Share

The Cool Prince

  Kegaduhan terjadi di dalam rumah besar yang terletak di sudut kompleks itu, bahkan terdengar benda-benda pecah juga menambah kesan ngeri keributan di dalamnya.

  "Dasar melawan! Kemari kau biar aku hukum!" murka pria paruh baya yang sepertinya penghuni rumah itu.

  Seorang pemuda di depannya mengukir senyum liciknya. "Jangan coba-coba menghalangiku, kau tidak sadar aku seperti ini itu karena ulahmu sendiri?!"

  Dua orang perempuan yang ada disana terdiam membisu, mereka hanya meringis ketakutan karena tidak ada keberanian untuk melerai keduanya.

  "Kalian hentikan!"

  "Sudah cukup, kumohon berhenti..."

  Kedua perempuan itu kembali terdiam saat pertengkaran dan perdebatan itu kian memanas.

  "Kupikir aku tak tau kelakuan bejatmu?!"

  Bugh!

  Pria paruh baya itu memukul wajah pemuda yang dari tadi berdebat dengannya. Sontak hal ini membuat kedua perempuan tadi menjerit.

  "Berani-beraninya kau!"

  Lagi-lagi pemuda itu menyunggingkan bibirnya. "Kau takut aku membongkarnya bukan?!"

  "Kau sudah salah faham!"

  "Terserah kau! Mulai sekarang aku angkat kaki dari sini!"

  Kemudian pergilah pemuda itu keluar dari rumah kemudian melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Pria paruh baya itu hanya menyeru nama pemuda itu. Dalam hati, dirinya berharap supaya ia kembali.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

           ~{Ai (untuk Leo)}~

  Tepat pada hari kamis di SMA Aryabina, seorang pria berjalan dengan santai menuju ruang kelas paling bawah dari bangunan sekolah tiga lantai itu. Pria tersebut memasang wajah datar dan dingin membuat orang segan jika berpapasan dengannya. Cukup heran kenapa Ia berjalan dengan santainya padahal jam pelajaran pertama sudah dimulai hampir satu jam yang lalu.

  "Merepotkan, buku bacaanku tertinggal," decak Leo.

  Berjalan di koridor sekolah yang sepi memang menyejukan hati. Sengaja Leo memilih datang terlambat karena ingin merasakan ketenangan berjalan tanpa pekikan-pekikan para gadis di sekolahnya. Meskipun Leo tau, perbuatannya itu melanggar aturan dan tak baik ditiru. Hanya saja, Leo juga manusia jauh dari kata sempurna. Tak mungkin jika tidak pernah melakukan kesalahan sama sekali.

  Terlihat seorang lelaki yang muncul dari lorong toilet, dirinya mendapati Leo yang baru saja datang dan hendak masuk ke kelas. Lelaki yang diketahui bernama Rega itu pun berakhir menyapa Leo.

  "Leo? Santuy amat jam segini lo baru datang? Pak Ade Yedi udah mulai tuh."

  Tidak menjawab, Leo memilih diam tidak merespon Rega. Tatapannya sangat terkesan datar, membuat segan orang yang melihatnya.

  "Kok lo bisa lolos di penjagaan Pak Satpam sih?" tanya Rega kembali namun Leo tidak menjawabnya.

  "Ajarin gue dong, cara gimana gak kena hukum pas telat. Biar gue gak cape pas datang ke kelas, soalnya sebelum berangkat kan gue punya bisnis, jadi..."

  Tidak mendengarkan ocehan Rega, Leo memilih melanjutkan langkahnya.

  ... Suka cape kalo datang tuh, bisa gak WOY LEO! Gue lagi ngomong sama lo! Oi!" teriak Rega setelah perkataannya diabaikan Leo begitu saja.

  "Budek apa gimana sih itu orang? Heran gue." Rega menggelengkan kepala lalu pergi menuju kelasnya.

  Saat Leo berjalan di koridor dekat tangga perpustakaan, ia tidak sadar tengah diperhatikan oleh dua orang gadis yang tengah membawa tumpukan buku paket.

  "Itu kan si Cool Prince, wahh pas banget berpapasan disini," ucap gadis berambut panjang dengan poni menyilang yang diketahui bernama Misa.

  "Santai banget dia, padahal ini mau jam pelajaran kedua loh," imbuh seorang gadis yang memiliki rambut sebahu dengan nametag beruliskan Levi.

  Keduanya berhenti berjalan sesaat sesudah turun dari tangga perpustakaan, kemudian dengan lekat memandangi lelaki yang berjulukan Cool Prince yang tengah berjalan itu.

  "Sini bukunya." Misa merebut tumpukan buku dari rekannya berniat menambah jumlah buku yang ia bawa.

  "Gak keberatan, Sa?"

  "Sstt! Gue ada ide," ujar Misa.

  "Jangan Sa, gak bakalan berhasil. Orang itu mana peduli sama lo," cegah Levi.

  "Kali ini pasti berhasil," gumam Misa penuh keyakinan kemudian pergi menghampiri Leo.

  "Misa! Dengerin gue hey!" seru Levi, kemudian gadis itu mendecak kesal karena menanggapi kelakuan rekannya.

  Leo dan Misa datang dari arah berlawanan. Pada saat mereka hampir berpapasan, Misa sengaja melakukan drama tersandung dan menjatuhkan tumpukan bukunya. Biar so sweet, kaya drama korea, pikirnya.

  Bruuk.

  "Aduh," ringis Misa seraya mengusap-usap pergelangan kakinya.

  Buku itu berserakan menghalangi jalan Leo, membuat langkanya lagi-lagi terhenti. Ia juga melihat Misa yang duduk meringis di depannya.

  Bukannya membantu, Leo malah terdiam seraya bergumam dalam hati, Gadis ini terjatuh, tetapi ia memikirkan dirinya dahulu tidak dengan bukunya. Dia malah meringis dan tidak meminta maaf.

  Leo kemudian menghela nafas berat. Gadis ini hanya berpura-pura terjatuh. Ck, menghalangi jalanku saja, decak Leo membatin.

  Tak berbicara sepatah kata pun, Leo melangkahi semua bukunya dan berlalu meninggalkan Misa yang memang meminta dibelas kasihani.

"Cool Prince...," rengek Misa yang melihat punggung Leo kian menjauh. Mengetahui Leo mengabaikannya, ia pun hanya berdecak kesal sambil duduk di lantai koridor.

  "Gue bilang juga apa, keras kepala sih. Untung koridor sepi. kalo enggak, mau dikemanain muka lo?" ujar Levi yang datang merutuki Misa.

  "Kan niatnya mau nurutin drakor, pura-pura jatuh terus ditolongin oppa-oppa. Kan sweet gitu," balas Misa.

  "Ngimpi lo Sa, disini tuh Indonesia bukan Korea. Kalo mau ngehalu, jangan ketinggian, BEGO kesannya," sinis Levi pada Misa.

  "Ih, kok lo malah marahin gue sih?"

  "Ilangin kebiasaan lo ini Sa. Gue suka denger para cowok bilang mereka itu keganggu akibat kelakuan para cewek yang suka gelitik mereka," saran Levi.

  "Kalo jujur, gue yang gak ngelakuin malah ikut malu sama mereka. Please Sa, gue tau lo cuma becanda. Tapi jangan kayak gini, kesannya lo murahan di depan cowok," sambungnya lagi.

  "Yang kayak gue tadi kan banyak Lev, malahan banyak yang lebih parah juga. Kenapa lo sensi banget sih kalo gue yang lakuin?" tanya balik Misa.

  "Karena lo temen gue dan gue berhak nasihatin elo. Inget Sa, lo boleh ngejar orang yang lo suka, tapi jangan sampe turunin harga diri lo sebagai cewek," jawab Levi.

  "Iya-iya, gue minta maaf. Thanks udah ngasih tau. Lagipula pas udah tau Cool Prince cuek banget, gak jadi niat buat jadiin dia gebetan. Cuek bukan gue banget," ujar Misa.

  "Udah, cepetan lo berdiri. Kita ke kelas sekarang, yang lainnya pasti udah pada nungguin bukunya."

  "Iya-iya Lev."

  Setelah membereskan semua bukunya, kedua gadis itu pergi menuju kelas mereka.

  Leo berjalan menuju kelas sebelas MIA satu yang merupakan kelasnya. Ia melewat beberapa kelas termasuk kelas sebelas IIS tiga yang kala itu tengah belajar bahasa inggris. Hampir seluruh mata melirik Leo yang berjalan santai depan jendela padahal jam pelajaran sudah dimulai hampir satu jam berlalu.

  "Hey!" seru guru bahasa inggris Mr. Nana.

  "Apa yang kalian lihat hah?!" tanya Mr. Nana sambil melihat keluar jendela. Dilihatnya Leo sedang berjalan santai saat ia terlambat datang.

  "Sudah jam berapa ini?! Masih ada anak yang baru mau masuk kelas?! Dasar pemalas! Kalian jangan ikuti tabi'atnya, anak seperti itu tidak pantas dijadikan contoh. Mengerti?!"

  "iya pak," jawab murid-murid

  "Bagus, mari kita lanjutkan,"

ucap Mr. Nana sembari membalikan badannya untuk kembali melanjutkan penjelasnya sambil menulis di papan tulis.

  Sesaat setelah Mr. Nana membalikan badan untuk menulis, hampir seluruh siswa siswi kelas tersebut beranjak dari bangkunya menuju jendela untuk mengintip si Cool Prince yang kala itu tengah berjalan.

  Berjalan tegap dengan pakaian yang rapi, wangi farfumnya sungguh membuatnya memancarkan aura wibawa bak pangeran negri dongeng. Membuat seluruh siswa kelas IIS tiga tak bisa melepaskan pandangannya dari jendela terutama kaum perempuan.

  "Lihat, Itu si Cool Prince ganteng maksimal sumpah."

  " Omg, calon suami gue itu."

  "Ya ampun artis Korea ala Indonesia ini mah."

  "Udah tampan, cool lagi, perfect banget ini mah idaman."

  "Aaaah!" pekik kecil para siswi yang sedang mengintip di jendela

  Berbeda dengan perbincangan para perempuan yang seperti mengaguminya, yang laki-laki justru sebaliknya.

  "Alaahhh, punya tampang segitu doang udah logay tingkat dewa."

  "Bro, logay tu apa?" 

  "Loba gaya, Ceng (banyak gaya), gue juga yang guanteng kuadrat melebih artis Korea gak gitu-gitu amat."

  "Bro dirumah gak ada kaca?"

  "Ada lah! Kenapa emang?"

  "Nanti matiin lampu pas malem, nah lo terawang pake lilin ke kaca dirumah lo, nanti ada tuh penampakan yang ngaku-ngaku artis korea."

  "Etdah, gue sumpel mulut lo baru tau."

  Mr. Nana yang terus menulis didepan kelas curiga dengan kelakuan murid murid dikelasnya, ia pun langsung menoleh belakang untuk melihat apa yang dilakukan murid-muridnya.

  Namun saat ia menoleh ke belakang, Murid-murid dengan rapi duduk ditempat duduknya dan tertib belajar. Mr.Nana lega karena kecurigaannya itu cuma prasangka belaka, ia pun kembali menulis materi lagi di papan tulis.

  Saat Leo tengah berjalan, salah seorang pria yang mengenakan seragam kedinasan dengan nametag yang bertuliskan Rendra Diwangsa pun menghadang arah jalan Leo. 

  "Leo? Ternyata kau bersekolah disini," sapa Pak Rendra.

  Leo sempat membeliakkan matanya kemudian berucap, "Bukankah anda..." Leo mengantungkan ucapannya.

  "Ya, dulu saya adalah tangan kanan Ayahmu. Tapi sekarang tidak." Leo hanya diam merespon perkataan Pak Rendra tadi.

  "Kau sudah bertemu dengan Ayahmu?" tanya Pak Rendra kembali.

  Leo tetap diam meski ia ditanya oleh pria paruh baya itu.

  "Jadi begitu, aku mengerti." Rendra pun memegang pundak Leo. "Anak yang malang, saya pasti akan membantumu. Kau jangan khawatir."

  Leo menunduk, dia sedikit mengepalkan tangannya jika mengingat-ngingat sosok Ayah.

  "Kau bersabar dulu, saya akan coba menuntaskan semuanya setelah saya kembali dari Singapura nanti." Perkataan Rendra tadi sebagai penutup perbicangan diantara keduanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status