat kan? Ya udah, berarti ngga usah periksa lagi. Jelas-jelas aku dan kamu sehat. Cuma belum aja kita dikasih anak."

Febby mengangguk pelan, "Iya Mas." Tidak banyak kata yang keluar dari mulutnya setelah mendengar jawaban ketus dari sang suami.

Keduanya berjalan keluar rumah yang langsung tertuju pada garasi. Mereka naik ke mobil Avanza milik perusahaan tempat Andi bekerja. Mobil dinas yang berhasil Andi dapatkan setelah lima tahun bekerja di sana.

"Sampai sana, ngga usah ngomong macem-macem sama Dokter. Kamu tinggal konsultasi aja, udah," ujar Andi mengingatkan. Ia memasang sabuk pengaman di pinggang lalu melajukan mobil keluar dari garasi tanpa pagar rumahnya.

Febby hanya diam, memandang keluar jendela mobil sambil menghela napas panjang.

Malas berdebat dengan suaminya yang hanya mau menang sendiri. Suaminya pun tidak pernah mendengar keluh kesah Febby selama dua tahun mereka menikah.

Mereka menikah bukan karena paksaan, tapi karena saling cinta. Namun, seiring berjalannya waktu sikap Andi pada Febby makin berubah dingin dan menyebalkan.

Di tengah perjalanan, mobil yang mereka tumpangi terkena macet parah. Kendaraan di depan tidak bergerak sama sekali, membuat Andi kesal.

"Macet Mas, ngga ada jalan lain?" tanya Febby pada suaminya yang emosi.

"Kamu mau jalan kaki? Udah tahu mobil kita ada di tengah-tengah. Mana bisa aku cari jalan lain," jawab Andi ketus.

Febby menghela napas panjang, berat. Malas bicara lagi, yang hanya membuat Andi kesal. Dia memilih diam.

Satu tangannya membuka kaca jendela agar udara masuk, karena AC mobil itu mati. Andi tidak pernah berinisiatif memperbaiki AC mobil itu dengan alasan semuanya urusan kantor.

"Ck!" Andi berdecak kesal, memandangi jalanan macet yang tak berkesudahan. "Jam berapa ini. Kalau tahu begini, lebih baik aku kerja. Kenapa Ibu ngga buat janji temu hari libur saja."

Febby melirik suaminya, malas menyahut. Yang ada suaminya makin marah. Apapun yang dia lakukan selalu salah di mata Andi.

"Coba kamu pesan ojek. Kamu naik ojek aja. Kamu pergi duluan. Biar aku nyusul kalau jalanan udah ngga macet," ucap Andi mencari jalan tengah.

Febby menganggukkan kepala. Ia keluarkan ponsel lalu menghubungi ojek online. Matanya mengamati jalanan saat ini yang tak jauh dari lampu merah.

Setelah mengirim alamat, Febby menunggu ojek datang.

"Udah?" tanya Andi ketus.

"Udah Mas. Nanti juga datang."

"Ya udah, tunggu aja."

"Tapi nanti kamu nyusul kan Mas?"

"Iya."

Tak berapa lama ojek yang dipesan datang. Febby melepas sabuk pengaman di pinggangnya lalu berpamitan pada Andi.

"Aku ke sana duluan ya Mas," ucapnya mencium punggung tangan sang suami.

"Hem, tunggu aku di sana."

"Iya," angguk Febby, menarik sudut bibirnya, memaksa diri untuk tersenyum. Meski dalam hati masih merasa sakit hati pada sikap Andi tadi.

"Ingat ya, jangan ngomong macem-macem. Kamu hanya perlu berkonsultasi tentang kehamilan aja."

"Iya Mas," angguk Febby lalu turun dari mobil.

Tukang ojek yang berhenti di samping mobil avanza hitam itu memberikan helem pada Febby.

"Antar ke mana, Bu?" tanya tukang ojek.

"Sesuai aplikasi aja Bang. Cepet ya, soalnya saya udah ditunggu sama Dokternya."

"Baik Bu."

Motor melaju dengan mudah melewati jalanan sempit di tengah-tengah mobil yang terkena macet.

Tukang ojek itu tampak sangat mahir menggunakan kuda besi itu. Motor meliuk-liuk dengan lincah hingga akhirnya mereka keluar dari jalanan macet.

Tempat praktek yang dituju Febby berapa cukup jauh dari jalanan tadi. Bangunan yang dulunya kosong, dibeli oleh Dirga yang tak lain sepupu suaminya.

"Mau periksa kandungan ke Dokter Dirga ya Bu?" tanya tukang ojek berbasa-basi.

"Iya Bang, katanya Dokter itu bagus. Saya direkomendasiin sama mertua."

"Iya sih, saya denger dari tetangga. Dokter itu bagus. Obatnya manjur. Tetangga saya udah lima belas tahun ngga punya anak, akhirnya bisa hamil setelah tiga bulan menjalani pengobatan di Dokter Dirga. Bagus sih. Obatnya manjur."

Febby tersenyum, secercah harapan mulai terlihat. Akhirnya dia bisa memberikan cucu yang diidamkan oleh orang tuanya dan orang tua Andi.

Febby anak satu-satunya dan harapan satu-satunya untuk memberikan keturunan, penerus di keluarga. Meskipun keluarga dia bukan keluarga kaya raya, tetapi orang tuanya akan mewariskan beberapa hektar tanah di kampung dan sawah, juga kontrakan.

Sedangkan Andi, orang tuanya masih memiliki satu anak perempuan, namun belum menikah.

Orang tua Andi juga sangat mengharapkan cucu dari anak laki-laki satu-satunya itu. Apalagi calon cucu mereka akan menjadi pewaris tanah dan kontrakan dari keluarga Febby.

"Di sini aja Bang, ini kan tempatnya?" Febby menunjuk ruko yang dijadikan tempat praktek Dokter Dirga.

"Iya Bu, ini tempatnya. Kayaknya rame deh."

"Ngga apa-apa. Mertua saya udah bikin janji." Febby turun dari motor, memberikan helem pada tukang ojek dan berjalan ke tempat praktek Dokter Dirga

Dilihat dari luar, suasana tempat praktek itu terlihat ramai. Banyak pasangan muda maupun berumur sedang duduk di kursi tunggu.

Febby melangkah perlahan, masuk ke dalam tempat praktek lalu bertanya pada resepsionis di depan ruang praktek.

"Saya Febby, istri Pak Andi. Ibu mertua saya udah bikin janji sama Dokter Dirga. Apa saya boleh masuk ke ruangan sekarang?" tanya Febby sambil memberikan bukti kalau dia sudah membuat janji temu dengan Dokter.

"Oh, Bu Febby ya? Anda sudah ditunggu di ruangan Dokter Dirga. Masuk aja sekarang."

Febby tersenyum, "Makasih." Ia melangkah mendekati ruangan lalu membuka pintu. Kepalanya masuk lebih dulu, melihat kiri dan kanan.

"Silakan masuk," ucap seorang laki-laki berpakaian Dokter yang memunggunginya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (19)
goodnovel comment avatar
Putri agustina Put
kalau diliat dri bab awal, kayanya mertua s Feby baik, berarti andi tuh real anak bpk nya. Karna sama² belegendes
goodnovel comment avatar
Bluberry Solenne
Ininkah calon tukang pijit si Febby, hahaha
goodnovel comment avatar
Raffasya
keren, dokternya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ah! Enak Mas Dokter   Bertemu Dirga

    Dari samping mereka, jarak sepuluh meter, Barta memandang dengan wajah cemas. Takut Andi mengacaukan semuanya. Bisa mati mereka semua.Sekian menit diam, Andi mengatakan, "Iya Mas, aku lagi nggak enak badan, tapi nggak apa-apa kok. Meskipun tenggorokan aku sakit, tapi bagian itu aku nggak sakit."Mendengar suara Andi yang dibuat-buat seperti wanita, Adrian dan Barta tersenyum kagum. Bagus!Adrian menunjukkan jari jempol pada Andi."Ayo Mas, kita cari tempat sepi," ajak Andi, merangkul lengan pria gendut itu. "Ayoo, gass Sayang." Pria itu bersemangat, melangkah berbarengan bersama Andi ke tempat yang sepi. Sementara Adrian masih berada di tempatnya sambil celingak-celinguk mencari pintu ruang bawah tanah."Cantik! Ayo, kenapa kamu diam saja di sana?" seru anak buah Marco yang tadi memilih Adrian. "Eh, iya, Mas. Maaf ya." Adrian pun kembali ke mangsanya yang sudah menunggu.Tepat di sampingny

  • Ah! Enak Mas Dokter   Si Cantik Andi

    Andi menelan ludah keras. Wajahnya terlihat panik saat pria gendut di depannya semakin mendekat. Sambil mengusap perut buncit, pria itu menatap Andi terus menerus. "Sayang, ayo puasin Mas. Mas udah nggak sabar pengen digoyang sama kamu. Masukin punya Mas ke punya kamu." Andi bergidik ngeri saat mendengar kata-kata tidak pantas yang keluar dari mulut si gendut. Apalagi tatapan mesum itu, membuatnya mual. Ia mengusap bulu-bulu halus di tubuhnya yang meremang. Rasanya seperti didekati Genderuwo penghuni pohon besar. Andai ia wanita sungguhan, ia merasa sudah ditelanjangi di depan umum. Ingin rasanya menendang senjata milik pria gendut itu. Paling ukurannya hanya sebesar minyak angin, pikirnya. Membayangkan saja rasanya ingin muntah. "Kenapa diam Sayang? Kamu takut ya sama Mas?" goda si gendut. Andi mendelik jijik, ingin rasanya mencabik dan mengeluarkan isi perut pria itu menggunak

  • Ah! Enak Mas Dokter   Berhasil Masuk

    Sebelumnya~"Kalian sudah siap?" Adrian berdiri di depan enam orang wanita berpenampilan seksi.Dua di antaranya wanita setengah jadi, tetapi wajah mereka tak kalah cantik dari wanita asli. Polesan make-up berhasil membuat wajah mereka terlihat seperti wanita sesungguhnya."Siap!" Ke-enam orang itu berseru dengan semangat.Mereka siap menjalankan missi berbahaya kali ini, dan yakin akan berhasil.Setelah memastikan penampilan mereka sempurna, Adrian meminta Sasa_wanita paling cantik di antara tiga lainnya untuk berjalan lebih dulu."Kamu harus benar-benar meyakinkan mereka," ucap Adrian pada wanita berkulit putih mulus itu. "Buat kedua laki-laki itu lengah."Adrian menunjuk dua orang pria bersenjata yang berdiri di depan gerbang markas.Dua pria itu terlihat fokus memperhatikan sekitar sambil memegang senjata panjang. Sasa menatap ke arah yang ditunjuk. "Siap Pak," angguknya, kemudian melangkah dengan

  • Ah! Enak Mas Dokter   Dua Nyawa Hilang

    Di dalam ruangan sempit, pengap dan gelap ... Dirga duduk bersandar ke dinding dengan tubuh yang semakin melemah.Seluruh tenaganya terkuras habis setelah memindahkan Anggun ke sudut ruang di bawah tangga.Dengan napas terengah-engah, Dirga menatap wanita masa lalunya itu yang tak lagi bernyawa. "Aku membunuhnya." Ia menatap kedua tangan yang pucat. Masih tak percaya ia membunuh seseorang dengan tangannya sendiri.Menarik napas panjang, Dirga mencoba menerima kenyataan itu, bahwa ia adalah pembunuh.Saat ini yang ia harapkan hanya kebebasan, bertemu dengan keluarga, dan menyelamatkan anak pertamanya.Apapun akan dilakukan.Di ruangan gelap itu, tiba-tiba ponsel di tangannya menyala. Ia terhenyak, sempat berpikir yang menghubungi adalah Marco. Namun, keterkejutan itu sirna saat ia melihat satu pesan yang masuk dari Kepolisian. [Pak Dirga, kami sudah mengirim bantuan ke sana. Tolong jangan berpindah posisi. Sebentar lagi Dokter Barta dan Detektif Adrian akan menyelamatkan Anda]Memba

  • Ah! Enak Mas Dokter   Rencana Pertama

    Andi dan timnya tiba di pintu masuk pelabuhan. Mobil Avanza hitamnya dihentikan oleh salah satu anggota Polisi bersenjata api. Pria berkumis tipis itu membuka kaca jendela dan berbicara dengan Polisi tersebut. Setelah berbicara panjang lebar, Andi dan keempat wanita bayaran itu turun dari mobil dan melangkah ke arah bangunan kosong yang berada tak jauh dari parkiran.Di sana, sepuluh anggota Polisi bersenjata api lengkap sedang mengawasi sekitar. Salah satu dari mereka mendekati Andi saat tim yang ditunggu itu datang. "Silakan masuk, Anda dan wanita-wanita ini sudah ditunggu di dalam." Polisi berpakaian preman itu membawa Andi, memasuki gedung yang sudah lama kosong.Dinding-dinding bangunan terlihat sangat suram. Cat-catnya mengelupas dan terlihat jamur menempel di lapisan dinding tersebut.Bau apek dan pengap, mengganggu indera penciuman mereka. Belum lagi, udara lembab dan lantai yang licin, membuat mereka kesulitan melangk

  • Ah! Enak Mas Dokter   Missi Besar

    Nila menghela napas pasrah saat pria bertato menaikan roknya ke atas, dan melebarkan kedua kakinya."Mas, jangan kasar." Dengan tatapan memohon, Nila memelas."Sstttt, sudah basah Sayang," kekeh pria itu, menyentuh belahan di bawah sana menggunakan jari dan menariknya. "Wangi, kamu pintar merawatnya Sayang."Bulir bening mengalir, membasahi wajah Nila yang pucat pasi. 'Mas Andi, tolong .... 'Seakan Malaikat maut sudah menunggu di sampingnya, ia yakin akan mati malam ini. Mati di usia muda."Aku masukan ya." Pria itu mengarahkan tombaknya ke belahan di bawah sana.Namun belum sempat memasukan senjata besar berurat itu ke dalam terumbu karang milik Nila, tiba-tiba seorang wanita memanggil wanita itu.Kelima pria menoleh ke asal suara secara berbarengan."Nila! Lo di sini. Lo dipanggil sama Mami. Cepet ke sana! Mami lagi tantrum tuh, kayaknya dia kehilangan duit!" seru Sasa. Nila tersenyum lega. Buru-bur

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status