Share

Kepribadian

Di kelas sebelas MIA satu, siswa siswinya sedang belajar Matematika. Tiba-tiba pintu kelas terbuka, maka suasana berubah saat itu. Ditengah-tengah suasana yang hening itu, Leo masuk dengan kata pembuka yang hanya ucapan salam kemudian lewat kedepan kelas dan duduk langsung di bangkunya.


Semua orang heran melihatnya, bagaimana ia masuk? Padahal gerbang sudah dikunci karena jam pelajaran sudah dimulai. Mungkin itulah anugrah untuk seorang yang jenius, Leo juga bisa lepas dari hukuman para satpam penjaga gerbang.


Bapak Ade pun otomatis menghentikan pengajarannya, Ia menghampiri Leo yang sudah duduk dibangkunya dan mengajukan beberapa pertanyaan.

  "Leonar! Kamu kenapa baru datang?!" Pak Ade menyambut Leo dengan tatapan introgasi.


Leo cuma menjabat tangan Pak Ade dan menciumnya sebagai salam darinya serta melepaskannya lagi.


Pak Ade yang keheranan sesekali melihat tangan yang dicium Leo, mungkin Pak Ade takut tangannya itu terkena semacam virus.

  "Hei, kamu belum Jawab pertanyaan dari Bapak."


Leo akhirnya menatap wajah Pak Ade kemudian menghela nafas dan akhirnya berkata, "Maaf Pak, tadi ada urusan," jawabnya santai.

  "Urusan? Kamu tahukan sekarang jam sekolah? Kenapa tidak ditunda dulu?"

Leo mendengar tetapi merespon Pak Ade dengan sikap diamnya.

  "Bapak tanya kamu Leonar!" ketus Pak Ade.

Leo membuang nafas pelan. "Maaf Pak. Saya tidak suka menunda waktu seperti Bapak yang berhenti belajar matematika hanya untuk mengintrogasi seorang siswa," jawab Leo jelas.


Kedengaran langka jika Leo buka suara. Suara beratnya memang seiras dengan wajah tampan nan mulusnya itu. Bahasa yang digunakannya juga bukan main-main, ia tidak menggunakan bahasa gaul anak muda masa kini.


Ini wajar, Leo pernah mendapatkan pendidikan yang baik di Singapura dibawah langsung bimbingan Pamannya. Meski hanya setahun, itu cukup membuat dirinya melupakan masa lalunya.


Pak Ade yang sedang mengintrogasi Leo kembali kedepan dengan ekspresi wajah agak malu campur kesal. Menghilangkan perasaan itu, Pak Ade kembali melanjutkan pengajarannya. Sebagian siswa banyak yang cekikikan karena ulah Leo kepada Pak ade tersebut, melihat Pak ade berekspresi campur kesal sudah sukses membuat hiburan kecil untuk warga kelas sebelas MIA satu.


Pak Ade mulai lagi mengajar di kelas, pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling anti bagi siswa-siswi dikelas itu.  Pelajaran matematika yang diajarkan Pak Ade inilah yang membuat suasana kelas menjadi suntuk. Kala itu Pak Ade sedang membahas materi tentang limit, sebuah pembelajaran matematika yang cukup berbelit untuk difahami.


  "Mau limit ke, tumit ke, tetep aja gua mah gak faham, ini pelajaran berbelit sumpah."

  "Sama gua juga," 

  "Percaya gak? Dulu gua jago banget matematika tuh."

  "Wah masa? Kok sekarang lo jadi bloon gini bro?"

  "Itu gara-gara si x sama y masuk kedunia matematika tuh. Efeknya gua jadi agak gak ngerti matematika."

  "Terus kenapa lo masuk jurusan MIA?"

  "Ya kan gua udah bilang dulu gua jago matematika. Siapa tau kemampuaj matematika gua balik lagi."

  " Diem bro! Perhatiin lagi biar ngerti, nanti ditanya Pak Ade lagi kalau gak perhatiin."

  " Lah, si Leo juga gak merhatiin, liat tuh!"  tunjuk salah seorang murid pada Leo yang kala itu sedang melamun menatap keluar jendela.


Pak Ade yang sedang mengajar itu akhirnya mendengar suara bisikan murid-muridnya, langsung ia mencari sumber suara itu. Segera ia mengawasi jajaran putra paling ujung yang dekat dengan jendela.


Memang Pak Ade tidak mendapati suara yang berbisik itu karena dua orang siswa yang berbisik tadi sudah diam dan mulai ikut memperhatikan pelajaran. Namun, Pak Ade mendapati Leo yang sedang melamun sambil menatap luar jendela tidak memperhatikan pelajaran.


Dianggap tidak memperhatikan penjelasannya, Pak Ade Langsung memanggil lagi nama Leo.

  "Leonar!" panggil Pak Ade.

Leo yang tadinya melihat ke luar jendela, dengan santai mulai melirik dan menatap Pak Ade.

  "Apa yang sedang kamu lihat? Jadi dari tadi kamu tidak memperhatikan penjelasan dari Bapak?"

Leo diam saja.

Remaja yang satu ini memang menganut faham 'Diam itu emas' dalam dirinya. Didikan keras Pamannya juga menjadi salah satu faktornya.

  "Coba kamu kerjakan soal limit ini Kedepan!" perintah Pak Ade sambil menyodorkan spidol.


Leo Langsung beranjak dari bangkunya dan menerima spidol dari Pak Ade. Leo dengan mudah mengerjakan soal yang sudah ada papan tulis. Ia langsung menulis Jawabannya yang luasnya hampir satu papan tulis itu. Leo mengerjakannya dengan perlahan tapi pasti, setelah selesai Ia menyodorkan kembali spidolnya itu kepada Pak Ade.


Pak Ade dan seluruh siswa dikelas itu terpana bahkan ternganga karena Leo. Mereka tidak menyangka bahwa Leo bisa mengisi soal limit yang baru dijelaskan dan belum pendalaman itu. Pak Ade langsung memastikan jawabannya. Di luar dugaan, Leo behasil menjawab keseluruhan dengan sempurna. Mulai dari cara menghitung hingga jawaban benar penempatannya. Pak Ade juga sampai membuka dan mengusap kacamatanya karena ditakutkan ada yang salah dari penglihatannya itu.


Sosok Leo sebagai orang jenius tersembunyi mulai merebak di sekolahnya. Namun ia tidak terlalu memamerkan kegeniusannya itu. Ia lebih banyak diam dan sering melamun sendirian. Ada waktu luang, ia sempatkan untuk membaca buku.


Tak hanya itu, wajah yang tampan membantu namanya semakin tenar di sekolahnya, terutama di kalangan kaum perempuan. Banyak dari mereka yang menganguminya sampai-sampai saat berjalan untuk pulang pun banyak yang menyeru namanya. Namun, Leo tidak pernah melirik mereka sekalipun. Itulah yang menyebabkan Leo menjadi murid yang disegani di sekolahnya.


   ****


Leo akhirnya sampai dirumahnya. Ia disambut hangat oleh Bibinya yang bernama Fira.

  " Hai Leo, ternyata kamu sudah datang ya," sambut Fira yang kala itu sedang membereskan ruang tamu.


Leo membuka sepatu dan mulai naik tangga untuk ke kamar atas. Anak itu hanya salaman pada Fira sebelum akhirnya perkataan Bibinya menghentikannya.

  "Oh iya, Ayahmu tadi telepon, katanya dia ingin sekali bertemu denganmu," ucap Bibinya.


Leo awalnya masih tetap diam, kemudian terlihat menyunggingkan bibirnya secara sinis.


  "Jadi? Kamu bersedia bertemu dengannya?" tanya Fira.

  "Aku sibuk," jawab Leo singkat

Fira mengangguk, tanda bahwa ia memaklumi sifat Leo. "Baiklah Bibi tidak memaksa."

  "Kamu tidak mau makan dulu?" tanya Fira setelah melihat Keponakannya berjalan ke atas tangga menuju kamarnya.

  "Duluan aja."


Leo masuk kemarnya dan melempar tasnya. Ia langsung berbaring terlentang diatas ranjangnya ia terus memikirkan perkataan bibinya mengenai Ayahnya tadi. Sesekali ia mengambil nafas panjang dan bangun dari baringannya lalu menunduk saat memikirkannya.


Ia pun melirik sisi kirinya yang terdapat komputer dan alat tulis beserta buku jurnalisnya. Setelah ia melihat buku jurnalisnya itu, Ia pun teringat akan kenangan buruknya yang ia tulis tiga tahun yang lalu.


"Ayah sialan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status