Share

Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan
Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan
Penulis: Duvessa

Bab 1: Tawaran Mendadak

Penulis: Duvessa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-30 14:37:02

“Aku nggak bisa menikah sama kamu, ada perempuan lain yang sedang mengandung anakku.”

Isvara terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Tara, pria yang seharusnya menikah dengannya sekarang, dari sambungan telepon.

“Maksud kamu apa, Tara?” tanya Isvara lemah, seolah masih tidak bisa memahami semua itu dengan baik.

“Kita nggak jadi menikah, Isvara!” jawab Tara dari seberang.

Isvara sedikit terperanjat, lalu menunduk, menatap dirinya sendiri yang sudah rapi dengan baju pengantin berwarna putih, lalu mengalihkan pandangannya ke area KUA. Semua keluarganya telah datang, tetapi sekarang pengantin pria malah membatalkan pernikahan.

“Ta–tapi aku dan keluargaku sudah siap, kita nggak mungkin membatalkan semua ini begitu saja,” kata Isvara sambil menahan air matanya. Tangannya mulai bergetar, detak jantungnya mulai terpacu lebih cepat.

“Aku nggak peduli, Ra. Lagipula, aku nggak mencintai kamu lagi.”

“Kenapa kamu tega? Tiga tahun kita selama ini kamu anggap apa?” Suara Isvara terdengar lebih serius, tetapi rasa kecewa itu tidak bisa ditutupi sama sekali.

“Jujur saja, aku muak sama kamu, Ra. Kamu terlalu kolot dan sok suci, ciuman saja nggak mau! Sudahlah, percuma juga kamu mau gimana pun, aku tetap nggak akan datang.”

Panggilan itu terputus begitu saja.

Isvara sekali lagi terperanga. Dia sama sekali tidak menyangka jika Tara akan mengatakan hal itu. Selama ini, dia memang selalu menjaga dirinya untuk suaminya nanti. Kalaupun dia memang menikah dengan Tara, bukankah hal itu juga jelas akan Tara dapatkan?

Isvara menghela napas berat. Pandangannya beredar ke sembarang arah, pikirannya berlarian tanpa tujuan. 

Apa yang harus dia katakan pada orang tuanya?

Orang tua Isvara sangat mendukung hubungannya dan terus mendorongnya untuk segera menikah. Selain menganggap pacaran lama tidak baik, mereka merasa usia Isvara yang sudah 26 tahun sudah cukup matang. Mereka sering berkata ingin melihat Isvara dan adiknya menikah sebelum tutup usia. Adik laki-laki Isvara yang lebih muda setahun, sudah siap menikah, tapi harus menunggu Isvara sebagai kakak. Meski Isvara tak keberatan adiknya menikah lebih dulu, tetapi orang tua mereka tidak setuju.

Semua itu membuat Isvara merasa cukup tertekan.

Saat air mata Isvara meluncur dari sudut matanya, dia buru-buru menyekanya karena mendengar suara dua pria yang sedang sedikit berdebat dalam sambungan telepon di sudut halaman KUA.

“Cari dia, jangan sampai pernikahanku gagal cuma karena dia tidak ada hari ini,” kata pria itu dengan nada kesal.

Samar-samar, Isvara mendengar ucapan pria itu.

“Jemput saja dia, aku akan menunggu di sini,” ucap pria itu lagi.

Setelah mendengar pria itu mendengus kesal, Isvara langsung bergerak mendatanginya. Entah kenapa, ucapan pria itu membuat Isvara berpikir bahwa sepertinya dia mengalami nasib yang sama dengannya.

“Permisi,” kata Isvara dengan sedikit keraguan.

Pria itu memakai setelan kantor biasa, dengan jas hitam dan celana bahan hitam, langsung menatap Isvara dengan cukup tajam. Wajahnya tegas, sangat serasi dengan postur tubuhnya yang tinggi dan atletis. Namun, dalam tatapan itu, seperti ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebingungan.

“Maaf, saya tidak sengaja mendengar percakapan Anda di telepon, dan saya kira situasi kita sama,” ucap Isvara tanpa basa-basi.

Namun, pria itu masih diam dengan tatapan penuh selidik ke arah Isvara.

“Ayo menikah denganku,” kata Isvara lagi tiba-tiba karena tidak kunjung mendapat respon, membuat pria itu mengernyitkan dahinya seketika.

“Anda sedang buru-buru menikah, ‘kan?” kata Isvara lagi. Dia mengambil satu langkah lebih dekat dengan pria itu. “Kebetulan, saya juga ada di posisi yang sama dengan Anda. Bagaimana kalau kita saling membantu?”

Namun, lagi-lagi pria  itu tetap bungkam.

Ucapan Isvara selain terdengar sangat impulsif, juga seperti sebuah percakapan bisnis di telinga pria itu, sama sekali tidak terlihat seperti sebuah keputusan tentang peristiwa sekali seumur hidup.

“Saya yakin Anda sangat membutuhkan pernikahan ini,” desak Isvara lagi, seolah hanya dirinya solusi terakhir dan tercepat yang bisa membantu pria itu.

Pria itu masih diam, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Sesekali dia melihat ponselnya, lalu kembali menatap Isvara.

“Siapa namamu?” tanya pria itu akhirnya.

“Isvara Mahavira,” jawab Isvara dengan percaya diri.

Namun, begitu mendengar nama itu, Alvano langsung mengernyitkan dahinya lagi, seolah ada sesuatu dengan nama itu.

“Bagaimana?” tanya Isvara lagi untuk memastikan. Waktu pernikahan Isvara seharusnya akan berlangsung 15 menit lagi. Dia tidak bisa menunggu terlalu lama lagi.

Belum sempat bersuara lagi, pria itu justru mendapat panggilan telepon.

“Pak Alvano, Anda harus segera kembali ke kantor, meeting akan dimulai 1 jam lagi,” kata pihak di seberang sambungan telepon.

“Ya,” jawab Alvano singkat lalu memutuskan sambungan telepon itu.

Alvano Narendra Putra, pria berjas itu kembali bungkam. Dia memang membutuhkan pernikahan ini karena orang tuanya bilang mereka butuh seorang pewaris segera, sementara kakaknya yang seorang model tentu belum bisa memberikan keturunan dalam waktu dekat. Namun, sebenarnya dia sendiri juga belum siap menikah meskipun sudah memiliki kekasih. Dan meskipun harus menikah dalam waktu dekat, tetapi rasanya tidak bisa kalau harus seperti ini.

Alvano adalah pria terpandang. Seorang CEO perusahaan skincare ternama, berasal dari keluarga konglomerat yang sangat disegani. Jadi, tidak mungkin dia menikah dengan wanita sembarangan.

Mungkin, jika harus mencari wanita pengganti, itu bukan hal yang sulit bagi seorang Alvano. Namun, keluarganya terlanjur senang dan merestuinya dengan sang kekasih yang berasal dari kelas sama dengan keluarganya.

Namun, sekali lagi Alvano menatap Isvara, terutama pada bagian pelipis kanan Isvara yang terdapat tahi lalat tipis di sana. 

Tanpa pikir panjang, Alvano langsung menjawab, “Aku setuju menikah denganmu.”

Isvara akhirnya bisa bernapas lega.

Namun, sebelum keduanya memasuki ruangan, Isvara menghentikan langkahnya.

“Maaf, siapa nama Anda? Saya belum tahu nama Anda,” tanya Isvara sambil menatap Alvano dengan sedikit ragu.

“Nama saja tidak tahu, tapi berani mengajak menikah.” Alvano tersenyum kecil. “Alvano Narendra Putra.”

Sejenak Isvara merutuki dirinya sendiri yang bertindak begitu impulsif karena menarik pria asing untuk menikah dengannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 40: Kantor Baru

    Setelah melewati tahap wawancara dan tes masuk, Isvara akhirnya mendapat email panggilan untuk tanda tangan kontrak. Hari ini, dia resmi mulai bekerja di Valora Group.Dua hari.Hanya butuh dua hari dari kirim CV sampai diterima kerja.Sesingkat itu?Isvara bukannya tidak curiga. Dia paham betul, proses seleksi dalam dunia kerja biasanya memakan waktu. Apalagi untuk perusahaan sebesar Valora. Dalam hati kecilnya, dia tahu kemungkinan besar ada ‘dorongan dari atas’. Dan siapa lagi kalau bukan Alvano?Namun, Isvara memilih tidak membahasnya—bahkan kepada dirinya sendiri. Dia tidak ingin hari pertamanya diwarnai prasangka atau keraguan. Jika memang ada campur tangan Alvano, maka itu urusan lain. Sekarang, dia hanya ingin fokus bekerja.Berdiri di depan gedung Valora Group yang menjulang di tengah distrik bisnis ibu kota, Isvara menarik napas dalam. Bangunan kaca setinggi belasan lantai itu terlihat modern dan megah, seperti lambang prestise yang selama ini hanya dia lihat dari kejauhan.L

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 39: Kamu Serius?

    “Kamu serius?” Mata Isvara langsung berbinar. Mungkin ini bisa jadi jalan keluar agar dia tidak terlalu lama menganggur. Tinggal di rumah saja benar-benar bukan gaya hidup wanita itu.Sejak SMA, Isvara terbiasa sibuk. Kuliah sambil kerja part time, lalu setelah lulus langsung bekerja di Dermavia tanpa jeda. Berhenti tiba-tiba seperti sekarang membuatnya merasa kosong, dan sedikit kehilangan arah.“Serius,” jawab Alvano. “Kirim aja. Aku bantu terusin ke bagian yang relevan.”“Oke … makasih.” Isvara mengangguk pelan, masih setengah tidak percaya. Alvano kembali menyesap kopi hitamnya, lalu mengangguk singkat. “Jangan lupa, CV yang bener, ya. Jangan format ala kadarnya.”Isvara menyipit. “Maksudnya?”“Ya siapa tahu kamu biasa nulis CV pakai Comic Sans dan kasih background pink,” jawab Alvano sambil tersenyum.“Please, aku nganggur, bukan nggak punya selera,” balas Isvara, menggeleng. Namun, sudut bibirnya terangkat sedikit. Akhirnya, dia merasa napasnya tidak terlalu berat pagi ini.Alva

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 38: Tidak Bisa Tidur

    ‘Nggak cuma pura-pura.’Kalimat itu berputar seperti gema di kepala Isvara.Kenapa pria itu tiba-tiba ingin pernikahan ini jadi pernikahan yang nyata?!“Aaarrgh!”Isvara menendang selimut dan menggerutu frustrasi. Suaranya tertahan di tenggorokan, seperti emosi yang tidak tahu harus keluar dalam bentuk apa. Dada terasa sesak, pikirannya kacau, dan matanya masih terbuka lebar padahal jam sudah menunjuk pukul satu dini hari.Tidur jelas bukan pilihan malam ini.Dari pagi hidupnya seperti dihajar berkali-kali tanpa jeda.Dipecat secara sepihak karena difitnah, dan kini statusnya berubah jadi pengangguran, sementara cicilan rumah orang tuanya masih harus dia tanggung. Belum selesai mengolah kekalutan itu, muncul permintaan tidak masuk akal dari ayah Alvano—tentang penerus keluarga, secepatnya. Dan sekarang, Alvano sendiri … pria yang bahkan belum genap sebulan jadi suaminya, malah bicara soal menjadikan pernikahan ini nyata.Nyata.Kata yang dulu terdengar manis kini justru menakutkan. Ap

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 37: Pura-Pura

    Pasangan pura-pura tapi harus memiliki anak? Bukankah ini … gila?Sepanjang perjalanan pulang, kabin mobil mereka tenggelam dalam keheningan. Bukan karena tidak ada yang ingin bicara, tapi karena keduanya terlalu sibuk dengan pikirannya masing-masing.Alvano menyetir dengan pandangan lurus ke depan, tetapi benaknya jauh lebih kacau dari lalu lintas malam itu.Haruskah pria itu benar-benar meminta Isvara … memiliki anak darinya?Itu ide paling konyol sekaligus paling serius yang pernah terlintas di kepalanya.Namun, bagaimana bisa? Wanita itu bahkan selalu menjaga jarak. Sentuhan ringan saja bisa membuat wanita itu reflek menjauh. Apalagi ... soal anak?Alvano menarik napas panjang, seolah berharap udara malam bisa meredam ketegangan di dadanya.Bukan hanya karena permintaan ayahnya, tapi karena dalam hatinya sendiri, Alvano ingin mempertahankan pernikahan ini. Meski alasannya pun belum bisa dia definisikan dengan jujur.Sementara di sebelahnya, Isvara menatap kosong ke luar jendela. P

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 36: Penerus

    Setelah Isvara pikir-pikir, mengajak Alvano menikah secara tiba-tiba ternyata membawa lebih banyak konsekuensi dari yang pernah dia bayangkan.Mulai dari kehilangan pekerjaan yang Isvara bangun bertahun-tahun, dan kini harus menghadapi keluarga Alvano.Isvara sempat berpikir untuk menolak pertemuan ini. Dia tahu betul, pertemuan keluarga bukanlah ajang ramah-tamah biasa. Akan ada tatapan tajam, pertanyaan menyelidik, dan diam-diam, penghakiman. Namun, tetap saja ... di sinilah Isvara berada. Berdiri di depan rumah keluarga Alvano. Sebuah rumah mewah dengan pilar-pilar tinggi dan pencahayaan hangat yang justru terasa mengintimidasi.Rumah ini bahkan lebih mewah daripada tempat tinggal Alvano. Kesannya elegan, tapi juga dingin, seolah setiap sudutnya bisa menilai siapa saja yang masuk tanpa izin.Dan kini, Isvara melangkah masuk bersama Alvano.Di ruang keluarga, tiga orang sudah menunggu.Atma Narendra, ayah Alvano, duduk tegak dengan wajah keras yang tak memberikan ruang kompromi. Sor

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 35: Aku Percaya

    Pagi tadi.Isvara sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya. Bukan karena semangat kerja, tapi karena ingin menghindari satu orang: Alvano.Setelah kejadian semalam, Isvara belum siap bertatap muka lagi. Belum siap menghadapi sorot mata pria itu, pria yang membayar ciuman pertamanya senilai lima puluh juta!‘Harusnya aku minta lebih dari segitu,’ canda Isvara dalam hati, mencoba menertawakan kekesalan yang masih mengendap di dadanya.Isvara naik bus seperti biasa. Duduk di dekat jendela, menyandarkan kepala sambil menarik napas dalam. Tangannya mengepal di atas pangkuan, mencoba menetralisir pikiran yang berlarian ke mana-mana. Matanya menerawang ke luar jendela, menatap jalanan yang mulai ramai.Wajah wanita itu mungkin tampak tenang, tapi pikirannya tidak. Sama sekali tidak.Sesampainya di kantor, Isvara langsung menyibukkan diri. Membuka laptop, menyelesaikan laporan tertunda, mengecek e-mail dengan kecepatan seperti sedang ikut lomba. Seolah dengan bekerja, dia bisa mengalihkan pe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status