Kirana semakin marah, benci dan tidak suka dengan Diana yang sudah dipercaya oleh atasan untuk mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya mereka kerjakan. Sekarang malah mereka yang dikucilkan oleh teman-teman sehingga mereka dijauhi dan tidak dipercaya lagi mengerjakan job pelayanan administrasi kependudukan.
Mereka juga sering ditinggalkan menunggu kantor jika ada acara kunjungan kegiatan di kampung tertentu. Biasanya mereka yang dulu menjadi ujung tombak protokolernya acara yang akan dilangsungkan tetapi sekarang malah Diana yang diserahi menggantikan tugas Kirana. Otomatis dia hanya datang ke kantor hanya untuk mengabsen, duduk santai sambil mengobrol saja, setelah itu makan siang lalu pulang jika jam kerja sudah berakhir.
“Semenjak Diana bekerja, kita tidak pernah lagi diberi tugas protokoler,” ucap KIrana kepada temannya gusar.
“Ya, kita sekarang jadi kayak pengangguran. Datang hanya untuk absen, ngobrol,makan siang lalu pulang,” sahut temannya mengiyakan.
“Dasar Diana tidak tahu diri! Gara-gara dia, kita dikucilkan oleh Pak Camat,” umpatnya sedih bercampur marah dan kesal.
‘Awas saja! Cepat atau lambat dia akan menerima batunya,” ancam Kirana mengertak dalam hati sambil menatap liar penuh kesadisan.
“Ya, awas saja Diana. Kita kerjain dia,yuk!” ajak temannya membuat Kirana bersemangat mencari tipu muslihat apa yang dapat mengeluarkan musuh bebuyutan mereka dari kantor ini.
“Kita mesti menyusun siasat!”
“Makanya kamu cari akal dong.”
“Biasanya kamu yang banyak akalnya?”
“Ini juga lagi mikir. Kira-kira apa yang harus kita lakukan agar dia kapok dan keluar dari kantor,” kata Kirana mencari ide untuk mengerjai Diana selanjutnya.
Temannya berpikir keras mencari ide yang bisa mengerjai Diana dan membuatnya langsung di keluarkan oleh Pak Camat karena kesalahannya tidak bisa dimaafkan lagi. Terlihat juga mereka browsing di internet, menanyakan kepada mbah g****e tipu muslihat yang sadis untuk Diana.
“Tapi harus bermain cantik!” teriak Kirana kepada temannya.
“Ini, gimana?” tanyanya sambil menunjukkan sebuah gambar reka adegan seorang yang sedang mengerjai rekan kerjanya, dan akibatnya fatal pimpinan langsung memecat tertuduh yang sengaja direkayasa oleh musuhnya.
Kirana memberi kode jempol kepada temannya, berarti dia setuju dengan ide yang diadopsi dari reka adegan tadi. tinggal sekarang mereka menyusun strategi dan waktu yang tepat untuk mengerjai Diana. Mereka membayangkan bagaimana nanti marahnya Pak Sekcam begitu mengetahui laporan tugas yang diserahkan kepada Diana untuk diserahkan ke Dinas Kabupaten ternyata berisi hal yang mengandung pornografi.
Tiba-tiba Kirana berkata,”Sekarang waktunya, mumpung kantor sepi. Kamu lihat di meja Pak Camat, laporan kegiatan yang tadi pagi diserahkannya kepada Pak Camat. Sebelum dibawa ke Pak Sekda, kita tukar berkas di dalamnya dengan selipan pornografi.”
“Kamu ke masuk ke dalam cari map berkas laporan tadi, sementara aku diluar mengontrol suasana diluar,’ perintah Kirana kepada temannya yang langsung beraksi mumpung kantor kecamatan lagi lenggang dari staf yang ikut kunjungan ke Kampung Jaya Bakti.
“ini berkasnya!” kata temannya menyodorkan map warna merah tersebut kepada Kirana. Kirana langsung membawanya ke ruang mereka.
Di ruangan yang sedang sepi, mereka bebas menukar selembar halaman laporan yang mereka tukar dengan gambar yang dilengkapi dengan ilustrasi mengiklan diri. Ternyata di gambar tersebut memuat foto Diana yang sudah mereka edit sebelumnya dan memberinya teks yang agak nyeleneh yaitu iklan jasa kencan.
Acara peresmian Embung di kampung Bakti Jaya ternyata memakan waktu yang lama, sehingga Kirana dan temannya leluasa menjalankan rencana mereka. Dekatnya rental computer dengan kecamatan membuat mereka dengan bebas mengedit dan memasang serta member teks selembar laporan yang mereka ganti.
“Cepat kembalikan lagi ke ruangan Pak Camat!” ucap Kirana kepada temannya untuk segera mengembalikan laporan tersebut.
“Beres!” ungkap temannya sekembalinya dari ruangan dengan senyum senangnya.
“Kita tingga tunggu hasilnya saja. Sekali ini Diana tamat!” kata Kirana merasa sangat yakin jika tipu muslihatnya kali ini akan membawa hasil.
Untuk mengelabuhi keadaan, mereka sengaja tidak masuk ruangan tapi hanya bermain HP di aula sambil menantikan kepulangan Pak Camat dan yang lainnya. Sudah terbayangkan bagaimana reaksi pimpinan wilayah itu akan marah besar dengan Diana begitu dia mengetahui kalau di dalam laporannya yang dibuatnya terselip satu halaman yang mengandung SARA.
Sayangnya hari ini dewi fortuna masih menaungi keberuntungan Diana, sebab begitu pulang dari kunjungan kerja ke kampung tadi Pak Camat kembali pergi lagi ke kecamatan tetangga untuk mengikuti acara kedinasan lainnya, sehingga dia tidak sempat masuk kantornya lagi. Pak Camat hanya mampir ke rumah dinasnya mengambil sesuatu lalu dengan dtemani salah satu kasinya mereka menghadiri acara pertemuan dengan salah satu anggota dewan provinsi yang berkunjung dalam dapilnya.
Nampak senyum kecewa diwajahnya Kirana begitu melihat Pak Camat tidak masuk ruangan kerjanya. Rencananya untuk menghancurkan Diana harus tertunda hari ini. Dia bersungut marah dan mendengus kesal dibuatnya. Terpaksa harus tunda pesta kemenangannya yang sudah di depan mata dalam usahanya mengeluarkan Diana dari kompetensi kerja di kecamatan ini.
***********************************
Yuli berlari kecil menemui Diana di ruangan, dia tidak sengaja menguping pembicaraan Pak Camat lewat ponsel yang ternyata berasal dari Pak Sekda. Terdengar permohonan maaf berkali-kali keluar dari mulut Pak camat atas ketidaknyaman atas kesalahan yang terdapat dalam laporan yang dikerjakan Diana kemarin dan sekarang sedang di staf Sekda yang melaporkan jika dalam laporan terdapat halaman diluar ketentuannya.
“Maaf, Pak. Saya mengakui memang teledor, tidak sempat mengoreksi isi laporan yang tiba-tiba sudah dibawa oleh kasi saya ke kabupaten,” ucap Pak Camat beberapa kali harus minta maaf kepada Pak Sekda atas kesalahannya.
Tak lama kemudian terdengarlah suara Pak Camat memanggil Diana ke ruangannya.
Diana yang sedang sibuk mengetik surat, dengan tenang menemui Pak Camat. Dalam hatinya sudah terbayang jika ini berkaitan dengan ulah Kirana dan temannya yang tidak suka dengannya.
“Silahkan masuk!” kata Pak Camat begitu terdengar Diana mengetuk pintu ruangannya.
Diana memasuki ruangan dengan sedikit rasa takut, sebab ini untuk yang keberapa kalinya dia dipanggil Pak Camat. Tapi kali ini firasatnya berbeda, sebab sudah terketuk di dalam hatinya aka nada peristiwa yang menimpa dirinya saat ini, Dia pasrah saja, menantikan perkataan Pak Camat termasuk hal terpahit sekalipun yaitu diberhentikan.
“Kamu kemarin yang membuat laporan tidak salah,Diana?” tanya Pak Camat menyelidik dengan tatapan mata yang tidak bersahabat.
“Ya, Pak,” jawab Diana mantap sambil menunduk tak berani memandang pimpinannya.
“Kamu tidak salah menyelipkan gambar di laporan tersebut?” selidik Pak Camat penuh tanya kepada dirinya.
“Tidak, Pak. Gambar yang saya masukkan sudah benar yaitu gambar progres bangunan yang kita laporkan,” jawab Diana tegas jika memang dia tidak salah memasukkan gambar.
“Tapi sayangnya staf pemeriksa laporan tadi me-wai Bapak gambar yang tidak senonoh. Ini kamu lihat,” ungkap pak camat sambil memperlihatkan layar monitor ponselnya kepada Diana.
Seketika Diana menjadi malu dibuatnya, dimana gambar dirinya sedang setengah bungil terpampang dengan jelas dengan caption mencari teman kencan. Terlalu! Pekiki Diana dalam hati, ini pasti pekerjaan Kirana.
“Saya percaya dengan pengakuan kamu,Diana. Tapi dengan adanya bukti ini, saya tidak dapat membela kamu lagi. Saya sudah sangat malu dan mendapat marah besar dari Pak Sekda. Mungkin akan mendapat teguran keras dari Bapak Bupati juga,” ucap Pak Camat cemas dengan kejadian ini.
Diana tertunduk lesu. Lirih hatinya dibuatnya, betapa tega pikirnya Kirana membuat fitnah kejam kembali kepada dirinya. Begitu besarkah kebencian Kirana kepadanya sehingga selalu ada saja rencananya untuk membuat dirinya sengsara. Sekarang kemeangan ada di pihak Kirana, Diana sudah mengaku kalah. Dia sangat paham dengan kata-kata halus nan menyakitkan yang keluar dari mulut Pak Camat tadi.
Sebuah kenyataan pahit bagi dirinya untuk segera meninggalkan pekerjaan yang sudah akrab dengan dirinya beberapa bulan terakhir ini. Suasana yang membuat dirinya nyaman dan merasa aman dalam bekerja harus berakhir di tangan tipu daya muslihat Kirana dan temannya yang sejak dirinya hari pertama bekerja sudah menunjukkan tanda rivalitas yang tinggi.
“Maaf, Diana kami tidak dapat menolongmu,” kata Yuli dan temannya mengiringi kepergian Diana meninggalkan kantor kecamatan tempat dirinya beberapa saat dapat konsen bekerja dan melupakan galaunya ketika harus menjablai setelah Herman menalaknya
“Ya! Maafkan saya juga kalau ada kesalahan selama bergaul dengan kalian,” katanya sambil menyalami teman seruangannya, lalu pergi secepatnya.
DI tempat lainnya, dua pasang mata tertawa lepas dengan senangnya melihat Diana telah pergi meninggalkan pekerjaannya. Yes, pikir Kirana akhirnya berhasil juga usahanya menyingkirkan musuh bebuyutan satu ini. Lega rasa hatinya, senang tak terkira melihat Diana keluar area kecamatan dengan derai air mata.
===BERSAMBUNG KE BAB 9===
Dua tahun kemudian! Hujan badai tengah melanda negeri padang pasir ini, suasana rumah begitu senyap karena ditinggal oleh tuan rumahnya menunaikan ibadah haji. Hanya dirinya dan Tuan Muda yang tinggal, sebenarnya Nyonya Aminah hendak mengajak Diana juga menunaikan ibadahhaji mumpung sedang berada di kota suci ini, sayangnya dia merasa belum tepat waktunya untuk menghadap ke baitul maqdis karena disadarinya bahwa dia sedang terbalut oleh dosa. Bukankah jika ingin menunaikan ibadah haji sebaiknya diri dalam keadaan suci sedangkan dia dalam keadaan sebagai pendosa yang selama ini dilakukannya. Dia tidak mau mengotori tempat suci itu dengan segala dosa yang telah diperbuatnya selama menjadi pembantu di rumah majikannya. Kalau ingin, siapa sih yang tidak ingin da
Untuk membuktikan kebenaran cerita Bu Jumin tentang kelakuan Bik Ros dan keluarganya, Diana sengaja menunda pengiriman uang ke rekening Risa untuk mengetahui reaksi yang akan diberikan oleh Bik Ros jika dia terlambat mengirimkan uang. Diana membiarkan saja tanggal muda berlalu di bulan ini dengan harapan akan mendapatkan pesan dari Bik Ros atau Risa mengapa dia belum berkirim uang ke kampung. Sudah hampir tanggal tujuh di awal bulan, Diana belum juga berkirim uang kepada Bik Ros dan anehnya dia belum juga mendapat pertanyaan dari kampung tentang belum dikirimnya uang ke rekening miliknya Risa. Sebenarnya di kampung, Risa sudah sangat gelisah sekali sebab di rekeningnya tidak ada saldo lagi, terakhir saldonya dia belikan sebuah HP Vivo terbaru yang lumayan ke
Diana mendapat pesan baru dari nomor yang tidak dikenalnya, itu yang membuatnya agak enggan cepat-cepat membawa pesan tersebut. Dibiarkannya dulu pesan itu mengendap di layar monitor ponsel sampai selesai pekerjaannya hari ini, barulah dia membukanya sebab rasa penasaran aka nisi pesan dan siapa pengirim pesan tersebut. Dalam hati Diana bertanya-tanya, siapakah lagi orang yang tahu nomornya kecuali Bik Ros dan keluarganya serta beberapa orang TKW yang bekerja di kota ini, yang diizinkan oleh majikannya untuk menyimpan HP di kamarnya. Kebanyak Tenaga Kerja Wanita dikota ini tidak dibolehkan menyimpan HP sebab ditakutkan melakukan suatu hal yang akan merugikan majikan, alasan itulah yang membuat banyaklah majikan di kota ini tidak mengizinkan para pembantunya memegang HP.
Keberhasilan Risa membeli motor baru, menjadikan dirinya mendapat julukan baru dari teman-teman sekelasnya yaitu the new rising star girl. Risa sangat senang dijuluki oleh rekan-rekan sekelas sebagai gadis bintang baru di sekolahnya, suatu julukan yang membuat gadis manapun menerimanya akan sangat senang. Entah criteria apa yang menobatkannya sebagai rising star di sekolahnya yang setiap tahun rutin diadakan oleh OSIS sekolah ini. “Selamat, ya Ris! Dapat juluk baru nih, gadis bintang baru di sekolah!” ucap Aisyah dan teman-teman sekelasnya memberikan ucapan selaman kepadanya. “Makasih!” sahut Risa senang, kawan-kawannya mengapresiasi julukan yang sangat ingin dida
Tak terasa hari bergenti hari, siang dan malam berputar sesuai sumbunya, demikian teratur. Itulah hukum jagat raya, berputar pada sumbunya, sehingga ada siang dan malam yang membuat kita bisa merasakan gelap dan terang. Gelap di malam hari kala waktu untuk istirahat total dari seluruh kegiatan sedangkan di siang hari saat terang, waktunya kita beraktifitas mencari nafkah dan kehidupan di muka bumi ini. Kesabaran Risa menunggu pergantian perputaran hari membawanya pada sebuah kebahagiaan sebab ditanggal muda yang sudah dijanjikan, Diana mentransfer uang sebanyak yang diperlukannya untuk membeli motor baru. Amboi, senangnya perasaan Risa ketika mengetahui di dalam rekeningnya sudah masuk uang dua belas juta rupiah.&nbs
Saat senggang, Diana mencoba memikirkan kembali permintaan Risa yang ingin membeli sepda motor dengan meminjam uang darinya. Dalam hati Diana berpikir keras, uang yang dipinjam oleh Risa takkan mungkin dikembalikan oleh Bibiknya sebab dia tahu persis penghasilan sang Paman. Paman hanya seorang penderes karet yang penghasilan setiap minggunya cukup untuk untuk membeli beras dan lauk pauk serta sedikit lebihnya jatah uang jajan dan bensin untuk Risa sekolah. Kok, aku pusing sendiri memikirkan Bibik, biarlah kuanggap dia meminjam uang tersebut dan aku tak akan menagihnya! Diana bergumam dalam hatinya berusaha menyelami keadaan ekonomi Bibiknya saat ini. Menimbang keadaan perekonomian sang Bibik membuat hatinya tambah cemas saja membayangkan kehidupan anaknya ji