Share

Aishiteru My Hot Wife
Aishiteru My Hot Wife
Penulis: Yeni Istiyanti

Melamar Aishiteru Ayumi Hamasaki

Daisuki Akihiko

Mempunyai arti aku sangat menyukai pangeran yang cemerlang. Ia merupakan seorang pemuda yang lahir dari keluarga sederhana. Karena sang ayah penggemar berat segala hal yang berbau dari Negeri sakura. Maka putra satu-satunya itu ia beri nama demikian, berharap dengan tersemat arti yang baik. Baik pula untuk kehidupan sang putranya kelak, terbukti memang. Akihiko tumbuh menjadi pria yang sangat tampan.

Kedua alisnya tebal hitam seperti ulat bulu, manik berwarna hitam kecoklatan menambah pesona tatapan tajamnya. Berkulit putih dan mempunyai bibir sedikit tebal namun indah saat ia tersenyum, menyembul dua lesung pipit di pipinya ... seolah menghipnotis tiap mata yang memandangnya. Namun karena nama yang diberikan sang ayah itu terlalu kejepang-jepangan di lidah para warga. Tak dapat dipungkiri banyak tetangga yang mencibir, menghina bahwa orang tua Hiko tak becus memberikan nama untuk anaknya.

Siapa yang tidak mengenali seorang Hiko? Dia adalah sosok pria yang banyak menghabiskan sisa waktu setelah bekerja dengan mabuk-mabukan bersama teman-teman sebayanya. Ia mempunyai sifat dingin, arogan, pendiam dan tak pandang lawan. Beruntung saja, ia masih memiliki sisi sifat pemalu dan penyayang yang diturunkan dari sang ibu. Menginjak usia yang ke 22 tahun sudah bisa memiliki satu unit sepeda motor dan satu unit rumah yang ia bangun dengan hasil jerih payahnya sendiri.

Aishiteru Ayumi Hamasaki

Mempunyai arti aku cinta padamu gadis pemberani dan membawa keberuntungan. Anak kedua yang baru berusia 19 tahun dari pemilik perusahaan Hamasaki Paint yang terkenal di kota itu, Ayumi tengah menjalani kuliah S1 untuk membekali dirinya membantu mengurus perusahaan keluarga suatu saat nanti.

Kakaknya bernama Kenichi Hamasaki berusia 23 tahun biasa dipanggil Ken tengah menjalani hari-harinya membantu sang Ayah mengurus perusahaan.

#####

Hari ini Hiko sangat bahagia, senyum indah tiada henti menghiasi wajah tampannya. Hiko berjalan dengan semangat empat lima, keluar dari ruang kerja sang bos. Ia baru saja selesai menandatangani surat pernyataan bahwa ia sudah berstatus menjadi karyawan tetap di perusahan JN* yang bergerak di bidang ekspedisi barang di kota itu.

Tak hanya sampai di situ, Hiko juga langsung mengirim pesan kepada Ayumi mengenai berita gembira itu. Otomatis Hiko juga akan memenuhi janjinya kepada Ayumi, bahwa ia akan segera menemui kedua orang tua Ayuni untuk membahas hubungan keduanya ke jenjang yang lebih serius. Setelah mengantongi restu dari Ibu dan Bapaknya, Hiko yang sudah berpenampilan rapi dan necis, segera melajukan sepeda motornya menuju rumah mewah keluarga Ayumi.

Hati yang bahagia, bibir yang sumringah. Mendadak membuat semuanya berubah menjadi indah. Pemandangan terlihat menjadi begitu indah, udara yang sejuk sore itu menambah damage mood booster seorang Hiko melonjak tajam. Hanya menempuh perjalanan selama dua puluh menit, kini Hiko telah sampai di rumah Ayumi.

Suasana dingin mencekam tengah terjadi di ruang tamu rumah milik keluarga Hamasaki.

"Saya serius sama anak bapak, jadi saya berniat akan bertunangan dengan anak bapak. Nanti setelah tabungan saya terkumpul, baru saya akan menikahi anak bapak," ucap Hiko dengan menahan getaran tubuh karena nervous dan takut ditolak.

Di sofa berwarna gold, Hiko dipersilahkan duduk. Terlihat ia sedikit meregangkan kaki dan kedua telapak tangan saling bertemu, bergesekan satu sama lain untuk menutupi    rasa gugup yang ia rasakan.

"Ternyata begini rasanya menemui calon mertua yang anaknya akan aku minta menjadi pelabuhan terakhirku. Aku yang berandal, urakan, dan suka mabok-mabokan ini tak pernah gugup atau takut di hadapan orang. Sebesar atau sejahat apapun orangnya, aku tak pernah gentar. Tapi kali ini, nyaliku serasa ciut," umpat Hiko dalam batin.

"Memangnya kamu sudah punya apa? Sampai berani untuk mengajak Ayumi bertunangan?" tanya Hamasaki santai sambil membolak-balik lembar koran di tangannya.

"Saya sudah menjadi karyawan tetap di perusahaan JN* Pak. Saya juga sudah mempunyai rumah yang saya bangun dari hasil jerih payah saya sendiri selama ini. InsyaAllah gaji saya cukup untuk memenuhi kebutuhan kita berdua sehari-hari jika saya menikah dengan Ayuni nanti," jawab Hiko datar sambil menahan getaran rasa grogi pada tubuhnya.

"Memang berapa gaji kamu sebulan?" timpal Hamasaki menanggapinya.

"5.000.000 rupiah Pak,"

"Bhaahahahaha ...."

Tawa mengejek pecah di ruangan itu. Hamasaki dan Ken terbahak-bahak mendengar nominal gaji Hiko yang rendah tapi berani berniat menikahi Ayumi.

"Apa ada yang salah dengan nominal gaji saya?" Hiko masih tidak mengerti dengan tingkah Hamasaki dan Ken yang justru tertawa setelah mendengar nominal upahnya selama satu bulan bekerja.

"Bagaimana kami tidak tertawa Hiko! Gaji kamu itu tak sampai separuh dari uang jajan Ayumi sebulan! Belum lagi biaya kuliahnya? Makannya? Bajunya? Dari mana lagi kamu bisa menutupi kekurangannya untuk bisa menghidupi Ayumi?"

"Tapi Ayumi bisa merubah kebutuhan Ayumi sesuai dengan kemampuan Hiko, Ken...." Ayumi mencoba membela sang pacar di hadapan Ayah dan Kakaknya.

"Diam kamu Yumi, wanita dilarang bicara saat ini!" Tatapan tajam Ken memburu manik Ayumi. Sontak Ayumi hanya bisa menundukkan wajahnya, tak berani melawan tatapan itu barang sedikitpun. Semenjak kematian sang Ibu, menuruti perintah Hamasaki dan Ken memang harus menjadi kewajiban yang dilakukan Ayumi. Tak ada lagi sosok yang akan membelanya di rumah besar itu.

"Lagi pula ya, apa yang bisa kita banggakan dari sosok berandal seperti Hiko ini? Kerjaannya cuma bisa mabok-mabokan, nyimeng, pengkonsumsi Ganja, main judi dan masih banyak lagi hal-hal buruk yang ia lakukan selama ini. Ini sudah bukan rahasia lagi, bahkan namanya begitu terkenal sedemikian rupa di wilayah ini. Tak akan ada harapan baik jika Ayumi bersamanya," ucap Ken yang begitu meremehkan sosok Hiko.

"Yang jalani hubungan ini kan saya dengan Ayumi. Bukan kamu! Jika Ayumi mau hidup bersama saya, lalu permasalahannya di kamu apa?" Hiko yang sudah mencoba sabar sedari tadi, kini ia sudah tak sanggup lagi menutupi rasa amarahnya.

"Loh, maksud kamu apa? Saya itu Kakak Ayumi! Saya harus memastikan pemuda baik yang akan hidup bersama Ayumi. Bukan model pria seperti kamu! Ga jelas masa depannya juga, cih!"

Hiko langsung beranjak dari duduknya, lalu menyambar Ken. Dan memberikan bogem mentah kepada Ken. Perkelahian tak bisa dihindarkan, dengan bantuan warga sekitar ... akhirnya keduanya bisa dipisahkan. Luka babak belur sudah menghiasi wajah keduanya.

"Ingat ini baik-baik anak muda!" Nada bicara baik satu oktaf dan dengan napas yang tersengal-sengal, Hamasaki mencoba memperingatkan Hiko.

"Saya akan menikahkan Ayumi dengan anak teman saya yang sudah memiliki perusahaan besar sama seperti saya. Kamu hanya pria biasa yang berasal dari perekonomian rendah. Jadi buang jauh-jauh mimpi kamu ingin memiliki Ayumi! Pergi dari sini sekarang! Orang-orang seperti kamu memang tidak tau diri, hanya bisa membuat onar dan kekerasan di setiap tempat!"

Kata demi kata yang dilontarkan oleh Hamasaki sangat melukai hari Hiko. Selain ditolak, ia juga direndahkan martabatnya. Di hadapan orang banyak. Mulai dari saat itu, Hiko berjanji pada dirinya sendiri, suatu saat nanti. Ia akan membalaskan dendam ini kepada Hamasaki, dengan cara harus menjadi orang sukses melebihi Hamasaki.

"Demi Tuhan tuan Hamasaki! Saya berdo'a suatu saat nanti, anda akan bertekuk lutut! Mengemis pertolongan kepada saya! Ingat baik-baik kata-kata saya ini! Permisi!"

Dengan seribu amarah di pundaknya, Hiko melangkah pergi dari rumah mewah itu.

Pikiran Ayumi berkecamuk, ia merasa sangat bersalah kepada Hiko atas perlakuan keluarganya yang sudah keterlaluan. 

"Penghinaan ini sudah tidak bisa dibiarkan!" Lagi dan lagi Hiko mengumpat dalam batinnya.

Hiko melajukan sepeda motornya menuju rumah sang sahabat bernama Niko, tekadnya sudah bulat. Jika ia hanya bekerja keras mengandalkan gaji di perusahaan JN* ia tak akan bisa membalaskan dendamnya kepada Hamasaki. Ia berniat akan ke Jepang untuk mencari uang lebih banyak lagi. Selama ini Hiko memang suka mabuk-mabukan, tapi ia tak pernah sedikitpun mengkonsumsi obat-obat terlarang.

"Ga semudah dan secepat itu buat lo bisa terbang ke Jepang Hiko! Lu kira kaya main ke Jakarta? Tinggal pesen tiket pesawat dan cuss berangkat? Ga semudah itu ferguso ...."

"Terus gimana?"

"Lo isi data ini dulu, biar nanti dicek sama lembaga yang bernaung. Biasanya lo bakal melalui beberapa tes kesehatan dan lain-lain. Kalau lu lolos baru mulai belajar bahasa Jepang, itupun biasanya makan waktu sampai tiga bulan."

Hiko langsung mengisi lembar formulir pendaftaran yang ada di hadapannya.

"Ga bisa dipercepat lagi?" tanya Hiko sambil tetap mengisi form di tangannya.

"Gila, napsu bener si lu! Emang gaji di JN* kurang? Sampe segitunya lu ngotot mau ke Jepang?"

"Udah! Lu jangan banyak tanya. Urus segera aja berkas-berkas gue. Dan kasih kabar baiknya segera, oke?"

Hiko menyodorkan formulir pendaftaran yang telah ia isi kehadapan Niko. 

"Siap bos! Nanti malam kita minum 'kan?"

"Always dong ...."

"No Hiko ... kalau lu beneran mau niat ke jepang, lu harus janji. Malam ini malam terakhir kita minum, oke? Takutnya lu ga lulus nanti tes kesehatan."

"Ya, kita lihat aja nanti," jawab Hiko asal, lalu pergi meninggalkan ruangan Niko.

To be continue.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status