Membuang napas panjang, Dirga melempar ponsel ke atas bantal lalu berbaring, menatap langit-langit kamar.
Ahhkkkk!Kedua tangan meremas rambut frustasi, kesal, kecewa, karena tak bisa memeluk wanitanya dan merasakan kebahagiaan berdua.Dia yang akan jadi ayah, tetapi Andi yang berantusias sampai tak henti membuat postingan di akun sosial media.Dunia memang tidak adil, tidak adil bagi hubungannya dengan Febby."Aku bahagia, tapi aku tidak bahagia! Ahhhkkk! Kenapa dengan perasaan ini? Kenapa bukan aku yang menjadi suamimu, Sayang?" gumam Dirga meremas bantal, melampiaskan kekesalan.Sadar, dia tidak boleh terus tenggelam dalam perasaan aneh itu, Dirga bersiap-siap untuk pergi dari apartemen.Malas memikirkan mata-mata Anggun, dia pun tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Menjauh dari Febby untuk sementara waktu, demi melindungi buah cintanya bersama wanita pujaan.Selesai bersiap, Dirga mengambil ponsel dan kunMobil Fandi dan Inneke masuk ke halaman rumah mewahnya. Suami-istri itu turun serentak dari mobil berbeda.Fandi tersenyum menatap ke arah istri dan anak semata wayang yang terlihat semringah."Ibu sama Febby dari mana?" tanya Ayah satu anak itu pada kedua wanita kesayangan.Inneke melangkah tergesa-gesa mendekati Fandi. "Ibu punya kabar bahagia untuk Ayah." Ia rangkul lengan suaminya sambil tersenyum cerah.Kening Fandi berkerut, "Kabar apa?" tanyanya penasaran."Masuk ke rumah dulu atuh." Inneke menarik lengan suaminya, namun Fandi bergeming, menunggu anak kesayangan ikut masuk."Feb, kabar apa? Kata Ibu dia bawa kabar gembira? Ayah jadi penasaran," tanya Fandi pada Febby yang berjalan mendekati pintu rumah.Febby mengulum senyum, melirik ibunya yang mengedipkan mata, merahasiakan kabar itu."Pokoknya kabar bahagia ini Ibu jelasin di dalam aja," kata Inneke, kembali menarik lengan suaminya masuk ke rumah.
"Surat panggilan dari kantor Polisi?" Dengan sisa tenaga yang ada, Andi berusaha bangkit dari duduknya. Satu tangan memegang pintu pagar, tangan lain menggenggam amplop surat. Duda tanpa anak itu melangkah gontai memasuki rumah sambil meremas kertas. Tak sanggup berjalan lebih jauh, Andi menjatuhkan tubuh yang lemas di atas sofa panjang ruang tamu. Sekali lagi, ia baca surat panggilan dari Polisi, mencermati isinya. "Siapa yang melaporkan aku ... Ayah Fandi?" gumamnya tak habis pikir dia dilaporkan ke Polisi atas kasus hukum lebih dari satu. Puas membaca berulang kali, Andi meletakkan kertas tersebut ke atas meja lalu mengambil ponsel dari saku celana dan menghubungi seseorang. Satu-satunya orang yang bisa membantu saat ini hanya Anggun, namun telepon itu tidak diangkat. "Nenek sihir! Angkat teleponnya!" geram Andi meremas benda pipih hitam tersebut sangat erat hingga menimbulkan bunyi 'krek'.
Di kediaman Fandi_Juragan Kerupuk yang terkenal seantero Bandung.Setelah tiga hari puasa bermain ponsel, akhirnya Sisca bisa melampiaskan dahaga itu dengan memainkan benda pipihnya sepuas hati.Yang pertama dilakukan, pasti melihat postingan Aa tersayang_Andi. Ia membuka akun sosial media Andi dan melihat postingan terbaru.DEG!Kedua mata sipitnya membulat sempurna saat membaca caption di foto Andi yang menangis. Di sana tertulis jelas kalau Andi baru saja bercerai dari Febby."Aa Andi cerai sama Teh Febby? Eh, kok aku ngga tahu? Kok Teh Febby ngga ngasih tahu?" Tangannya mendadak tremor setelah melihat postingan yang membuat detak jantung berhenti sekian detik. "Kenapa keluarga ini tenang-tenang aja? Kayak ngga ada yang terjadi."Penasaran, ia pun melihat semua postingan kesedihan Andi. "Aa, atuh kasihan amat si Aa dicerai. Jadi Teh Febby selingkuh? Sama Dokter Kandungan sendiri?"Sayangnya di postingan Andi tak menga
"Baby, apa kata Ibu tadi?" tanya Dirga penasaran. "Kamu lagi di mana? Sayang."Febby tersenyum lebar sambil mengusap perut yang semakin besar, lebih besar dari usia kandungan seharusnya. "Aku masih ada di rumah sakit, Mas. Baru selesai periksa kandungan. Dan kata Dokter, anak kita kembar."Deg!Dirga terdiam membisu.Kening Febby berkerut, tak mendengar suara ayah dari bayi di kandungan. Awalnya dia pikir Dirga akan berteriak dan melompat-lompat. "Mas, kamu ngga senang ya dengernya?"Hening!Tak ada jawaban dari sana. Febby menatap ibunya dengan ekspresi bingung. Inneke pun mendekat dan memanggil nama calon menantunya."Dung, kamu denger ngga Febby ngomong apa? Dung, kamu masih ada di sana?" tanya Inneke, sama bingung dengan Febby.Kedua wanita itu saling pandang, dan tak lama terdengar suara napas terengah-engah."Baby, apa katamu tadi? Bayi kita kembar?" tanya Dirga dengan suara seperti habis berlari
"Sisca!"Suara teriakan terdengar saat Sisca baru saja masuk ke rumah mewah Fandi_suami dari bibinya. Buru-buru ia memasukkan ponsel ke dalam saku, padahal baru saja dia ingin mengirim chat pada Andi."Sis! Ke sini sebentar, Neng."Wanita muda itu berdecak kesal, "Apaan sih, baru juga dateng," gerutunya seraya menghentakkan kaki ke atas lantai.Jujur saja, menjaga Febby bukan keinginannya. Dia hanya menuruti permintaan kedua orang tuanya. Ayah Sisca berhutang budi pada Fandi karena keluarga mereka selalu dibantu disaat sulit.Ibu Sisca memang tidak seberuntung Inneke yang memiliki suami cukup kaya, bahkan sebelum Fandi jadi Bos Kerupuk. Meski perbedaan ekonomi mereka cukup jauh berbeda, namun Fandi dan Inneke tak pernah lupa membantu dengan memberikan tempat usaha gorengan di pinggir jalan.Akan tetapi, keuangan keluarga Sisca masih belum bisa dikatakan maju, karena ayah Sisca harus menghidupi adik dan orang tuanya yang jompo. Se
Anggun berdecak kesal mendengar suara tangisan Andi yang tak berkesudahan, bahkan mengabaikan ucapannya sejak tadi."Mas, kamu di mana? Biar aku susul kamu ke sana. Aku takut kamu bunuh diri lagi gara-gara cerai sama Febby."Pertanyaan Anggun tak dijawab oleh Andi yang masih tenggelam dalam penyesalan dan kesedihan mendalam.Bulir bening tumpah kian deras, meratapi status terbarunya sebagai duda tanpa anak. Semua mimpi selama ini runtuh. Cita-cita menjadi Bos Besar, hancur berkeping-keping. Yang tersisa hanya penyesalan menyiksa diri."Maafin Mas, Feb. Mas menyesal. Tolong kembali pulang ke rumah kita," isak Andi masih menangis tersedu-sedu.Suara decakan kembali terdengar, Anggun mulai jengkel mendengar tangisan Andi. "Mas, kamu bisa ke resto biasa ngga? Kita ketemuan, atau aku ke tempat kamu aja. Aku takut kamu kecelakaan, bisa gagal rencana kita."Andi bergeming, masih meratapi kesedihannya."Ayolah Mas, kamu mau begi