Share

Mulai Candu

Ciiittt!

Suara decitan roda-roda mobil yang dipaksa bergesekan penuh dengan aspal jalanan. Ryujin menyentuh garis finished dengan gerakan langsung memutar balik arah mobilnya.

Tuiuit ... tiuit ... tooot!

Rombongan mobil polisi semakin dekat, seluruh penonton yang menyaksikan balapan liar saat itu langsung buyar. Lari tunggang langgang tak tentu arah. Ada yang panik dan langsung meninggalkan pacarnya begitu saja. 

Pandang Ryujin mengedar, mencari sosok Ayumi dan Erik sekaligus. Kebetulan dua sosok manusia itu berdiri berdekatan. Ryujin langsung memberhentikan mobilnya di depan mereka.

"Cepat masuk! Banyak mobil razia polisi di belakang! Go! Go! Cepat!" perintah Ryujin sambil bersiap menancapkan kakinya pada tuas gas.

Ayumi dan Erik langsung bergegas masuk ke mobil. Sialnya sandal Erik terlepas satu.

"Yah, sandal gue!"

Brooom ....

Tak peduli dengan teriakan Erik yang kehilangan satu sandalnya, Ryujin langsung tancap gas melarikan mobilnya dari area itu untuk menghindari kejaran polisi.

"Ga usah cemberut gitu, abis ini aku transfer uang buat beli sandal."

"Tapi itu sandal dari istri gue Ryujin, kalau nanti gue pulang ditampol gimana?"

"Ya tinggal tampol balik, ribet amat ... takut sama istri lu ya?" jawab Ryujin santai, sambil fokus dengan kemudi mobil di tangannya.

"Hei bro, ini bukan masalah takut istri atau bagaimana. Tapi ...."

"Tapi apa? Tinggal bilang iya takut, ribet amat lu Rik. Nanti gue bantu ngomong ma istri lu, dan kasih bukti sebagai gantinya aku beliin sandal yang lebih bagus."

"Liat aja lu nanti kalau punya istri terus takut di ketek istri. Bakal gue ledekin abis-abisan lu nanti. Ga peduli kalau lu bos gue," ucap Erik di dalam hatinya.

Sesekali Ayumi melirik Ryujin yang tepat berada di sampingnya, Ayumi belum bisa berbicara banyak. Ia juga belum terlalu mengenal pria asing itu. Hanya saja, melihat pria itu ... Ayumi kembali teringat seseorang, siapa lagi jika bukan Hiko?

Aku merasa hancur dan perih

Tapi engkau napas ku Hiko

Aku yang tak berdaya, saat kau dimaki Ayah dan kakakku

Aku yang tak punya power berlendir munafik di setiap langkahku

Bunuh saja tubuhku dengan caci maki setelah kau lucuti aku bersama kerasnya napsu birahi mu suatu saat nanti

Aku yang Bodoh menilai kekayaan dengan kikir

Mendustai janji suci cinta kita dengan ketidakberdayaan

Bangsat! Ku maki diriku sendiri

Bahkan aku tetap diam saat kau diludahi kemiskinan

Pada dasarnya aku hanya laksana budak tak terbeli.

Dia melempar ku pada tong sampah

Dan berharap di kemudian hari

Kau akan datang mengambil dengan sisa hatiku dengan sisa napsu pada birahi mu

Aku akan jadi pelacur mu yang murah bukan?

Melayani tanpa imbalan bahkan kau buang setelah puas.

Itu akan ku lakukan demi menebus segala kesalahan

Ku akui, jika aku mulai gila

Bahkan untuk sekadar menatap nanar kenyataan aku tak bisa

Ada sosok pria yang sangat mirip denganmu

Haruskah aku menganggap jika itu kau?

"Kamu bisa turun sekarang,"

Lamunan Ayumi buyar ketika melihat pagar rumahnya yang berwarna hitam menjulang tinggi sudah berada di depannya.

"Loh, bukannya tadi kalian masih beli sandal buat Er...." ucapan Ayumi tersendat, ketika ia menoleh pada kursi belakang ... ia sudah tidak mendapati Erik di sana.

"Itu udah berlalu tiga puluh menit yang lalu, kamu tenggelam dalam lamunan. Lu lagi mikirin siapa? Itu tadi kalau gue lepas baju lu mungkin juga lu kagak ngeh, khidmat banget ngelamunnya."

Bibir sexy milik Ayumi itu kini mengerucut, melihat jam pada pergelangan tangannya menunjukan masih pukul delapan malam. "Masih sore nih, masa aku pulang?" 

Ryujin memandang wajah Ayumi penuh kasih, selama sepuluh tahun. Ya- sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat, hari-hari yang ia lalui dulu adalah bergelimang doa untuk kesuksesan dirinya agar bisa membalaskan dendam kepada Hamasaki. Kini harus terkoyak karena melihat sosok wanita di depannya. 

Wanita yang dulu pernah ia cintai sepenuh hati, sekaligus wanita yang membuatnya sakit hati teriris sepi.

Entah apa yang ada di dalam otak Ayumi, napsu nya begitu memburu ketika melihat wajah Ryujin. Bahkan untuk beberapa menit Ayumi terus memandangi bibir Ryujin.

"Ryujin,"

"Ya,"

"Kamu mengingatkan aku pada seseorang,"

"Oh ya?"

Ayumi segera menganggukkan kepalanya, netra putihnya sudah mulai memerah dan membendung cairan bening yang siap meluncur kapan saja.

"Mengingatkan kepada siapa?" tanya Ryujin penasaran.

"Kamu mengingatkan aku pada Hiko,"

Deg!

Jantung Ryujin mulai berdegup kencang, apa mungkin penyamarannya akan segera terungkap? Kacau jika sampai Ayumi menyadari jika dirinya memanglah seorang Hiko.

"Sekencang apapun kita berlari

Sekeras apapun kita menahan

Sekuat apapun kita inginkan

Kehidupan kita tak akan pernah maju bahkan hanya untuk satu langkah sekalipun

Jika kita masih selalu saja memandang masa lalu.

Mengingat Hiko boleh, tentu kita semua masih mengingat masing-masing masa lalu kita.

Tapi untuk sebuah pandang hidup jangan selalu kita kait-kaitkan dengan masa lalu kita.

"honestly this is the word from the deepest recesses of the heart"

Sorry Ryujin, aku jadi curhat masa lalu aku sama kamu. Berarti kita tidak jadi one night stand malam ini?" tanya Ayumi untuk memperjelas kegiatannya.

"Ryujin menggeleng, next time. Aku akan atur waktu dulu." jawab Ryujin singkat.

"Oke, baiklah ... kalau begitu aku masuk,"

Bruugh! Tas mini berwarna peach itu jatuh ke bawah dashboard mobil. Ayumi hendak mengambilnya dan Ryujin juga reflek akan mengambil tas mini itu. Hingga akhirnya kening mereka beradu.

Akkkhh! 

Ayumi mengaduh, keningnya membentur kening Ryujin begitu saja.

"Sorry," ucap Ayumi pendek, menyabet tas mini yang jatuh. Lalu hendak membuka pintu mobil untuk pergi.

"Tunggu!" Ryujin menarik lengan Ayumi dan menatap netra wanita itu lekat-lekat. Tatapan matanya begitu tajam seperti elang yang hendak menangkap mangsanya.

Sesaat Ayumi begitu terperangah memandang wajah Ryujin. Wajah yang tampan untuk ukuran pria lokal, bibir agak tipis untuk ukuran seorang pria. Kulit putih bersih. Penampilan rapi, oh tidak- tipe pria idaman Ayumi yang sebenarnya didalam hatinya.

Dengan begitu percaya dirinya, Ryujin mengikis jarak di antara keduanya. Ryujin mencium bibir Ayumi yang ranum dengan begitu buas, melumat dan menyesap habis setiap inchi nya. Ayumi yang menerima hisapan demi hisapan itu hanya bisa menikmatinya sambil meremas rambut Ryujin perlahan. 

Ritme pertemuan kedua bibir itu meninggi, bahkan tangan Ryujin kini sudah berkelana kemana-mana. Membuka dua kancing baju Ayumi dan mulai bermain-main dan meremas dua bukit kembar Ayumi.

Deru napas keduanya bahkan saling memburu, namun akal sehat Ryujin telah kembali pada tempatnya.

Ryujin segera menghentikan ciuman panas itu. Menautkan kembali kancing baju Ayumi dan duduk pada posisi semula.

"Masuklah," suara parau Ryujin bahkan terdengar sangat jelas.

"Kenapa berhenti? Apa aku kurang profesional dalam berciuman?" tanya Ayumi yang tak habis pikir, apa-apaan ini. Permainan baru saja dimulai, tapi sang pria justru menyetop secara sepihak. Begitu menyebalkan bukan.

"Masuklah, nanti aku akan menghubungimu untuk pertemuan selanjutnya. Lain kali pakai kaos saja, agar aku mudah membukanya."

Senyum Ayumi mengambang, ia keluar dari mobil toyota itu dengan senyum lebar yang mengambang di wajahnya.

Ciuman itu bahkan masih hangat terngiang-ngiang di otaknya. Ayumi sudah tak sabar membayangkan ritme ciuman panas itu kembali terjadi di kemudian hari.

Sepertinya, Ryujin sudah mulai menjadi candu seksnya saat ini.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status