Share

Bab 21: Salah Paham

Author: Duvessa
last update Huling Na-update: 2025-05-16 18:31:27
“Oh … kamu pasti asisten rumah tangga baru di rumah ini, ya?”

Kalimat itu meluncur begitu enteng dari mulut Marina Adinegara, ibu dari sang suami. Suara lembutnya terdengar manis di permukaan, tapi memiliki lapisan penilaian yang tajam di bawahnya.

Isvara terdiam. Tangannya masih memegang lap dapur yang kini mulai terasa hangat dan lembap karena terlalu lama digenggam. Dia berdiri sedikit lebih tegak, seolah postur tubuh bisa membantu menjernihkan kekeliruan. Namun sayangnya, tidak semudah itu.

Isvara ingin meluruskan kesalahpahaman itu, tentu saja. Namun, entah kenapa, lidahnya seperti mengikat dirinya sendiri. Bingung harus bicara apa.

“Saya bukan—maksud saya, saya tinggal di sini,” ujar Isvara akhirnya, mencoba terdengar santai, padahal suara gugupnya tak bisa disembunyikan.

“Oh,” Mariana mengangguk pelan, seolah baru saja diberi informasi baru—yang langsung dia salah artikan lagi.

“Jadi kamu asisten rumah tangga yang stay-in? Bagus, jadi Wati ada temannya sekarang,” imbuh Marina sa
Duvessa

Makasih yang udah baca, jangan lupa tinggalkan jejak ya :)

| 26
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 147: Gangguan Malam

    Beberapa menit kemudian, Alvano kembali muncul, menuruni tangga dengan kantong kecil di tangan. Plastik bergambar pisang berwarna kuning cerah itu langsung mencuri perhatian Isvara.“Tokyo Banana!” seru Isvara, nyaris melengking karena terlalu senang. Alvano mengangguk kecil. “Yang kamu pesen itu, ‘kan? Harusnya semalam aku kasih, tapi …” Dia tidak melanjutkan, hanya mengedikkan dagu, jelas merujuk pada pertengkaran semalam tanpa perlu menyebutkannya secara langsung.Isvara hampir saja mengulurkan tangan, refleks ingin merebut oleh-oleh yang dia pesan. Namun dia buru-buru berhenti, menatap kedua telapak tangannya yang masih belepotan bumbu dari ayam yang sedang dia siapkan.“Nanti deh, aku cuci tangan dulu–”“Nggak usah.” Alvano sudah kembali duduk di sebelahnya. Dia membuka bungkusnya pelan-pelan, seperti menyuguhkan sesuatu yang lebih dari sekadar camilan. Dengan hati-hati, dia memotong sepotong kecil dan menyuapkan ke mulut istrinya.Perempuan itu sempat terkejut, tapi tentu saja

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 146: Pelukan Tiba-Tiba

    Isvara sampai rumah tidak lama setelah langit mulai meremang jingga. Dia sibuk merapikan belanjaan di dapur, menata sayur dan daging ayam sambil bersenandung pelan. Kepalanya lumayan ringan, jauh lebih lega dibanding pagi tadi.Baru saja Isvara selesai membersihkan sayuran ketika suara pintu depan terbuka. Isvara sontak menoleh cepat, dan mendapati Alvano berdiri di ambang pintu. Masih mengenakan kemeja kerja yang tampak kusut dan dasi yang longgar di lehernya. Wajahnya lelah, tapi riak wajahnya berbeda, dan Isvara tidak tahu kenapa.“Van? Tumben udah pulang?” tanya Isvara hati-hati. Heran juga, karena biasanya Alvano pulang lebih malam.Alvano tidak langsung menjawab. Tatapannya tidak terputus pada istrinya, lama, dalam, seperti tengah menafsirkan sebuah teka-teki rumit. Lalu dalam beberapa langkah panjang, dia sudah ada di hadapan istrinya.Sebelum Isvara sempat mundur atau bahkan bertanya lebih jauh, tubuhnya sudah direngkuh erat. Lengan Alvano melingkar kokoh pada bahu Isvara, me

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 145: Siapa Pria Itu?

    Sementara itu, Isvara kini sedang berada di supermarket terdekat dari rumah. Setelah seharian mencoba tidur, atau lebih tepatnya berusaha menenangkan pikirannya yang penuh setelah semalam pingsan. Dia memutuskan keluar sebentar.Hari ini Isvara memang tidak masuk kerja. Alvano dengan tegas memintanya untuk istirahat penuh. Namun, diam terlalu lama di kamar hanya membuat pikirannya makin keruh, terus-menerus terisi ulang oleh kata-kata dari ibu mertuanya.Maka, dia memilih sesuatu yang sederhana: belanja bahan makanan. Melihat deretan sayur dan buah yang tertata rapi membuatnya merasa sedikit lebih waras.Dalam hati, Isvara ingin memasak ayam panggang rosemary, makanan favorit Alvano. Entah kenapa, ada keinginan dalam dirinya untuk membuat suaminya tersenyum malam ini. Setelah hampir dua minggu terpisah, tidakkah wajar bila dia rindu? Dan ingin menebus semua jarak, semua luka?Saat berbelok ke lorong buah. Pandangannya tertumbuk pada seorang pria tua yang sedang berjuang mengangkat sema

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 144: Masa Lalu Isvara

    ‘Wah, jangan-jangan Kak Al mau nanya soal uang yang aku pinjam dari Kak Isvara,’ pikir Aksara cepat, jantungnya sempat melompat, tapi wajahnya tetap dipasang santai.“Nanya apa, Kak Al?” tanya Aksara, ragu-ragu sambil menarik kursi dan duduk.“Mau pesan minum dulu?” tawar Alvano.“Nggak usah. Nanti aja. Hausnya belum ngalahin deg-degan,” celetuk Aksara mencoba mencairkan suasana. Namun, Alvano hanya menatapnya. Tenang, tapi tajam.Alvano mengangguk, lalu diam sejenak. Menimbang. Apakah pantas menanyakan hal ini? Namun siapa lagi kalau bukan Aksara? Dia tidak mungkin bertanya pada orang tua Isvara, atau lebih parah lagi pada Isvara sendiri, yang masih tidur lelah setelah semalam tumbang karena emosi.“Aksara …” Akhirnya Alvano bersuara.“Iya, Kak?” Aksara mengerutkan kening. Dia tahu Alvano sedang merumuskan kata-kata. “Tanya aja, Kak. Aku jawab sebisanya.”Alvano menarik napas panjang. Lalu, dengan suara rendah yang terdengar lebih rapuh dari biasanya, dia akhirnya mengutarakan, “Kalau

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 143: Konsekuensi

    Alvano menatap lembaran itu lama. Bukan untuk mempertimbangkannya. Kalau bisa, dia ingin merobeknya saat ini juga.“Papa serius?” tanya Alvano akhirnya. Bukan pertanyaan sungguhan–lebih kepada konfirmasi getir.“Papa selalu serius, apalagi soal reputasi keluarga ini,” jawab Atma. Dia menyandarkan punggung, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Perempuan itu ... tidak memenuhi kriteria untuk menjadi pendampingmu. Bukan karena siapa dia, tapi karena apa yang dia bawa.”Alvano mengepalkan jemari. Rahangnya mengeras. “Dan menurut Papa, perceraian ini solusinya?”“Ini solusi paling logis, Van.”Logis, katanya.Memang selalu sulit bicara soal cinta pada orang yang tidak menganggap cinta relevan dalam hidupnya.Atma melanjutkan dengan suara datar, “Kamu mau kehilangan kursimu sebagai pewaris utama? Sepupu-sepupumu menunggu kamu jatuh, Van. Menunggu kamu punya titik lemah. Dan sekarang, kamu membuka celah itu.”Alvano menarik napas panjang, berusaha meredam bara yang mulai membakar tenggorok

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 142: Harus Bagaimana?

    Isvara menarik napas pendek. Lalu, menatap suaminya lebih lama, sedangkan matanya masih sembab. “Kenapa ... kamu nggak pernah cari tahu sendiri sebelumnya, Van?”Sebenarnya, Alvano sudah bisa menebak sejak lama. Dimulai dari hilangnya sebagian ingatan Isvara saat kakeknya meninggal, lalu ketakutannya pada ruangan gelap, ditambah ucapan Anita tempo hari. Semuanya seperti kepingan puzzle yang nyaris lengkap. Namun, Alvano memilih untuk tidak menyusunnya. Kalau Isvara belum siap bercerita, kenapa harus memaksa?“Karena ... aku nggak pernah ngerasa perlu gali masa lalu kamu sampai sejauh itu.” Alvano menggenggam tangan Isvara lebih erat. Matanya sendu, tapi bicaranya tegas. “Aku pikir ... semua orang berhak punya rahasia. Dan aku nggak mau nyakitin kamu dengan maksain buka kotak luka yang mungkin kamu sendiri masih susah nutupnya.”Isvara mengerjap. Ada sesuatu yang meluruh di dadanya. Pria ini, lagi-lagi, meruntuhkan egonya. “Van ... kamu ngerti ‘kan, itu juga salah satu alasan kenapa a

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status