Share

Bab 2: Setelah Akad

Author: Duvessa
last update Last Updated: 2025-04-30 14:38:41

“Mana Tara? Kenapa bukan Tara yang datang menikahimu, Isvara?”

Suara berat Ayah Isvara, Baskara, memecah keheningan ruang tunggu setelah acara resepsi seharusnya dimulai. Tatapannya tajam, penuh kecurigaan, seolah menguliti Isvara hanya dengan sorot matanya.

Ibu Isvara, Anita, duduk di samping suaminya dengan wajah tegang. Kedua tangannya erat bertaut di pangkuan, sesekali melirik ke arah putrinya dengan raut tak sabar menunggu jawaban.

Isvara tercekat. Lidahnya kelu, pikirannya kacau.

Bagaimana dia bisa menjelaskan bahwa Tara, pria yang selama ini mereka kenal sebagai calon suaminya—telah mengkhianatinya? Bahwa kini, di hari pernikahannya, pria asinglah yang berdiri di sampingnya?

Sebelum Isvara sempat mengumpulkan kata-kata, Alvano melangkah maju, suaranya terdengar tenang, tapi penuh ketegasan.

“Saya Alvano, Pak, Bu. Pacar Isvara,” kata Alvano langsung. “Memang saya yang sejak awal berniat menikah dengan Isvara.”

Semua mata langsung tertuju padanya.

Sejenak suasana membeku.

‘Dia mau membantuku mencari alasan?’ batin Isvara terkejut, tidak menyangka dengan langkah Alvano.

Ibu Isvara menyipitkan mata, wajahnya berubah merah karena menahan amarah.

“Pacar? Tapi kenapa baru sekarang kami tahu?” katanya sinis, matanya menelusuri Alvano dari atas ke bawah seakan menilai kekurangannya. “Tidak seperti Tara yang sudah mapan dan jelas masa depannya.”

Isvara buru-buru memegang tangan ibunya, mencoba menenangkan. “Bu, Ayah, Alvano orang baik. Dia mungkin belum lama kalian kenal, tapi aku percaya dia bisa menjadi suami yang baik untukku. Dan ...”

Isvara menarik napas dalam, berusaha menyisipkan sedikit desakan dalam suaranya, “Penghulu sudah menunggu. Kita tidak bisa menunda lagi.”

Baskara dan Anita saling berpandangan, ragu, tetapi tekanan waktu dan kekhawatiran akan malu di hadapan tetangganya nanti membuat mereka akhirnya mengalah.

Baskara mengangguk kaku. “Ya sudah, kalau itu keputusanmu, kami ikutkan saja. Yang penting, jangan sampai mempermalukan keluarga.”

Anita mendengus pelan, masih tampak kesal, tapi tak lagi membantah. Dia juga tidak bisa membiarkan pernikahan anaknya batal karena pasti akan membawa omongan tetangga yang tidak baik untuknya.

Mereka pun berdiri, bersiap untuk melangsungkan akad, meski hati mereka masih dipenuhi tanda tanya tentang pria bernama Alvano itu.

--

Setelah prosesi pernikahan selesai, Alvano berdiri di hadapan kedua orang tua Isvara dengan sikap tenang.

“Selesai ini, saya akan membawa Isvara tinggal di rumah saya,” ucap Alvano dengan suara datar, tetapi cukup mantap.

Baskara mengangguk pelan, menatap Alvano dalam-dalam. Dia lalu menghela napas berat, sebelum berkata, “Kalau begitu, kami titipkan Isvara padamu.”

Suara Baskara terdengar berat, penuh tekanan emosional yang dia tahan.

“Dia mungkin tidak sempurna, tapi dia anak kami. Kami hanya ingin satu hal: jangan sakiti dia,” lanjutnya, menepuk bahu Alvano dengan kuat.

“Saya mengerti, Pak. Saya akan menjaga Isvara sebaik mungkin,” balas Alvano singkat.

Anita yang berdiri di sisi suaminya, menatap Isvara dengan sorot mata sendu. Dia tersenyum kecil, meski ada banyak kekhawatiran yang tak terucap.

“Jaga dirimu baik-baik,” ucapnya lembut kepada putrinya.

Isvara hanya mengangguk, menahan semua gejolak di dadanya.

Segalanya terasa terlalu cepat, terlalu asing, tapi kini semuanya sudah terlanjur berjalan.

Setelah orang tua Isvara pergi, keheningan kembali menyelimuti ruangan.

Isvara melirik Alvano yang sedang mengecek ponselnya dengan ekspresi datar. Dia mengusap jemarinya yang terasa dingin, lalu mencoba mengucapkan sesuatu yang sejak tadi mengganjal di benaknya.

“Terima kasih sudah setuju dengan ini semua. Saya akan lakukan apa pun untuk membalas semua ini,” kata Isvara akhirnya.

Alvano mendongak, menatap wanita di depannya dengan datar. “Tidak perlu memikirkan soal balas budi. Kita hanya perlu bermain peran sebagai suami istri di depan orang lain. Selebihnya, kita hidup masing-masing.”

Kata-kata itu terasa begitu dingin. Membuat Isvara menelan ludahnya. Ini bukan pernikahan impian yang pernah dia bayangkan. Tidak ada kebahagiaan, tidak ada kehangatan—hanya sebuah kesepakatan yang dipaksakan oleh keadaan.

“Apa setelah ini saya langsung tinggal di rumah Anda?” tanya Isvara ragu.

“Ya, tapi saya harus ke kantor karena masih ada urusan.” Alvano mengambil dompet dari saku jasnya, mengeluarkan beberapa lembar uang dan secarik kertas. “Ini untuk pesan taksi online dan ini alamat rumahku.”

Isvara buru-buru menggeleng. “Saya tidak bisa ambil uang itu. Saya ... tidak mau merepotkan. Lagi pula, Anda sudah banyak membantu saya.”

Alvano menghela napas, pendek tapi berat. “Tolong, jangan buat semuanya lebih repot lagi.”

Alvano menyelipkan uang itu ke telapak tangan Isvara, memaksa, tapi tidak kasar. Meski ragu, Isvara menerimanya dengan jari yang sedikit gemetar.

“Ngomong-ngomong, saya belum punya nomor Anda,” ucap Isvara kemudian.

Alvano mengeluarkan ponselnya. Lalu mereka bertukar nomor tanpa banyak kata. “Jangan bicara terlalu formal lagi, orang tidak akan percaya kalau kita suami istri.”

Sampai akhirnya Alvano berbalik dan pergi tanpa menoleh. Sementara Isvara hanya bisa menatap punggung pria yang kini menjadi suaminya itu, menghilang di balik pintu.

Setelah Alvano pergi, Isvara memesan taksi online lewat ponselnya.

Sesampainya di rumah, Isvara langsung membereskan barang-barang yang perlu dibawa. Tidak banyak, hanya pakaian secukupnya, beberapa buku, dan beberapa barang pribadi. Toh, kalau ada yang tertinggal, dia masih bisa bolak-balik ke rumah ini.

“Isvara,” panggil Anita pelan. Nada suaranya lembut, meski sorot matanya belum sepenuhnya tenang. “Apapun yang terjadi, bersikaplah baik pada Alvano dan keluarganya. Kamu harus jaga nama baik keluarga kita.”

Isvara hanya mengangguk, tak sanggup membalas dengan kata-kata. Setelah berpamitan, dia berjalan keluar rumah, menuju taksi online yang sudah dipesan sebelumnya.

Perjalanan menuju rumah Alvano terasa sunyi, meski jalanan ramai. Begitu mobil melewati gerbang besar bertuliskan Aurora Hill Estate, Isvara merapatkan jaketnya. Udara mendadak terasa lebih dingin, atau mungkin itu hanya karena gugup.

Isvara turun di pinggir jalan perumahan, mencoba mencocokkan angka di pagar dengan alamat di secarik kertas. Namun, semuanya tampak mirip. Halaman bersih, pagar hitam elegan, dan nomor rumah yang kecil dan sulit terlihat.

Isvara mencoba menelepon Alvano. Sekali. Dua kali. Namun, tidak diangkat. Lalu, dia mencoba mengirim pesan.

[Aku sudah sampai. Rumahmu yang mana?]

Centang satu.

Kemudian, Isvara mencoba menelepon Alvano lagi, tetapi tetap tidak diangkat.

Isvara memandang sekeliling, berdiri ragu di depan salah satu rumah yang dia curigai sebagai milik Alvano. Namun, dia tidak begitu yakin. Tak mungkin juga dia sembarangan mengetuk pintu orang tanpa kepastian.

Dia menghela napas panjang dan mencoba lagi menghubungi Alvano lewat ponselnya. Namun, berkali-kali panggilannya hanya berujung pada suara operator. Pesan yang ia kirim pun tak kunjung dibaca.

Rasa cemas mulai merayap di dada Isvara. Dia melirik sekeliling, bingung harus bagaimana. Tidak mungkin dia terus berdiri di depan rumah orang dan menarik perhatian.

Akhirnya, Isvara memilih untuk berjalan kembali ke depan gerbang kompleks. Di dekat pintu masuk, ada sebuah pos satpam kosong yang tampak tak terpakai. Di sana ada bangku panjang yang tampak berdebu, tapi setidaknya cukup untuk duduk.

Isvara menurunkan tubuhnya di bangku itu. Ia merapatkan jaket tipis yang dipakainya, berusaha mengusir dingin malam yang mulai menusuk.

Matahari perlahan tenggelam, dan lampu-lampu jalan satu per satu mulai menyala.

Isvara tetap bertahan di pos kosong itu, sesekali memandang jalanan, berharap mobil Alvano akan melintas atau sosok pria itu akan muncul.

___

Sementara itu di sisi lain, Alvano melemparkan tubuhnya ke kursi mobil begitu keluar dari gedung kantor. Jam sudah menunjukkan hampir pukul delapan malam. Hari ini pekerjaannya lebih gila dari biasanya.

Dia menghela napas berat sambil menyalakan mesin mobil. Refleks, tangannya merogoh saku dan mengambil ponsel.

Layar menyala menunjukkan belasan panggilan tak terjawab.

Semua dari satu nama: Isvara.

Alvano mendadak terdiam.

Dia bahkan lupa bahwa dia sudah menikah dengan Isvara hari ini.

Alvano menghela napas berat, lalu menggaruk kepala belakangnya.

“Bodoh,” desisnya kesal pada diri sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 3: Kontrak Sementara

    "Maaf, hari ini terlalu banyak pekerjaan," kata Alvano singkat.Isvara mengangguk pelan, berusaha menanggapi. Namun, pikirannya terlalu sibuk memperhatikan sekitar.Saat melangkah keluar dari mobil dan mengikuti Alvano menuju pintu masuk, matanya terus menelusuri setiap sudut rumah itu. Dinding-dindingnya mulus, bersih tanpa banyak ornamen.Namun, setiap detail, mulai dari gagang pintu, taman kecil di samping teras, hingga lampu gantung di dalam, semuanya terkesan mahal.Begitu pintu rumah terbuka, Isvara hampir menahan napas.Interiornya luas, lega, dan tetap bergaya minimalis. Lantai marmer mengkilap, sofa abu-abu besar di ruang tamu, dan rak buku tinggi dengan koleksi yang tampaknya benar-benar dibaca, bukan sekadar pajangan.Tak ada kemewahan berlebihan seperti emas-emas mencolok, namun justru itu yang membuat rumah ini terasa berkelas.Isvara berdiri kaku di depan pintu, merasa seolah baru saja melangkah ke dunia lain.Dalam hatinya, suara kecil berbisik getir, ‘Ternyata pria yan

    Last Updated : 2025-04-30
  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 4: Rahasia

    Isvara menunduk. Matanya kini tertuju pada cangkir kopi yang mulai kehilangan hangatnya.Kemudian, Isvara diam sebentar. Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal di dadanya, dan akhirnya dia putuskan untuk mengatakannya juga.“Aku tahu kamu tidak minta apa-apa,” ucap wanita itu pelan. “Tapi, aku juga tidak bisa duduk diam begitu saja. Kamu sudah menolongku. Aku tidak mau kelihatan seperti orang yang cuma numpang hidup.”Tatapannya masih mengarah ke cangkir, tapi suaranya mantap. “Aku tetap akan bantu urus rumah. Masak, beresin ruang kerja, apa pun yang bisa aku lakukan. Itu bukan soal uang, cuma ... aku butuh merasa aku juga berkontribusi.”Alvano tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap wanita di hadapannya beberapa detik sebelum kembali pada sarapannya.Isvara mengerti. Itu bukan persetujuan, tapi juga bukan penolakan.Setelah selesai sarapan dan membereskan piring di depannya, Isvara berdiri sambil merapikan tas kerjanya.“Aku berangkat kerja dulu,” ucap wanita itu sambil meraih

    Last Updated : 2025-04-30
  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 5: Siapa Pria Ini?

    “Jadi, Livia yang jadi calon istrimu itu, memang Livia adik dari Pak Dylan?”Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Isvara, yang kini duduk di ruang tengah, berhadapan dengan Alvano.Di sana, Alvano tengah sibuk menatap tablet di tangannya. Setelah kejadian di kantor Isvara tadi siang, mereka memilih menyelesaikan pekerjaan masing-masing sebelum pulang. Tentu saja mereka tidak pulang bersama. Alvano dengan mobilnya, sementara Isvara naik bus seperti biasa. Tidak mungkin juga mereka pulang bersama, ‘kan?Alvano menoleh, mengangkat wajahnya sebentar, lalu mengangguk singkat. Pria itu tidak mengucap sepatah kata pun, tapi anggukan itu cukup menjawab semua yang belum terucap sejak insiden di studio siang tadi.Isvara menatap pria di depannya beberapa saat, lalu menunduk. Entah perasaan apa yang muncul lebih dulu. Lega karena akhirnya tahu, atau justru sesak karena semua keterkaitan itu terlalu rumit untuk diurai.Melihat Isvara terdiam, Alvano akhirnya memutuskan untuk memecah kehening

    Last Updated : 2025-04-30
  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 6: Pengantin Baru

    [Sepertinya hari ini aku terlambat pulang. Aku ada acara di kantor.]Isvara mengetik pesan itu pelan-pelan sebelum akhirnya menekannya dengan ragu. Kalimat yang sederhana, tapi entah kenapa terasa canggung di ujung jarinya. Pesan itu dia kirimkan pada pria yang kini sah menjadi suaminya.Meski Alvano sudah menegaskan bahwa mereka tak perlu mencampuri urusan pribadi masing-masing, tetap saja, Isvara tidak bisa sembarangan datang dan pergi begitu saja. Bagaimanapun juga, dia sekarang tinggal di rumah pria itu. Ada batas-batas tak tertulis yang tetap ingin dia jaga.“Hei, pengantin baru sudah masuk kerja saja,” celetuk suara ceria di sebelahnya.Fokus Isvara langsung buyar. Monika, rekan satu timnya di bagian pemasaran, baru saja datang sambil menaruh tasnya dengan gaya khas yang selalu ramai.“Dari kemarin juga aku sudah masuk,” sahut Isvara tanpa menoleh. Suaranya datar, jelas-jelas tidak menanggapi obrolan itu lebih jauh. Sedikit kesal karena Monika justru menyinggung topik yang palin

    Last Updated : 2025-05-02
  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 7: Istriku

    “Pak Al manggil saya?” tanya Jerfi, sang asisten, sambil menyeimbangkan tablet di tangannya.Alvano tidak segera menjawab. Fokusnya masih pada sosok Isvara yang tak jauh dari tempatnya berdiri, tapi dia segera tersadar. Dengan cepat, dia mengalihkan pandangannya ke Jerfi dan menggelengkan kepala.“Lupakan,” jawab Alvano singkat, datar. Seolah baru saja menepis pikiran yang tidak seharusnya mengganggu.Tanpa memberi penjelasan lebih lanjut, Alvano kembali melangkah, kali ini menuju pusat acara. Di sana, Dylan sudah berdiri, tampak santai sambil berbicara dengan beberapa tamu. Pria itu adalah pemilik acara sekaligus orang yang sampai beberapa waktu lalu, nyaris menjadi kakak iparnya.Begitu melihat kedatangannya, Dylan tersenyum lebar dan menyambut dengan antusias.“Akhirnya, calon adik iparku datang juga,” ujar Dylan sembari merentangkan tangan, seolah tak terjadi apa-apa.Alvano hanya mengulas senyum tipis. Dingin. Tidak ada sapaan balik.Mungkin Dylan belum tahu, tentang apa yang sud

    Last Updated : 2025-05-03
  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 1: Tawaran Mendadak

    “Aku tidak bisa menikah sama kamu, ada perempuan lain yang sedang mengandung anakku.”Isvara terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Tara, pria yang seharusnya menikah dengannya sekarang, dari sambungan telepon.“Maksud kamu apa, Tara?” tanya Isvara lemah, seolah masih tidak bisa memahami semua itu dengan baik.“Kita tidak jadi menikah, Isvara!” jawab Tara dari seberang.Isvara sedikit terperanjat, lalu menunduk, menatap dirinya sendiri yang sudah rapi dengan baju pengantin berwarna putih, lalu mengalihkan pandangannya ke area KUA. Semua keluarganya telah datang, tetapi sekarang pengantin pria malah membatalkan pernikahan.“Ta–tapi aku dan keluargaku sudah siap, kita tidak mungkin membatalkan semua ini begitu saja,” kata Isvara sambil menahan air matanya. Tangannya mulai bergetar, detak jantungnya mulai terpacu lebih cepat.“Aku tidak peduli, Ra. Lagipula, aku tidak mencintai kamu lagi.”“Kenapa kamu tega? Tiga tahun kita selama ini kamu anggap apa?” Suara Isvara terdengar lebi

    Last Updated : 2025-04-30

Latest chapter

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 7: Istriku

    “Pak Al manggil saya?” tanya Jerfi, sang asisten, sambil menyeimbangkan tablet di tangannya.Alvano tidak segera menjawab. Fokusnya masih pada sosok Isvara yang tak jauh dari tempatnya berdiri, tapi dia segera tersadar. Dengan cepat, dia mengalihkan pandangannya ke Jerfi dan menggelengkan kepala.“Lupakan,” jawab Alvano singkat, datar. Seolah baru saja menepis pikiran yang tidak seharusnya mengganggu.Tanpa memberi penjelasan lebih lanjut, Alvano kembali melangkah, kali ini menuju pusat acara. Di sana, Dylan sudah berdiri, tampak santai sambil berbicara dengan beberapa tamu. Pria itu adalah pemilik acara sekaligus orang yang sampai beberapa waktu lalu, nyaris menjadi kakak iparnya.Begitu melihat kedatangannya, Dylan tersenyum lebar dan menyambut dengan antusias.“Akhirnya, calon adik iparku datang juga,” ujar Dylan sembari merentangkan tangan, seolah tak terjadi apa-apa.Alvano hanya mengulas senyum tipis. Dingin. Tidak ada sapaan balik.Mungkin Dylan belum tahu, tentang apa yang sud

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 6: Pengantin Baru

    [Sepertinya hari ini aku terlambat pulang. Aku ada acara di kantor.]Isvara mengetik pesan itu pelan-pelan sebelum akhirnya menekannya dengan ragu. Kalimat yang sederhana, tapi entah kenapa terasa canggung di ujung jarinya. Pesan itu dia kirimkan pada pria yang kini sah menjadi suaminya.Meski Alvano sudah menegaskan bahwa mereka tak perlu mencampuri urusan pribadi masing-masing, tetap saja, Isvara tidak bisa sembarangan datang dan pergi begitu saja. Bagaimanapun juga, dia sekarang tinggal di rumah pria itu. Ada batas-batas tak tertulis yang tetap ingin dia jaga.“Hei, pengantin baru sudah masuk kerja saja,” celetuk suara ceria di sebelahnya.Fokus Isvara langsung buyar. Monika, rekan satu timnya di bagian pemasaran, baru saja datang sambil menaruh tasnya dengan gaya khas yang selalu ramai.“Dari kemarin juga aku sudah masuk,” sahut Isvara tanpa menoleh. Suaranya datar, jelas-jelas tidak menanggapi obrolan itu lebih jauh. Sedikit kesal karena Monika justru menyinggung topik yang palin

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 5: Siapa Pria Ini?

    “Jadi, Livia yang jadi calon istrimu itu, memang Livia adik dari Pak Dylan?”Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Isvara, yang kini duduk di ruang tengah, berhadapan dengan Alvano.Di sana, Alvano tengah sibuk menatap tablet di tangannya. Setelah kejadian di kantor Isvara tadi siang, mereka memilih menyelesaikan pekerjaan masing-masing sebelum pulang. Tentu saja mereka tidak pulang bersama. Alvano dengan mobilnya, sementara Isvara naik bus seperti biasa. Tidak mungkin juga mereka pulang bersama, ‘kan?Alvano menoleh, mengangkat wajahnya sebentar, lalu mengangguk singkat. Pria itu tidak mengucap sepatah kata pun, tapi anggukan itu cukup menjawab semua yang belum terucap sejak insiden di studio siang tadi.Isvara menatap pria di depannya beberapa saat, lalu menunduk. Entah perasaan apa yang muncul lebih dulu. Lega karena akhirnya tahu, atau justru sesak karena semua keterkaitan itu terlalu rumit untuk diurai.Melihat Isvara terdiam, Alvano akhirnya memutuskan untuk memecah kehening

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 4: Rahasia

    Isvara menunduk. Matanya kini tertuju pada cangkir kopi yang mulai kehilangan hangatnya.Kemudian, Isvara diam sebentar. Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal di dadanya, dan akhirnya dia putuskan untuk mengatakannya juga.“Aku tahu kamu tidak minta apa-apa,” ucap wanita itu pelan. “Tapi, aku juga tidak bisa duduk diam begitu saja. Kamu sudah menolongku. Aku tidak mau kelihatan seperti orang yang cuma numpang hidup.”Tatapannya masih mengarah ke cangkir, tapi suaranya mantap. “Aku tetap akan bantu urus rumah. Masak, beresin ruang kerja, apa pun yang bisa aku lakukan. Itu bukan soal uang, cuma ... aku butuh merasa aku juga berkontribusi.”Alvano tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap wanita di hadapannya beberapa detik sebelum kembali pada sarapannya.Isvara mengerti. Itu bukan persetujuan, tapi juga bukan penolakan.Setelah selesai sarapan dan membereskan piring di depannya, Isvara berdiri sambil merapikan tas kerjanya.“Aku berangkat kerja dulu,” ucap wanita itu sambil meraih

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 3: Kontrak Sementara

    "Maaf, hari ini terlalu banyak pekerjaan," kata Alvano singkat.Isvara mengangguk pelan, berusaha menanggapi. Namun, pikirannya terlalu sibuk memperhatikan sekitar.Saat melangkah keluar dari mobil dan mengikuti Alvano menuju pintu masuk, matanya terus menelusuri setiap sudut rumah itu. Dinding-dindingnya mulus, bersih tanpa banyak ornamen.Namun, setiap detail, mulai dari gagang pintu, taman kecil di samping teras, hingga lampu gantung di dalam, semuanya terkesan mahal.Begitu pintu rumah terbuka, Isvara hampir menahan napas.Interiornya luas, lega, dan tetap bergaya minimalis. Lantai marmer mengkilap, sofa abu-abu besar di ruang tamu, dan rak buku tinggi dengan koleksi yang tampaknya benar-benar dibaca, bukan sekadar pajangan.Tak ada kemewahan berlebihan seperti emas-emas mencolok, namun justru itu yang membuat rumah ini terasa berkelas.Isvara berdiri kaku di depan pintu, merasa seolah baru saja melangkah ke dunia lain.Dalam hatinya, suara kecil berbisik getir, ‘Ternyata pria yan

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 2: Setelah Akad

    “Mana Tara? Kenapa bukan Tara yang datang menikahimu, Isvara?”Suara berat Ayah Isvara, Baskara, memecah keheningan ruang tunggu setelah acara resepsi seharusnya dimulai. Tatapannya tajam, penuh kecurigaan, seolah menguliti Isvara hanya dengan sorot matanya.Ibu Isvara, Anita, duduk di samping suaminya dengan wajah tegang. Kedua tangannya erat bertaut di pangkuan, sesekali melirik ke arah putrinya dengan raut tak sabar menunggu jawaban.Isvara tercekat. Lidahnya kelu, pikirannya kacau.Bagaimana dia bisa menjelaskan bahwa Tara, pria yang selama ini mereka kenal sebagai calon suaminya—telah mengkhianatinya? Bahwa kini, di hari pernikahannya, pria asinglah yang berdiri di sampingnya?Sebelum Isvara sempat mengumpulkan kata-kata, Alvano melangkah maju, suaranya terdengar tenang, tapi penuh ketegasan.“Saya Alvano, Pak, Bu. Pacar Isvara,” kata Alvano langsung. “Memang saya yang sejak awal berniat menikah dengan Isvara.”Semua mata langsung tertuju padanya.Sejenak suasana membeku.‘Dia ma

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 1: Tawaran Mendadak

    “Aku tidak bisa menikah sama kamu, ada perempuan lain yang sedang mengandung anakku.”Isvara terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Tara, pria yang seharusnya menikah dengannya sekarang, dari sambungan telepon.“Maksud kamu apa, Tara?” tanya Isvara lemah, seolah masih tidak bisa memahami semua itu dengan baik.“Kita tidak jadi menikah, Isvara!” jawab Tara dari seberang.Isvara sedikit terperanjat, lalu menunduk, menatap dirinya sendiri yang sudah rapi dengan baju pengantin berwarna putih, lalu mengalihkan pandangannya ke area KUA. Semua keluarganya telah datang, tetapi sekarang pengantin pria malah membatalkan pernikahan.“Ta–tapi aku dan keluargaku sudah siap, kita tidak mungkin membatalkan semua ini begitu saja,” kata Isvara sambil menahan air matanya. Tangannya mulai bergetar, detak jantungnya mulai terpacu lebih cepat.“Aku tidak peduli, Ra. Lagipula, aku tidak mencintai kamu lagi.”“Kenapa kamu tega? Tiga tahun kita selama ini kamu anggap apa?” Suara Isvara terdengar lebi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status